Hj. Irena Handono, kristolog yang sudah mengislamkan lebih dari 200 orang, kini berkesempatan hadiri mengisi seminar nasioanal di Gontor Putri kampus 1 dengan tema Membentengi Akidah Anak dari Ancaman Kristenisasi Sejak Dini. Perempuan berumur 62 tahun ini datang bersama dua kru-nya dan memulai seminar pada pukul setengah sepuluh pagi Ahad (28/8). Ini adalah sesi kedua seminar setelah sebelumnya diisi oleh Ustadz Suharto yang membedah tiga buku.
Ummi Irena, begitu beliau akrab dipanggil, menjelaskan bahwasanya ada dua golongan yang selalu mempengaruhi umat Islam dan tidak akan pernah rela sebelum mengikuti millah mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani. Arti dari kata millah sendiri mencakup agama, budaya dan pola pikir.
“Mereka mempengaruhi umat Islam selangkah demi selangkah, hasta demi hasta, hingga terperosok seperti yang disebutkan dalam hadits lubang biawak,” paparnya.
Beliau pun memperlihatkan sensus bahwasanya 2 juta Muslim Indonesia murtad per tahun. Padahal Indonesia adalah negara dengan jumlah Muslim terbanyak di dunia. Terlebih pembangunan masjid yang hanya meningkat 63 persen. Jumlah ini adalah terkecil dibandingkan pembangunan rumah peribadatan agama lain yang mencapai 100 hingga 400 persen. Hal ini yang ditekankan oleh Ummi Irene agar Muslim dapat merapatkan barisannya untuk membentengi akidah.
“Jatuh atau bangkitnya umat Islam suatu negara berhubungan langsung dengan kesejahteraan umat manusia. Contohnya saja kemerdekaan Indonesia yang diraih melalui tangan Muslim.”
Pendiri pondok pesantren Muallafah yang berada di daerah Sentul ini pun menjelaskan bahwasanya hal paling parah adalah pluralisme atau doktrin bahwasanya semua agama adalah sama. Kemudian ia memberikan perbandingan konsep Tuhan antara agama Katolik dan Islam yang sudah jelas berbeda. Bila Islam memiliki konsep tauhid, maka lain halnya dengan Katolik yang memiliki kepercayaan trinitas (Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan roh kudus).
Penjelasan penulis buku Bibel Bukan Injil ini pun merambah pada contoh-contoh pemurtadan terselubung dalam bungkus kegiatan sosial, penistaan agama melalui game, serta bahaya manga Jepang bagi akidah anak-anak.
Tidak berlebihan apa yang dikatakan oleh Halimah As-Sa’diyyah, moderator pada seminar ini. “Bila India memiliki Dr. Zakir Naik, maka Indonesia memiliki Ummi Irena.” (dee)