Usia Pondok Modern Darussalam Gontor, kini sudah menginjak angka 89. Angka yang tak lagi terbilang minim bagi usia seorang manusia. Berbicara tentang Gontor, kita akan memasuki sebuah dunia proses yang begitu panjang dan melelahkan. Gontor dapat berdiri tegak dan maju hingga kini, tentunya melalui sebuah perjuangan, pengorbanan, dan kebersamaan para pendiri, guru-guru, hingga santri.
Sejak berdiri tahun 1926, Gontor tak langsung begitu saja diminati dan tenar di kalangan masyarakat. Di awal berdirinya, Gontor memulainya dengan fase Tarbiyatul Athfal. Sepuluh tahun berjalan, Gontor mulai mampu untuk mendirikan tingkatan sekolah yang sederajat dengan sekolah menengah. Padahal masa itu, orang pribumi mampu lulus sekolah rakyat saja sudah hebat. Nama lembaga itu adalah Kulliyyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyyah.
Perjuangan dan keikhlasan para pendiri Gontor, mencapai puncaknya saat penyerahan piagam wakaf kepada umat Islam. Ini merupakan bentuk keikhlasan yang memuncak dan tak terbantahkan. Padahal, pada tahun 1958, tahun di mana Gontor diwakafkan, pondok ini sudah memiliki ratusan santri, aset bergerak dan tak bergerak yang tidaklah sedikit. Inilah yang menjadi titik balik Gontor, dari yang sebelumnya merupakan lembaga milik keluarga pendiri, menjadi milik umat Islam seluruh dunia.
Lambat laun, Gontor mulai dikenal. Para alumninya mulai dipandang. Sistem, kurikulum, disiplin, hingga tata cara berpakaian para santrinya pun diikuti. Gontor mulai diperhitungkan. Terutama sejak lembaga-lembaga pendidikan formal yang digalakkan pemerintah, menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Mereka mulai melirik kepada sistem pendidikan pesantren, terutama Gontor. Apalagi, saat para alumni Gontor dapat mendirikan pondok-pondok pesantren lain, yang kemudian dengan cepat dikenal dan diterima baik oleh masyarakat.
Kini, Gontor menatap usianya yang ke-90 tahun. Di usianya yang tak lagi muda, Gontor terus maju dengan tetap menjaga nilai-nilai yang telah ditanamkan sejak didirikan. Jujur, memegang teguh nilai, visi, dan misi yang sama, selama 90 tahun itu tidak mudah. Perbedaan zaman, keadaan, situasi politik, hingga kondisi perekonomian, memaksa sebuah institusi untuk mengubah cara pandangnya agar dapat diterima oleh zaman. Namun hal tersebut tak berlaku bagi Gontor, ia tetap teguh pada prinsipnya, berdiri di atas kakinya sendiri, di atas hanya Allah, di bawah hanya tanah. binhadjid