Walaupun di dalam mahfudzot dikatakan “al-Insaanu maha-l-khoto’ wa an-nisyaan” tetapi guru itu tidak boleh salah. Guru dalam bahasa jawa artinya adalah digugu dan ditiru. Kenapa dikatakan demikian karena masih banyak guru yang salah dalam mengajar, khususnya dalam pelajaran tafsir, makhfudzot, dan hadist.
Seorang guru harus memiliki persiapan yang sempurna dan matang sebelum ia mengajar. Jangan hanya yakin, tapi harus haqqul yakin, karena itu adalah wujud kesungguhan dalam mengajar. Tentunya hal tersebut untuk menghindarkannya dari kesalahan. Seorang guru, khususnya guru yang mengajar pelajaran hafalan. Maka guru tersebut harus mengecek tulisan muridnya, apabila ia menemukan kesalahan dalam tulisan tersebut, maka ia harus langsung membenarkannya dengan pena yang berbeda warnanya dengan murid. Hal ini dilakukan agar santri dapat mengetahui kesalahannya. Ketika guru mengoreksi tulisan dan jawaban santri, sebenarnya guru itu telah menambah ilmunya sendiri, khususnya ilmu dalam menghukumi jawaban santri.