Nampaknya baru kemarin saya nyantri (1996-1999) dan guru pengabdian (1999-2000) di Gontor, saya masih ingat suasana saat beliau KH. Abdullah Syukri Zarkasyi menyampaikan nilai-nilai, petuah dan nasehat. Di depan para santri dan guru-guru, beliau selalu dapat membuat suasana khidmat, karena kami ingin mendengar sesuatu yang baru dari beliau, yang pasti dahsyat dan penuh dengan nilai-nilai.
“Bergeraklah, karena dalam pergerakan itu ada keberkahan, dan keberkahan bersama dengan pergerakan”
“Berfikir keras, bekerja keras, berdoa keras dan bersabar keras”
Selama bersama beliau nyantri, kami selalu didoktrin untuk menjadi: ahli ibadah, orang yang bermanfaat, pejuang, penggerak, ikhlas dan lain sebagainya.
Saat kami akan mendirikan Pondok Modern Tazakka tahun 2010, kami sowan beliau untuk mohon doa restu, beliau memberi pertanyaan kepada kami: “Seneng Pondok atau Seneng Punya Pondok?”. Tentu jawaban yang sulit saat itu bagi kami, lalu beliau menjelaskan: “Seneng Pondok itu artinya kamu mendirikan Pondok, kamu berada di dalamnya, membina, mengasuh dan mendidik santri-santrimu, suka duka berada di dalam Pondok, totalitas hidupmu untuk Pondok”. Beliau lalu menjelaskan makna Seneng Punya Pondok: “Seneng punya pondok itu artinya kamu membangun Pondok, namun hati jiwamu tidak di dalamnya, bahkan hidupmu di luar pondok, tidak melihat mendengar merasakan apa yang dilakukan santri”.
Beliau lalu menjelaskan makna pengasuh pondok harus dekat dengan Santri (di dalam pondok): “Dekat itu bukan jarak berapa meter, dekat itu adalah kamu bisa merasakan apa yang dirasakan santri, mendengar mereka, melihat dan hidup bersamanya”.
Kiai Syukrilah yang meletakkan pondasi dasar-dasar nilai-nilai di Pondok Modern Tazakka. Tazakka lahir dari sentuhan beliau.
Dulu, selesai masa pengabdian di Gontor, tahun 2000 saya berangkat ke Mesir untuk studi di Al-Azhar. Tahun 2001 kami (PPMI) mengadakan seminar dan mengundang Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Azumardi Azra, yang kemudian tahunn 2002 IAIN Syarif menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Liga Universitas Islam yang dihadiri para rektor, akademisi dari berbagai perguruan tinggi dunia yang dipimpin oleh Sekjennya Prof. Dr. Jakfar Abdussalam.
Saat konferensi itulah saya bertemu kembali dengan beliau Ayanda Kiai Syukri, saya menyalaminya dan beliau membalas: “Anizar, siapa yang bawa para rektor dan tamu tamu ini?”, begitu tanya beliau.
“Saya yang pegang agenda jadwal acaranya kiai”, lalu beliau memerintahkan: “Kalau begitu selesai acara di Jakarta bawa ke Gontor”.
Singkat cerita, tamu-tamu dari Liga Universitas Islam tersebut saya bawa ke Gontor, disambut dengan gagap gempita, marching band dan acara di BPPM. Inilah lembaran hubungan Gontor dengan Liga Universitas Islam/Robitoh Al-Jamiat Al-Islamiyah yang sangat intensif.
Selama di Mesir, setiap tahun, saya berkesempatan ke Gontor dengan para ulama, profesor dari Mesir, dalam berbagai momentum kegiatan, sengaja mengadakan acara seminar di UGM, UIN dan lain sebagainya, lalu ke Gontor, atau sebaliknya, bagi mahasiswa saat itu, bisa pulang tiap tahun sudah senang, namun yg lebih penting lagi adalah membuat jaringan. Beliau mengajarkan: “Pandai-pandailah membuat jaringan, dan pandai-pandailah memanfaatkannya”.
Puncaknya pada tahun 2005, saat saya sedang Haji berada di Makkah, Kiai Syukri telpon ke HP (zaman itu mahasiswa punya HP sudah mewah), antara percaya dan tidak bahwa yang muncul di layar HP adalah Call adalah nama Kiai Syukri, begitu saya menyimpan nama beliau di HP Alcatel.
Saat saya angkat telepon beliau langsung salam dan menyampaikan “Anizar, ini Pak Syukri, acara 80 tahun Gontor (tahun 2006) saya ingin Grand Syaikh Al-Azhar hadir, kamu bisa atur?”.
Sebagai santri spontan tanpa berpikir panjang saya jawab “Bisa Kiai, segera akan saya petakan setibanya saya di Mesir”.
Setibanya di Cairo, mulailah saya menata dan menghubungi semua jaringan Al-Azhar yang sejak tahun 2001 saya bangun, untuk memetakan dan meyakinkan Grand Syaikh Al-Azhar saat itu Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thontowi agar berkenan ke Indonesia khususnya Gontor.
Lampu hijau, Grand Syaikh berkenan ke Gontor, maka saya langsung telepon ke Kiai Syukri: “Assalamualaikum Kiai, Grand Syaikh lampu hijau berkenan ke Gontor”.
Kiai Syukri Syukri lalu menemui Presiden SBY, dan selanjutnya 2 minggu kemudian Kiai Syukri didampingi Kiai Akrim Mariyat dan Dr. Dihyatun Masqon terbang ke Cairo membawa surat undangan dari Presiden SBY untuk Grand Syaikh Al-Azhar sebagai tamu negara.
Alhamdulillah 2006, Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thontowi berkunjung ke Gontor Indonesia, dan saya mendapat tugas dari Ayahanda Kiai Syukri dan Kepala Perwakilan RI di KBRI Bapak Muzammil Basyuni untuk mendampingi Grand Syaikh secara khusus.
Di tahun yang sama, adalah Dr. Mustofa Dasuki, orang Mesir yang sangat paham dengan Gontor, Indonesia dan seisinya, menyampaikan usulan kepada Sekjen Liga Universitas Islam Prof Jakfar Abddussalam, bahwa setelah melihat dan mengamati peran Kiai Abdullah Syukri, maka sangat layak untuk mendapatkan bintang kehormatan dari negara Mesir.
Saya dipanggil ke Kantor Sekjen Prof Jakfar, di situ sudah ada Prof. Nabil Samakuthi (Wakil Sekjen) dan Dr. Mustofa Dasuki.
Saya diminta untuk menyiapkan profil Kiai Syukri, profil Gontor, peranan kiai Syukri di dunia pendidikan, kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Saya membentuk tim di IKPM Cairo, memulai mengetik dengan bahasa Arab, lalu semuanya kami bawa kami tashih mustolah lughowiyah-nya ke beberapa orang mesir, salah satunya adalah Pemred Jaridah Shoutul Azhar, agar bahasa Arabnya lebih mudah dipahami orang Arab.
Banyak tantangan, rintangan, bahkan orang-orang tidak percaya usulan Sekjen Liga Universitas Islam untuk Kiai Syukri kepada Presiden Mesir, namun sesuai prinsip yang diajarkan Kiai Syukri, terus bergerak pantang mundur dan harus sukses, maka pada akhirnya tahun 2006, Ayahanda K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi mendapatkan Wusam Jumhury, Bintang Kehormatan dari Negara Mesir. Kiai Syukri menjadi orang pertama dan satu-satunya yang mendapatkan bintang kehormatan dari negara Mesir. Mesir sebagai negara mengakui peranan penting Kiai Syukri baik dalam bidang pendidikan, kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Hari ini, Kamis 22 Oktober, saya mengangkat jenazah Ayahanda Kiai Syukri, ikut mensholatkan, dan mengangkatnya kembali sampai ke pemakaman. Dari malam hari sampai selesai pemakaman, air mata terus mengalir, tidak dapat dibendung.
Husnul khotimah Kiaiku, bersama para anbiya was syuhada, dan kami selalu akan mendoakan Ayahanda Kiai Haji Abdullah Syukri Zarkasyi.
@Anizar Masyhadi
Pimpinan Pondok Modern Tazakka