Gontor dimulai dari sebuah gagasan visioner: sebuah lembaga pendidikan Islam; memiliki kualifikasi dalam ilmu agama dan umum sekaligus lembaga kaderisasi pemimpin. Hal ini tentunya bertentangan dengan tren pesantren ketika itu.
K.H. Ahmad Sahal, salah satu pendiri Gontor terinspirasi kuat oleh peristiwa Muktamar Umat Islam Hindia Belanda (Indonesia) di Surabaya. Agenda muktamar itu adalah mendengarkan oleh-oleh HOS Cokro Aminoto bersama K.H. Mas Mansyur sepulang dari Saudi Arabia menghadiri pertemuan dengan Raja Ibnu Su’ud dalam acara Muktamar Umat Islam Internasional. HOS Cokro Aminoto saat itu digelari raja tanpa mahkota karena kharisma dan kehebatannya berorasi. Ia mengisahkan kebangkitan Islam di Timur Tengah yang layak dijadikan inspirasi kebangkitan umat Islam Indonesia melawan kolonial Belanda. Pidato itu sangat berkesan bagi seluruh peserta muktamar, termasuk K.H. Ahmad Sahal yang mewakili ulama Ponorogo.
Namun, satu hal lagi yang perlu dicatat saat itu, bahwa untuk mengirimkan perwakilan ulama Indonesia ke Muktamar Umat Islam Internasional di Mekah, terdapat kendala untuk menunjuk seseorang yang benar-benar all round, baik dalam wawasan keagamaan dengan bahasa Arabnya sekaligus wawasan umum dan politik dengan bahasa Inggrisnya. Terpaksa Indonesia saat itu mengutus dua orang yang mempunyai disiplin keilmuan berbeda.
Hal ini juga memberikan inspirasi kuat kepada K.H. Ahmad Sahal untuk segera pulang dan mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang mampu mencetak kader pemimpin dengan kualifikasi penguasaan ilmu agama dan umum sekaligus bahasa Arab dan Inggris.
12 Jumada Tsaniyah 1431