GONTOR – Jikalau ada yang ingin mengetahui apa itu nasionalisme, maka datanglah ke Gontor. Begitulah perkataan K.H. Hasan Abdullah Sahal yang terngiang-ngiang di benak santri. Perkataan ini bukanlah main-main, tapi inilah realita yang ada. Kenyataan bahwa di dalam kehidupan pondok pesantren sarat akan pendidikan dan penanaman nilai-nilai nasionalisme. “Suli dicari, mahal harganya”, ungkap ayahanda tercinta.
Salah satu bukti pendidikan nasionalisme yang diajarkan kepada para santrinya adalah kerukunan antar suku bangsa. Bayangkan, ada kurang lebih empat ribu santri yang hidup berdampingan di dalam lahan seluas 14 hektar, dan mereka semuanya berasal dari berbagai macam suku bangsa yang ada di seluruh penjuru Indonesia, bahkan luar negeri. Lebih sulit lagi, sebagian besar santri itu sedang memasuki masa-masa remaja, atau masa pencarian jati diri, yang identik dengan perasaan ingin menang sendiri, merasa kuat, dan bahkan merasa dirinya atau kelompoknyalah yang paling baik.
Tetapi hal itu tidak terjadi di pondok ini. Karena para santri semenjak menjadi santri baru sudah dibekali berbagai pendidikan nasionalisme, yang bertujuan untuk meminimalisir hal-hal negatif tersebut. Maka timbullah rasa saling menghargai dan tenggang rasa antar suku bangsa. Sehingga hubungan antara santri yang berbeda suku, ras atau kelompok tetap harmonis. Bahkan perbedaan tersebut menjadi sebuah keindahan tersendiri yang menghiasi persahabatan antar santri.
Dan sebagai wadah bagi para santri dalam mengekspresikan keberagaman suku bangsa tersebut, dibuatlah acara demonstrasi bahasa, yang merupakan salah satu dari rentetan acara Pekan Perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy. Acara ini terdiri dari beberapa drama dan pidato yang dibawakan oleh perwakilan santri dari setiap konsulat dengan bahasa daerahnya masing-masing. Pada acara demonstrasi bahasa tahun ini, ada tujuh konsulat yang tampil, yaitu Surakarta dan Jogjakarta (Bahasa Jawa), Priangan (Bahasa Sunda), Bali dan Nusa Tenggara (Bahasa Bali), Luar Negeri (Bahasa Thailand), Madura (Bahasa Madura), Medan (Bahasa Medan), dan Sulawesi, Maluku, dan Irian (Bahasa Bugis).
Acara demonstrasi bahasa tersebut dihadiri oleh seluruh santri baru, sebagai pengganti kegiatan belajar malam yang biasa mereka lakukan setelah shalat Isya’. Lebih istimewanya lagi, acara yang diselenggarakan pada hari Kamis, 25 Juli 2019 ini dihadiri langsung oleh ayahanda tercinta K.H. Hasan Abdullah Sahal. Seluruh panitia dari kelas 3 intensif dan kelas 4 pun terlihat sungguh-sungguh dalam mempersiapkan acara ini. Suasana ukhuwah islamiyah antar suku bangsa pun tercipta dalam atmosfir ruangan BPPM yang meriah. “Benar-benar berbagai bahasa yang ditampilkan dalam acara ini mencerminkan ukhuwah islamiyah”, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Ustadz Rahmatullah Furqan, M.Pd, dalam sambutan pembukaannya.
Pada akhirnya, acara ini ditutup dengan penampilan rebana. Meskipun ada beberapa evaluasi di sana-sini, tapi secara umum acara berjalan lancar dan seluruh penonton merasa bangga akan keragaman budaya bangsa Indonesia yang bersatu di bawah naungan surga satu menara, dalam Pondok Modern Darussalam Gontor. #FachriR