Kini, pertumbuhan pondok pesantren di Indonesia sangat pesat. Hampir di setiap daerah di pelosok negeri, menjamur pondok-pondok pesantren dengan berbagai corak, entah modern, salafi, tahfidz, ilmu Qur’an, Hadits, hingga beberapa pondok yang fokus terhadap ilmu umum. Menurut Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A., Pembantu Rektor I Institut Studi Islam Darussalam (ISID), jumlah pondok pesantren di Indonesia saat ini mencapai kurang lebih 30 ribu pondok, tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Meski tersebar, jumlah ini masih terkonsentrasi pada sejumlah daerah mayoritas Muslim.
Meski demikian, jika jumlah santri dipukul rata dengan 1.000 orang per pondok, maka jumlah ‘orang pesantren’ di Indonesia ini mencapai 30 juta orang. Satu jumlah yang fantastis. Namun faktanya, jumlah tersebut masih jauh dari jumlah masyarakat penduduk Indonesia.
Inilah yang dimaksudkan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal. Kita ini, ‘orang pesantren’, istilah yang digunakan untuk menggambarkan para santri, guru, staf hingga kiai yang bergelut di dunia pesantren, masih kalah dengan jumlah penduduk Indonesia yang dewasa ini mencapai 250 juta jiwa. Sehingga ‘orang pesantren’ bisa dikatakan minoritas.
Namun, K.H. Hasan Abdullah Sahal mengingatkan, bahwa kita tidak boleh sekali-kali gentar meskipun minoritas. Karena, insya Allah, kita berjuang di jalan yang benar. Jalan yang diridhai oleh Allah. Jalan yang dapat merekatkan, mempersatukan, bahkan merapatkan barisan umat Muslim bangsa ini, bahkan umat Muslim dunia. Sehingga tidak tergerus oleh ombak penjajahan ‘tak nampak’ pada zaman ini.
Ini mengingatkan kepada kita tentang hadits Rasulullah SAW tentang keberadaan Islam pada masa Jahiliyah, di mana Islam berada dalam keterasingan, di tengah gelombang kebodohan yang merajalela di Makkah. Rasulullah SAW bersabda, “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (H.R. Muslim). binhadjid