Date:

Share:

1 Windu Gontor Putri 7

Related Articles

Mengenal dunia pesantren sama halnya dengan mengenal perjuangan tokoh-tokoh intelektualisme pesantren yang telah berusaha keras mentransmisikan keislaman di bumi Nusantara. Para tokoh Pesantren juga berjuang dengan penuh tantangan di masing-masing zaman, hingga dari mereka ada yang diasingkan ke Srilangka (asy-Syaikh al-Haj Yusuf Abu al-Mahasin Hidayatullah Taj al-Khalwati al-Makasari, lebih akrab dipanggil Syekh Yusuf al-Makassari), dideportasi dari Haramayn (Syekh Nawawi al-Bantani, di Munjid disebut Nawawi al-Jawi), dianggap pembaharuannya bertentangan dengan Islam (KH. Ahmad Dahlan, pendiri Perserikatan Muhammadiyah), dianggap mengikuti kurikulum sekolah Belanda (KH. Imam Zarkasyi, salah satu pendiri Pesantren Gontor), dan tokoh-tokoh lainnya.

Catatan perjuang mereka layak diabadikan dalam bentuk karya tulis, buku-buku, cerita sejarah, ataupun sejenisnya. Karena di kemudian hari, akan diwariskan dan diceritakan kepada generasi selanjutnya. Sangat menarik, kisah-kisah para tokoh intelektual pesantren tersebut telah disajikan dari masa pertumbuhan, masa perkembangan, dan masa keemasan. Kisah mereka cukup membangkitkan ghirah semangat bagi generasi muda, bahkan mampu menerobos mindset masyarakat bahwa pesantren identik dengan membaca kitab, dan sarungan saja. Tetapi, para “tokoh bersarung” juga mampu bersaing di ranah international.

Perjalanan panjang sebuah pesantren, membawa kepada titik yang benar-benar diakui oleh khalayak masyarakat bahkan pemerintah. Sehingga bermunculan satu persatu undang-undang resmi negara yang ditunjukkan kepada Lembaga Pendidikan Islam, terkhususnya pesantren. Tetapi di sisi lain, pesantren juga mendapatkan tantangan pendidikan industry 4.0, zaman millenial. Perkembangan zaman ini tidak membuat pesantren terlepas dari keunikkan dan kesakralan sebuah Lembaga Pendidikan Islam tertua di Nusantara. Justru, pesantren semakin melebarkan sayapnya di berbagai penjuru di Indonesia.

Begitu juga dengan perjalan pahit 95 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, sebut saja dengan PM Gontor. Dari berjuang melawan penjajahan Belanda, Jepang, Partai Komunis Indonesia (PKI), dianggap mengikuti kurikulum sekolah Belanda, tidak diakui ijazah dan kurikulumnya oleh negara, hingga PM Gontor pada titik pioner kemodernan di Lembaga Pendidikan Pesantren. Bahkan, PM Gontor menjadi sorotan di berbagai pendidikan di Indonesia bahkan di negara-negara lain.

Keberhasilan sistem pendidikan yang dicanangkan oleh “Trimurti,” KH. Ahmad Sahal, KH Imam Zarkasyi, dan KH Zainuddin Fanani, dibuktikkan dengan perkembangan dan kiprah para alumni yang dirasakan saat ini. Tidak sedikit juga, para akademisi melakukan penelitian terkait pendidikan di PM Gontor. Keunikan pendidikan PM Gontor bukan dari seorang lulusan pendidikan ternama di luar negeri, akan tetapi mulham dari Allah yang diberikan kepada para Trimurti pendiri PM Gontor.

Dengan izin Allah, sampai saat ini PM Gontor diberkahi 12 cabang Kampus Putra dan 7 cabang Kampus Putri dengan jumlah seluruh santri sekitar 25.000. Pada tanggal 13 Oktober 2019 lalu, sudah dimulai pembangunan untuk membuka cabang Putri ke-8 di Lampung, kini sudah resmi dibuka. Sebelum PM Gontor menginjakkan kakinya di Lampung, banyak kisah perjuangan teladan yang digambarkan oleh para pejuang PM Gontor ketika menapakkan kaki di Bumi Lancang Kuning, Riau. Berawal dari lahan sawit dan nanas, diubah menjadi lembaga pendidikan khusus putri, PM Gontor Putri Kampus 7.

Sebuah catatan sejarah penting bagi PM Gontor saat sebidang tanah seluas 10 ha di Jl. Pekanbaru-Bangkinang Km. 21, Desa. Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, diwakafkan. Tanah tersebut merupakan tanah wakaf dari seorang janda kaya raya, Ibu Hj. Ida Mursyidah Rustam, dipanggil akrab Ti’no atau nenek dalam bahasa daerah Kuansing. Penyerahan tanah wakaf resmi diserahkan kepada PM Gontor pada hari Rabu, 15 Februari 2012 yang dihadiri oleh; Ketua beserta Anggota Badan Wakaf PM Gontor; Direktur Kuliyyatul Mu’aliminal Islamiyah (KMI) K.H. Masyhudi Subari, MA; Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Drs. K.H. Muhammad Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed; para Wakil Pengasuh Pondok Cabang; Gubernur Riau H. M. Rusli Zainal, S.E, M.P; Wakil Ketua MPR RI, Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin; mantan Mentri Agama RI, H.M. Maftuh Basyuni; dan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus.

Menurut cerita Ti’no, perjalanan tanah wakaf berawal dari pernikahan anaknya Rizaldi dengan Fatimah Azaharah, putri dari Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA. Pernikahan itu membawa pada kedua keluarga besar Ponorogo-Riau dipertemukan dan disatukan. Di suatu waktu, terjadi sebuah perbincangan antara ibu Syukri dengan Ti’no terkait tanah wakaf di Siak yang tak kunjung usai. Ti’no saat itu, berkeingin membantu permasalah tanah dengan mewakafkan tanahnya yang ia beli pada tahun 1994 silam. Singkat cerita, tanah wakaf tersebut diterima oleh Badan Wakaf PM Gontor. Setelah resmi diserahkan kepada PM Gontor, pada tanggal 03 April 2012 dimulailah pembangunan pertama dengan melibatkan 92 orang pekerja. 

Menginjakkan tahun ke-9, dan telah menempuh 1 Windu pertama, PM Gontor Putri Kampus 7 selalu medapatkan ujian-ujian baru di setiap tahunnya. Lebih terasa lagi, ketika kampus ini berumur 7 tahun (2019) dan dipercaya untuk dihadirkan 161 Siswi Akhir KMI. Pada tahun itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan, dikelola, dan ditata dengan maksimal terkhusus untuk Siswa Akhir. Karena pendidikan dan tata kelolanya sangat berbeda dengan siswi kelas 1-5 KMI.  

Alhamdulillah, berkat karunia Allah dan doa semua pihak, tercatat sampai detik ini PM Gontor Putri Kampus 7 dititipi anak-anak sholihat sebanyak 1132, guru senior 12 orang, guru uzab 5 orang, dan ustadzat 133 orang. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, proses pendidikan pesantren di kampus ini harus tetap dijaga nilai-nilainya, tidak boleh bergeser sedikit pun dari rel-rel “Trimurti” pendiri Gontor, “al-Muhafadzah ala al-Qiyam.” Khasbi Elmaliki

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Popular Articles