Kepemimpinan Generasi Pertama
Kepemimpinan Generasi Pertama Gontor Baru ditandai dengan berdirinya Tarbiyatul Athfal pada tahun 1926. Kemudian didirikan Sullamu-l-Mutaallminin sebagai tingkat pendidikan lanjutan setelah Tarbiyatul Athfal. Dan pada tahun 1936, didirikan Kulliyyatu-l-Muallimin Al-Islamiyah bersamaan dengan peringatan 10 Tahun Gontor.
Setelah pondok Gontor Baru berjalan dengan baik, banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Kepemimpinan Generasi Pertama ini.
Terciptanya “Hymne Oh Pondokku” dan Peringatan 15 Tahun
Tahun ke-5 berdirinya KMI merupakan tahun bersejarah bagi Pondok Modern Darussalam Gontor dengan terciptanya “Hymne Oh Pondokku.” Lagu hymne ini diciptakan R. Mu’in dan liriknya diciptakan Husnul Haq, keduanya guru KMI.
Pada tanggal 1-10 Januari 1942, Pondok Modern Darussalam Gontor mengadakan Peringatan 15 Tahun Berdirinya Pondok yang disebut Fijftien Jarige Jubelium. Tujuan peringatan ini adalah mensyukuri segala kemajuan yang telah dicapai. Semula Peringatan ini akan diadakan tahun 1941, tetapi karena situasi tidak aman dengan pecahnya Perang Dunia II, Peringatan tersebut diundur hingga tahun 1942.
Masa Penjajahan Jepang
Dengan berkecamuknya perang Belanda-Jepang untuk memperebutkan Indonesia, terputuslah jalur komunikasi luar Jawa dengan Jawa. Akibatnya santri Gontor yang berasal dari luar Jawa tidak mendapatkan kiriman dari orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Pengasuh dan Direktur menjual kekayaan pribadi mereka. Usaha inipun masih belum bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari santri, maka didirikanlah Dapur Umum dan dibentuk pengurusnya yang disebut UPPIPOM (Usaha Penolong Pelajar Islam Pondok Modern) yang bertugas mencari dana bagi kepentingan para santri.
Tahun 1943/1944 dengan propaganda perang suci “Perang Asia Timur Raya”, Jepang mewajibkan pemuda ikut perang, maka sekolah-sekolah harus ditutup, termasuk KMI Pondok Modern Darussalam Gontor. Namun lembaga pendidikan yang bernama pondok pesantren dibiarkan tetap hidup. Karena itu pembelajaran di KMI dilaksanakan di dalam kamar para santri secara sembunyi-sembunyi. Dengan cara demikian Pondok Modern Darussalam Gontor tidak dikategorikan sebagai sekolah, sehingga tidak wajib ditutup.
Perang Merebut Kemerdekaan dan Pemberontakan PKI 1948
Pada saat perang merebut kemerdekaan negeri ini, santri Gontor banyak yang terlibat. Mereka masuk dalam pasukan Hizbullah dan Sabilillah. Setelah perang agak reda, 1946, Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Saat itu jumlah santri Gontor tinggal belasan saja.
Setelah kacau akibat peperangan, program KMI mulai ditata kembali. Pada 1947 organisasi pelajar Roudlatul Muta’llimin dilebur dan diganti dengan PII (Pelajar Islam Indonesia) yang saat itu baru berusia 3 bulan. PII dipilih karena ia tidak berafiliasi kepada satu parpol atau golongan tertentu, sesuai dengan prinsip Gontor Berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Tahun 1948 Pondok Modern Darussalam Gontor diguncang oleh pemberontakan PKI pimpinan Muso yang dikenal dengan sebutan “Madiun Affair”. Pada saat itu Pondok terpaksa dikosongkan. Sejumlah 200 santri secara bergelombang meninggalkan Pondok untuk menyusun taktik perlawanan dan gelombang terakhir diikuti oleh pengasuh dan direktur mereka. Pada 19 Desember 1948 Belanda kembali menyerang Indonesia. Pondok lagi-lagi terpaksa ditinggalkan para santrinya untuk ikut bergerilya mengangkat senjata bergabung dengan Corp Pelajar.
Pembentukan IKPM
Jumlah alumni KMI Pondok Modern Darussalam Gontor mulai banyak, mereka tersebar di masyarakat dan bergerak dalam berbagai bidang kegiatan. Para alumni itu kemudian dihimpun dalam suatu wadah persaudaraan yang disebut Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM). Organisasi alumni Gontor ini lahir tanggal 17 Desember 1949 di tengah berlangsungnya Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta. Pengikraran secara resmi IKPM dilakukan pada Peringatan Seperempat Abad Pondok Modern, 29 Oktober 1951.
Peringatan Seperempat Abad
Peringatan Seperembat Abad Pondok (27 Oktober – 4 November 1951) dilaksanakan secara meriah dengan rentetan acara bermacam-macam. Pada pembukaan acara tersebut Pak Sahal menyampaikan sambutan di antaranya berisi ikrar bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor adalah Milik Ummat Islam Seluruh Dunia, karena itu maju mundurnya Pondok diserahkan kepada ummat Islam.
Peringatan Empat Windu dan Pewakafan Pondok
Momen bersejarah bagi terwujudnya niat mewakafkan Pondok kepada Ummat Islam terjadi pada Peringatan Empat Windu Pondok Modern Darussalam Gontor, 11-17 Oktober 1958. Pada saat itu, 12 Oktober 1958, Trimurti (K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkarsyi) sebagai pendiri Pondok mewakafkan Pondok Modern Darussalam Gontor kepada IKPM yang diwakili oleh 15 orang. Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor ketika itu terdiri dari tanah kering seluas 1,740 ha (Kampus Pondok), tanah basah seluas 16,851 ha, dan gedung sebanyak 12 buah; Masjid, Madrasah, Indonesia I, Indonesia II, Indonesia III, Tunis, Gedung Baru, Abadi, Asia Baru, PSA, BPPM, dan Darul Kutub.
Pembentukan YPPWPM
Untuk memelihara dan mengembangkan kekayaan yang diwakafkan ini dan untuk menangani berbagai persoalan berkaitan dengan pendanaan Pondok Modern, didirikanlah Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM), tanggal 18 Maret 1959.
Pembukaan Perguruan Tinggi Pesantren
Setelah seperempat abad KMI berdiri dibukalah Perguruan Tinggi di Gontor dengan nama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD), tanggal 17 Nopember 1963. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD) yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas Tarbiyah dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pengajaran Bahasa Arab, Fakultas Ushuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama dan Akidah dan Pemikiran Islam (Filsafat), dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum dan jurusan Ekonomi Islam. Sejak tahun 1996 ISID telah memiliki kampus tersendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.
Peringatan Lima Windu dan Peristiwa Sembilan Belas Maret
Pada Tahun 1967 diadakan Peringatan Lima Windu Pondok Modern Darussalam Gontor. Di antara acara penting dalam peringatan ini adalah wisuda perdana sarjana PerguruanTinggi Darussalam. Pada tahun ini juga terjadi tragedi yang disebut Persemar (Peristiwa Sembilan belas Maret). Sekelompok guru dan santri yang terprovokasi berusaha mengubah haluan Pondok dengan ide yang mereka sebut sendiri sebagai ide gila. Mereka berniat membunuh dan menyingkirkan pendiri dan sekaligus Pimpinan Pondok, kemudian memilih pimpinan yang mereka kehendaki dari para tokoh pembuat makar itu. Rupanya Allah tidak meridhoi usaha mereka dan mereka pun gagal.
Persemar tampaknya menjadi pupuk bagi perjalanan sejarah Pondok kemudian. Setelah peristiwa itu Pondok berkembang dengan pesat dan minat masyarakat untuk belajar di Gontor semakin tinggi.
Kesyukuran Setengah Abad dan Peresmian Masjid Jami’
Pesatnya perkembangan Pondok ini kemudian disyukuri dengan Perayaan Kesyukuran Setangah Abad, berlangsung tanggal 2-4 Maret 1978. Acara ini dihadiri oleh Presiden R.I. Soeharto yang sekaligus meresmikan Masji Jami’ Pondok.
Trimurti Wafat
Tahun 1967 K.H. Zainuddin Fanani, salah seorang dari Trimurti Pendiri Pondok wafat. Kemudian disusul oleh K.H. Ahmad Sahal yang wafat tahun 1977. Delapan tahun berikutnya, 1985, K.H. Imam Zarkasyi pun pergi menghadap Ilahi menyusul kedua kakaknya. Sepeninggal Trimurti tongkat estafet kepemimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor diserahkan kepada generasi kedua.[]