Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang memiliki nasionalisme dan fanatisme terhadap bangsa, negara, dan segala yang dia miliki. Setiap orang juga mempunyai rasa cinta terhadap sejarahnya, sejarah tanah airnya, tanah kerjanya, dan tanah tempatnya bermain. Sehingga semua hal tersebut menjadi sesuatu yang berharga bagi dirinya. Dalam bahasa Arab terdapat kata “اِعْتَزَّ” yang berarti mencintai sesuatu sampai pada derajat tidak mau kehilangannya.
Indonesia merupakan sebuah negara yang sudah merdeka. Negara mana saja yang merdeka maka dipastikan negara tersebut akan mempertahankan, membina, mengisi, dan membela kemerdekaannya secara total. Hal ini merupakan fitrah sebuah bangsa yang merdeka, karena sudah memiliki kesadaran bahwa penjajahan adalah hal yang sangat merugikan bagi suatu bangsa. Indonesia pernah dijajah berabad-abad lamanya oleh berbagai negera seperti: Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris, Belanda, dan Jepang. Itu semua karena kebodohan, kemiskinan, kelemahan, dan tidak memiliki rasa percara diri untuk membuat sendiri bangsa yang merdeka.
Para penjajah tentunya ingin mempertahankan daerah jajahannya dengan segala cara. Penjajah pada zaman dahulu menjadikan bangsa Indonesia sebagai jajahannya, karena mereka memiliki rasa kepercayaan diri atau dalam bahasa Arab ‘عزّة النفس’ yang tipis. Sehingga bangsa Indonesia tidak bisa bangkit dan tidak memiliki rasa cinta tanah air. Penjajahan juga menjadikan bangsa Indonesia memiliki jiwa nasionalisme yang lemah. Sehingga rasa kepemilikan terhadap tanah air, keinginan untuk berkorban, serta membela negaranya lemah. Inilah yang terjadi pada saat bangsa Indonesia masih terjajah oleh berbagai negara secara silih berganti pada masa lalu.
Dalam menghindarkan diri dari penjajahan, KH. Hasan Abdullah Sahal, pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor menekankan dua hal, yaitu nurani kemanusiaan dan naluri kebangsaan. Setiap individu dalam bangsa Indonesia pasti mempunyai nurani atau hati kecil yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian setiap orang juga memiliki naluri yang dibentuk dari perwatakan turun temurun dan lingkungan. Nurani dan naluri bangsa Indonesia adalah bertuhan atau menyembah Tuhan, sehingga ciri khas dari bangsa Indonesia adalah menganut salah satu dari berbagai macam kepercayaan.
Manusia yang memiliki nurani dan naluri kebangsaan tidak akan rela jika bangsa atau negaranya dijajah dan dikuasai oleh bangsa asing. Dalam teks pembukakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah dinyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Naluri bangsa Indonesia yang sudah terbentuk sejak dulu adalah anti ateisme atau anti terhadap manusia yang tidak bertuhan, anti terhadap orang-orang yang menjajah, dan anti terhadap antek-antek penjajah. Itu karena karakter penjajah adalah tidak akan melepaskan wilayah jajahannya sebab mereka menikmati hasil dari negara jajahan dan memonopoli wewenang terhadap wilayah pendudukannya.
KH. Hasan Abdullah Sahal berkata bahwa terdapat “5K” yang dilakukan untuk melakukan penjajahan terhadap suatu negara. “K” yang pertama adalah kacaukan. Negara yang akan atau sedang dijajah tidak boleh merasakan keamananan, kerukunan, ketenangan, dan keharmonisan di antara rakyat dan pemerintahannya sehingga kemudian terjadilah perpecahan dan kekacauan. Dengan ini, negara tersebut akan meminta penyelesaian masalah kepada penjajah yang dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah dalam negerinya.
Setelah memberikan solusi dan pemecahan masalah kepada negara yang sedang dikacaukan tadi, maka “K” yang kedua adalah kendalikan. Negara penjajah akan mengatakan kepada negara yang diduduki agar kekacauan dan perpecahan yang terjadi jangan diurusi sendiri dan diselesaikan sendiri. Tetapi biarlah negara penjajah yang akan menyelesaikan dan mengurusi segala masalah yang ada. Dengan solusi dan penyelesaian masalah inilah negara penjajah akan mengendalikan negara jajahannya dengan segala kebijakan dan peraturan yang tentu akan menguntungkan bagi negara penjajah tersebut.
Akhirnya terjadilah “K” yang ketiga yaitu kuasai. Dengan menguasai negara yang diduduki, penjajah dapat melarang dan memerintahkan serta mengatur semaunya rakyat dari negara yang sedang dijajah untuk keuntungan penjajah. Dengan kewenangan untuk melarang dan memerintahkan negara yang sedang dijajah, negara penjajah dapat menguras dan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia untuk memperoleh keuntungan materi secara maksimal sesuai dengan “K” yang keempat yaitu kuras. Setelah dikuras baik itu sumber daya alam dan tenaga dari sumber daya manusia yang ada, maka “K” yang kelima adalah kurus, konyol, krempeng sampai mati atau tidak adanya kesejahteraan bagi rakyat yang sedang dijajah.
Bangsa penjajah dan yang dijajah dapat diibaratkan seperti kuda dan kusir. Kusir hanya memposisikan kudanya sebagai tunggangan yang mudah untuk diperintahkan dan diarahkan kemanapun kusir kehendaki. Tidak akan kusir mau turun derajatnya menjadi kuda dan selamanya kuda akan tetap menjadi kuda dan tidak akan menjadi kusir.
Kemerdekaan Indonesia yang dapat dinikmati sekarang sebenarnya kemerdekaan yang memiliki derajat yang rendah. Sebenarnya Indonesia belum merdeka karena mata dan telinga kita sebagai bangsa Indonesia, hidup sedang dijajah, dan sampai undang-undang yang berlaku di Indonesia juga undang-undang yang dijajah. Penjajahan yang terjadi di zaman modern ini tentu terjadi bukan dengan senjata, tetapi penjajahan secara halus dengan penanaman kebiasaan yang buruk, merusak moral, dan akhlak para pemuda Indonesia. Penjajahan yang lain ialah dengan cara memanfaatkan sumber daya alam Indonesia yang seharusnya bisa dikelola sendiri oleh bangsa Indonesia dan memberikan keuntungan bagi rakyat, tetapi justru dinikmati oleh para penjajah.
Seharusnya dengan segala fenomena yang terjadi di zaman sekarang, kita sebagai bangsa Indonesia harus menanamkan kepada diri kita rasa tanggung jawab untuk mempertahankan apa yang kita miliki ini dan menyadari bahwa bangsa Indonesia sedang dibuat terpecah belah. Perpecahan ini menyebabkan tipisnya rasa kebangsaan dan nasionalisme rakyat Indonesia terhadap negaranya sendiri.
Kita sebagai generasi penerus harus bisa meneruskan perjuangan nasionalisme para pahlawan yang telah memerdekakan Indonesia dari penjajahan. Apa yang para pahlawan hadapi pada zaman dahulu itu sama dengan apa yang dihadapi pada zaman sekarang. Dulu dijajah secara fisik dan sekarang juga dijajah secara halus. Maka, kita harus memperjuangkan kembali kemerdekaan yang hakiki bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dan bebas dari segala macam bentuk penjajahan.
Kita harus membina, membangun, dan membangkitkan kembali rasa nasionalisme dan kebangsaan yang ada dalam diri kita. Kita harus memperjuangkan apa yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia karena yang kita miliki tidak boleh diganggu dan dirampas oleh orang lain. Kita harus menjadikan bangsa ini bangsa yang merdeka, yang bisa menentukan arah kehidupannya sendiri sesua dengan kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Generasi penerus bangsa Indonesia harus mewarisi dan memiliki nurani kemanusiaan dan naluri kebangsaan dari para pahlawan yang telah mendahuluinya. Ini sangatlah penting mengingat banyak generasi penerus sekarang yang hanya menjadi generasi strawberry atau generasi yang tampan, gagah, cantik, tetapi sangat mudah untuk layu dan lembek. Maka, kita harus menjadi generasi penerus yang kuat dan mampu memperjuangkan kemerdekaan yang sebenarnya bagi bangsa Indonesia dengan rasa nasionalisme yang tinggi serta nurani dan naluri kebangsaan yang kuat.
(Artikel: Akmal; Foto: Wahyu; Reviewer: Qoid Ibadurrahman, Winka Ghozi)
Related Articles:
HUT RI ke-79: Gontor dan Pesantren Tegaskan Komitmen Anti Penjajah dan Penjajahan
Bangkitkan Jiwa Patriotisme dalam Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-77
Upacara HUT RI Ke-77; Pertahankan Jati Diri Demi Kedaulatan Bangsa