DARUSSALAM – Suasana belajar di Gontor sedang panas-panasnya. Siswa-siswa Gontor dari kelas 1 sampai kelas 5 dihadapkan dengan ujian syafahi (ujian lisan) selama 10 hari. Dimulai pada Ahad (15/12) dan berakhir pada Rabu (25/12). Dalam ujian syafahi ini, setiap siswa diuji sebanyak tiga kali, kecuali para siswa kelas satu, mereka diuji secara syafahi, hanya dua kali. Ujian syafahi ini meliputi, ujian Al-Qur’an, ujian Bahasa Arab, dan ujian Bahasa Inggris. Untuk siswa kelas satu, mereka hanya mengikuti ujian syafahi Al-Qur’an dan Bahasa Arab.
Ujian ini melibatkan seluruh asatidz dan kelas enam. Sebagian besar mereka ditugasi untuk menguji ujian syafahi di kelas-kelas yang telah ditentukan. Sedangkan sebagian lain mendapat tugas di pos-pos. Sebelum menguji, para penguji diharuskan membuat persiapan (i’dad) tertulis yang kemudian dikoreksi oleh guru-guru yang senior.
Dalam ruang ujian, setiap siswa diuji oleh 4 sampai 6 orang penguji. Materi-materi yang diujikan dalam ujian Al-Qur’an terdiri dari Qira’atu-l-Qur’an, Tajwid, Ibadah Qauliyah (Al-Adzkar wa Al-Ad’iyah), Ibadah ‘Amaliyah (praktik ibadah) dan Hifdzu Juz ‘Amma. Untuk materi ujian Bahasa Arab, diantaranya adalah Muhadatsah (Percakapan), Muthala’ah, Nahwu, Sharf, Mahfudzat, Mufradat, dan Tarjamah. Untuk materi Nahwu dan Sharf tidak diujikan kepada siswa kelas 1.
Sedangkan ujian Bahasa Inggris, materi-materi yang diujikan adalah Conversation, Reading, Grammar, Vocabularies, Translation, dan Dictation. Dalam ujian ini, materi Grammar tidak diujikan kepada siswa kelas 1 dan 2.
Ujian adalah sarana yang sengaja Gontor ciptakan untuk membakar semangat siswa untuk giat belajar. Belajar bukan untuk ujian, tapi ujian untuk belajar. Begitulah bunyi salah satu filsafat pendidikan di Gontor.
Dalam suasana ujian seperti ini, setiap siswa akan sangat sibuk dengan buku-buku pelajarannya. Mereka membaca, memahami, menghafal semua materi yang telah diajarkan. Dan para asatidz, mereka siap sedia selama 24 jam untuk membantu dan membimbing mereka.
“Sekarang adalah saat yang tepat untuk menempa besi yang sudah membara ini,” demikian tutur K.H. Masyhudi Subari, M.A. saat memberi pengarahan kepada para asatidz dan siswa kelas 6. Farouq