KH Imam Zarkasy (salah satu Trimurti pendiri Pondok Modern Gontor) pernah berkata; “anak-anaku yang di lahirkan di atas ‘jogan’ berbeda dengan mereka yang lahir di atas ‘tekel…”, kalimat tersebut mengandung makna; bahwa generasi yang dilahirkan dalam kondisi prihatin (jogan; lantai rumah dari tanah) akan memiliki jiwa kuat dan kokoh! Dan tentu saja berbeda dengan mereka yang dilahirkan dalam kondisi yang sudah enak (tekel; lantai rumah dari semen), yang lahir saat segala sesuatu serba mudah. Masih adakah generasi jogan itu? Generasi yang tahan banting. Generasi yang memiliki daya dorong dan mampu bertahan dalam kondisi seburuk apapun. Generasi pejuang! masih adakah!?
Dahulu, saat tekhnologi belum semaju sekarang, setiap anak memiliki tugas mengerjakan sesuatu di rumah masing-masing. Ada yang tugasnya mengisi bak kamar mandi, menyapu halaman, membersihkan rumah, menyalakan lampu, menyiapkan kayu bakar untuk memasak dan lain-lain. Dalam aktifitas semacam itu, anak-anak tersebut terdidik untuk saling menolong, serta tanggung jawab atas amanat yang diberikan orang tua mereka. Permainan anak-anak yang ada juga memiliki konstribusi dalam menanamkan nilai di jiwa anak jaman itu meskipun permainan yanga ada masih sangat sederhana, entah itu sepak bola, voly ball, petak umpet, blaksodor atau sekedar renang bersama-sama di sungai. Dalam intraksi mereka dengan orang lain itu, mereka terbiasa untuk saling menenggang dan berlatih untuk mengontrol emosinya. Kehidupan di rumah dan masyarakat jaman itu, telah – tanpa sengaja – menjadi media terbentuknya karakter yang baik pada jiwa anak-anak itu.
Tanggung jawab, saling tolong, toleransi, memanage perasaan, menenggang teman, tidak egois, kebersamaan, adalah nilai-nilai agung kehidupan dan hal tersebut sangat mudah didapatkan anak-anak jaman itu dalam aktifitas harian mereka. Mereka, anak-anak itu mendapatkan pendidikan dasar jiwa mereka melalui penugasan dan pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka di rumah dan lingkungan mereka bergaul. Hasilnya; jiwa mereka terbentuk dengan nilai-nilai yang baik! sehingga untuk diisi dan ditambah dengan nilai-nilai yang baik – dalam rentang kehidupan mereka selanjutnya – sangat mudah, dan membentuknya untuk menjadi lebih baik; tidak sulit!
Hari ini, saat perkembangan tekhnologi begitu pesat. Sulit mendapatkan anak yang masih mudah diperintah orang tua untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Permainan mereka juga sudah berubah dari yang melibatkan interaksi dengan teman-teman mereka di ladang dan lapangan, berganti dengan permainan di dalam kotak kecil ukuran 7,9,10,12 inch. Jika dahulu mereka berinteraksi dengan pikiran orang lain, hari ini mereka berintraksi dengan pikiran sendiri, dalam game-game yang ditawarkan dunia online atau yang ada di dalam hp, leptop atau media lain yang mereka miliki. Akibatnya, mereka lebih cendrung memilih hal yang praktis-praktis saja, menghindari yang melelahkan, berat dan yang membutuhkan usaha lebih untuk mendapatkanya. Fasilitas modern telah memanjakan mereka untuk mendapatkan segala hal dengan mudah. Watak dan karakter yang lahir dari jaman yang semacam ini adalah watak yang mencari gampangnya, enaknya, mudahnya.
Untuk mengembalikan nilai-nilai jaman lalu ke dalam jaman kita tentulah mustahil. Yang bisa kita lakukan adalah mencarikan tempat yang baik dimana anak-anak itu menemukan satu lingkungan yang keseluruhan sudutnya mampu menjadi alat untuk membentuk karakter baik anak-anak kita. Sekolah yang ada saat ini, masih bingung mencari bentuk bagaimana sesungguhnya pendidikan berbasis karakter itu. Sementara waktu anak-anak itu di sekolah tidak lebih panjang dari waktu mereka di luar sekolah. Demikianpun, tidak banyak sekolah yang memiliki aturan dimana mereka sanggup meminimalis pengaruh buruk lingkungan. Bisa dipastikan, bahwa lingkungan dimana anak-anak itu bergaul, jauh lebih banyak perannya dalam pembentukan karakter anak tersebut daripada sekolah dengan segala jenis program berbasis karakternya itu. Satu-satunya tempat yang kondusif, yang paling tepat; untuk pendidikan karakter adalah boarding school; sekolah yang siswanya berada 24 jam kali lama siswa itu menempuh jenjang pendidikannya; dimana tiga unsur pendidikan – rumah, lingkungan, sekolah – terintegrasi dengan nyata.
Gontor adalah salah satu lembaga penidikan yang memenuhi syarat di atas; ia telah membuktikan keunggulan sistem pendidikannya karena telah melewati puluhan tahun dan tidak pernah berubah dari misi dan visinya sejak pertama ia dicita-citakan pendirinya hingga sekarang. Yang diwariskan Trimurti (tiga pendiri Pondok Modern Gontor) kepada penerusnya adalah value (nilai). Value itulah jiwa, ruh, dimana hidup matinya Gontor adalah terjaga tidaknya value yang diwariskan oleh Trimurti pendiri Gontor tersebut. Selagi nilai (value) itu tetap sama dan tidak berubah, maka sepanjang itu Gontor tetap hidup! Pesan yang disampaikan KH. Imam Zarkasy “Apa yang ada ini kalau dijaga dengan bik, sudah cukup! Hendaknya hati hati dengan hal baru!” telah menjadi rambu yang menjaga keberlangsungan nilai-nilai Gontor itu tetap ada dan hidup hingga kini. Value inilah yang menjadi misi Gontor untuk ditransformasikan ke dalam jiwa anak didiknya agar setelah selesai dari belajarnya di Gontor menjadi jiwanya yang dengan itu ia disebut sebagai manusia yang hidup. Wallahu a’lamu bishawab. (hasibamrullah).