Bapak-bapak guru, anak-anakku sekalian,
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Generasi pertama, Trimurti bersama para anshor-nya, telah lama meninggalkan kita. Dan kini, generasi kedua sudah memasuki masa tua, usia kami ini sudah senja. Kami –generasi kedua– tinggal amanu dan ‘amilu shalihah, syukur-syukur kalau kami masih bisa tawasau bi-l-haq wa bi sabr. Sakit dan ajal datang tanpa minta izin, datangnya mendadak, tidak terduga. Bisa menjangkiti siapa saja. Saat inilah kami benar-benar menginsyafi ightanim khamsan qabla khamsin, sihhataka qabla saqamika, kemudian hayaataka qabla mautika.
Oleh karena itu, generasi ketiga dan seterusnya harus sudah siap menerima dan meneruskan perjuangan, harus istiqamah pada nilai dan jiwa pondok, meskipun berbagai gelombang intervensi menerjang. Siapapun nanti yang memimpin pondok ini, nilai dan jiwa pondok harus tetap berdiri tegak.
Disiplin dan peraturan yang kita gunakan ketika santrinya masih 10 orang, berbeda dengan disiplin dan peraturan ketika santri kita sudah melebihi dua puluh ribu orang. Disiplin, peraturan, teknis pelaksanaan dan lain sebagainya mungkin mengalami perubahan, namun nilai dan jiwa tidak boleh berubah, karena ini adalah amanat.
Gontor menggunakan sistem yang paling baik. Ketika Gontor melihat satu sistem yang lebih baik, lebih efektif, lebih efisien, dan sejalan dengan nilai dan jiwa pondok, maka akan diambil dan segera digunakan, sedangkan sistem yang lama akan ditinggalkan. Kalau seandainya di masa mendatang, sistem yang lama dirasa lebih efektif, efisien, dan sejalan dengan nilai dan jiwa pondok, maka akan digunakan kembali. Begitulah Gontor menggunakan sistem. Itulah dinamika perkembangan kemodernan. Bukan hanya alatnya saja yang modern dan baru, tapi sistemnya juga harus diperbarui. Dengan segala kemampuan yang ada, kita mampu menjadi tuan di negeri sendiri.
Sistem Gontor tidak mabni. Sistem kita berkembang sesuai tuntutan perkembangan zaman, tapi nilai dan jiwa pondok harus mabni, harus tetap tegak hingga akhir zaman.
Anak-anakku sekalian,
Pondok ini bukan milik HAM. Santri datang ke pondok ini bukan untuk memperjuangkan HAM. Santri datang ke pondok untuk belajar. Pondok ini adalah milik nilai, jiwa, dan filsafat hidupnya. Jangan sampai tergoda, jangan sampai tergelincir, terkecoh, tertipu dengan bisikan pihak luar yang terdengar manis namun sejatinya meracuni. Tanamkan dengan baik dalam hatimu, “ke Gontor, apa yang kau cari?”
Dulu tidak ada tagihan, hingga beberapa santri tidak membayar SPP dan uang makan. Bahkan ada beberapa santri tidak membayar hingga satu tahun ajaran, maka terpaksa mereka makan lauk pauk seadanya. Akhirnya mereka kecewa, mengecewakan, kemudian mengajak kecewa. Apakah kecewa akan menyelesaikan masalah? Tidak! Bila kami kecewa karena keterampilan berbahasa Arabmu menurun, apakah lantas kami lari, atau mengusir kalian dan mencari santri lain? Tidak! Itu justru akan menambah masalah. Anak-anakku…. ada seribu satu alasan untuk kecewa, dan juga ada seribu satu alasan untuk tidak kecewa. Kebijakan Pimpinan mungkin banyak yang tidak adil, tapi niat kami untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak adil, Insya Allah tidak ada. Kami berusaha untuk mengedepankan kebijakan yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan untuk orang banyak.
Belajar di pondok ini, jangan sampai salah niat. Jangan sampai salah memahami kata diwakafkan. Bukan hanya bangunannya saja yang diwakafkan, Trimurti juga mewakafkan nilai, jiwa, dan filsafat hidup. Kita sebagai penerima wakaf harus menjaga dan lestarikannya.
Trimurti mewakafkan dengan ikhlas. Keluarga, anak, dan yang menerima wakaf juga ikhlas. Jangan dibentur-benturkan dengan egoisme, ambisi dan kepentingan pribadi! Itu hanya akan membuat program pondok menjadi terbengkalai, dan kamu akan terpental.
Seorang pejabat tidak mampu mengurus pondok dan santri. Seorang pengusaha juga tidak mampu mengurus pondok dan memimpin santri. Hanya orang yang memiliki jiwa kiai-lah yang mampu mengurus pondok dan memimpin santri. Karena dengan keterpanggilan jiwa, dia ingin menyebarkan ilmunya demi tegaknya Islam. Kalian semua adalah calon kiai di masa mendatang. Kalian adalah mujahid yang siap berjuang dengan harta, tenaga, bahkan nyawa untuk menegakkan agama Allah.
Anak-anakkku sekalian,
Kita akan menghadapi umur pondok yang ke-90 tahun. Gontor sudah sedemikian besar bukan karena jasa pimpinan pondoknya, bukan karena Direktur KMI-nya, bukan karena ketua yayasannya, bukan karena ketua IKPM-nya, ini semua karena kebersamaan, ini semua adalah hasil perjuangan kita bersama. Kita harus terus memupuk kebersamaan. Allah bersama kita. Allah bersama mereka yang bersatu untuk meninggikan kalimat Allah.
Kultur dan struktur pondok, spesial dan unik sekali. Kehidupan kita adalah kehidupan yang sakral. Di atas hanya Allah, di bawah hanya tanah. Ruh kita adalah keikhlasan, nafas kita adalah pengorbanan, jiwa kita adalah perjuangan. Yang mengajar, ikhlas, dan yang diajar juga ikhlas. Menjadi pengurus OPPM karena keikhlasan, dan diturunkan dari OPPM juga karena keikhlasan. Mengangkut sampah, menjaga gerbang, bulis lail, menjaga kantin, menyiram tanaman, semuanya berangkat dari keikhlasan. Bagaimana kita tidak bersyukur melihat suasana keikhlasan ini, indah… Inna shalaatii, wa nusukii, wa mahyaya, wa mamaatii, fi hadza al-ma’had, lillahi ta’ala. Harus seperti itu! Kalau tidak, maka kalian akan terpelanting keluar. Ikhlasnya hati, hanya Allah dan pelakunya yang tahu.
Anak-anakku sekalian,
Zaman ini adalah zaman yang susah ditebak. Ekonomi, teka-teki. Politik, teka-teki. Pendidikan, teka-teki. Sosial, teka-teki. Di setiap bidang, ada saja iblis dan dajjal yang merusak. Zaman ini, banyak kucing yang ingin makan rumput dan banyak kambing yang ingin makan daging. Itulah gambaran parahnya penyakit egoisme yang sedang terjadi sekarang, sudah sangat akut. Tidak puas dengan apa yang sudah ia dapat. Yang terpenting dari itu semua adalah bersyukur.
Dalam berjuang di pondok ini, kita harus tahu, kemana arah tujuan pondok ini. Apa yang bisa kita perjuangkan untuk pondok, apa yang bisa kita bantu untuk pondok, apa yang bisa kita berikan untuk pondok. Bukan, “saya dapat apa?”, “apa untungnya bagi saya?”. Itu adalah dajjal egoisme. Waspadalah!
Qabidh ‘ala jamr. Zaman sekarang, orang yang mempertahankan kebenaran, menjaga aqidah, memperjuangkan syariah, seperti orang yang menggenggam bara api di tangannya. Musuh Islam dengan segala usaha dan tipu dayanya membuat Islam dan Muslim menjadi agama dan umat yang harus dipersalahkan, dipojokkan, ditindas, dan didhalimi. Umat Islam saat ini, sedang diuji dengan itu. Oleh karena itu, kemauanmu, jiwa kerja kerasmu, jangan sampai hilang. Kerja keras datang dari keterpanggilan jiwa, dan keterpanggilan jiwa, datang dari Allah. Musuh Islam berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan kemauan dan jiwa pekerja keras dari dalam diri setiap Muslim. Dengan demikian, Muslim mudah dicerai berai dan kemudian mudah untuk dihancurkan, na’udzubillah. Maka perbanyak munajat kepada Allah. Perbanyak zikir. Perbanyak wirid.
Kemauan mendirikan pondok, mendirikan madrasah datang dari keterpanggilan jiwa yang diturunkan oleh Allah. Niat kita, li i’lai kalimatillah. Jangan terkecoh, jangan sampai logika shalihmu tergelincir dengan hasutan musuh Islam. Jangan menjadi bebek!
Tidak boleh seorang Muslim mendo’akan orang tuanya yang kafir yang telah meninggal. Bukan karena aqidah orang tuanya yang berbeda dengan aqidah anaknya. Tapi karena hubungan orang tuanya dengan Allah telah terputus, sehingga tidak bisa dan tidak mungkin do’a anaknya akan sampai kepada Allah. Namun, bila orang tuanya masih hidup, anaknya masih bisa mendo’akan agar mendapat hidayah. Untuk hal ini, kita tidak bisa mengatakan ekstrim. Karena telah ada ayat yang menjelaskan. Walaupun manusia seluruh dunia sepakat bahwa Allah itu dua, kesepakatan mereka tidak akan mampu mengubah Allah menjadi dua, Dia selamanya tetap Esa. Allah tidak membutuhkan penghambaan kita, justru karena kita sangat membutuhkan Allah, kita harus menghamba kepada-Nya.
Ma al-faqra akhsya alaikum. Nabi kita, Muhammad tidak takut, jika umatnya menjadi umat yang miskin. Tapi beliau takut jika Allah luaskan, lapangkan, dan mudahkan dunia bagi Muslim, sehingga mereka tidak lagi berjihad di jalan Allah, niatnya tidak lagi lillahita’ala, tapi mereka berbuat untuk harta, mereka berebut dunia. Kaya dunia, namun miskin hati dan akhirat, na’udzubillah.
Anak-anakku, kekayaan, ketampanan, kecantikan, kepintaran tidak menjamin kebahagiaan seorang manusia. Para artis mungkin bisa menghibur orang lain, namun belum tentu mereka bisa menghibur dirinya sendiri. Berapa banyak para artis yang akhirnya terjerat narkoba dan alkohol, karena hatinya belum menemukan kedamaian dan kebahagiaan.
Perkayalah hatimu dengan iman!
Yang paling penting bagi kita saat ini adalah memperkuat soliditas intern. Pondok ini maju, bukan karena pers, bukan karena fasilitas, bukan karena banyaknya tamu, bukan karena banyaknya bantuan, tapi karena kiprahnya orang dalam, karena solidnya barisan orang dalam. Berkiprahlah untuk masyarakat dan pondok ini!
Disampaikan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor
Pada Acara Peringatan Persemar (Peristiwa 19 Maret), BPPM, Sabtu, 19 Maret 2016. farouq