Home Blog Page 534

Dinasti

0

Dalam tradisi kepemimpinan tradisional, pimpinan pesantren, atau biasanya kyai adalah pengasuh, pemimpin, sekaligus pemilik pesantren.

Hal ini menjadikan kyai sebagai figur sentral. Dinasti kepemimpinan ini berlanjut ketika sang kyai meninggal, maka seluruh aset pesantren beserta kekyaian diwarisi oleh keturunannya.

Pada pola kepemimpinan yang sedemikian, ada dua hal yang perlu diperhatikan: pertama, hanya anak kyai yang berhak mewarisi kepemimpinan; kedua, pesantren dijalankan dengan dengan kepemimpinan tunggal.

Persoalan yang seringkali muncul adalah: kualifikasi seorang pewaris kepemimpinan. Tanpa adanya kemampuan personal dari pewaris kepemimpinan, kelangsungan pesantren sepeninggalan kyai terdahulu tidak dapat dipertahankan. Pada poin kedua, kepemimpinan tunggal adalah pola kepemimpinan yang rentan apabila ketika pesantren menjadi besar, maka akan dihadapi masalah yang semakin kompleks, seiring kemajuan pondok dengan bertambahnya jumlah santri atau permasalahan lainnya.

Sebuah pandangan baru, yang sekarang diterapkan Gontor, bahwa kepemimpinan pesantren tidak lagi bersifat dinasti atau individual. Penetapan seorang pemimpin lebih ditentukan pada faktor kelayakan ketimbang keturunan, sehingga anak seorang kyai tidak otomatis menjadi pemimpin pesantren kecuali jika ia memenuhi standar kelayakan untuk menjadi pimpinan.

Disarikan dari buku Manajemen Pesantren, Pengalaman Pondok Modern Gontor, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi.

Rehumanization

0

Salah satu tujuan pendidikan di Gontor adalahpembentukan karakter, atau dalam bahasa lain, ‘memanusiakan manusia’. Di kala sistem pendidikan yang ada dan berlaku secara mainstream hanya bertujuan mencetak pegawai dan tenaga kerja, Gontor menetapkan character building dan society-oriented education sebagai salah satu tujuannya.

Hal ini berkaitan dengan pentingnya pembentukan karakter. Apabila orientasi pendidikan hanya berkisar antara mencari sekolah bergengsi agar mendapatkan kerja di tempat yang nyaman secara finansial, betapa kurangnya nilai pendidikan. Tak bisa dipungkiri, itulah yang terjadi secara mayoritas, dewasa ini.

Dengan menetapkan pekerjaan sebagai goal pendidikan, maka telah tercipta generasi dengan mindset yang hidup hanya untuk kebutuhan finansialnya. Generasi ini akan hidup secara individual, karena baginya hidup adalah perjuangan mencari uang.

Gontor mendidik santrinya untuk tidak bermental pegawai. Santri diharapkan pada akhirnya bisa berwiraswasta sehingga ia bisa membantu dan memperjuangkan masyarakat, bukan hanya sekedar meraup pendapatan sebesar-besarnya, bahkan hingga menghalalkan segala cara.

Visioner

0

Gontor dimulai dari sebuah gagasan visioner: sebuah lembaga pendidikan Islam; memiliki kualifikasi dalam ilmu agama dan umum sekaligus lembaga kaderisasi pemimpin. Hal ini tentunya bertentangan dengan tren pesantren ketika itu.

 

K.H. Ahmad Sahal, salah satu pendiri Gontor terinspirasi kuat oleh peristiwa Muktamar Umat Islam Hindia Belanda (Indonesia) di Surabaya. Agenda muktamar itu adalah mendengarkan oleh-oleh HOS Cokro Aminoto bersama K.H. Mas Mansyur sepulang dari Saudi Arabia menghadiri pertemuan dengan Raja Ibnu Su’ud dalam acara Muktamar Umat Islam Internasional. HOS Cokro Aminoto saat itu digelari raja tanpa mahkota karena kharisma dan kehebatannya berorasi. Ia mengisahkan kebangkitan Islam di Timur Tengah yang layak dijadikan inspirasi kebangkitan umat Islam Indonesia melawan kolonial Belanda. Pidato itu sangat berkesan bagi seluruh peserta muktamar, termasuk K.H. Ahmad Sahal yang mewakili ulama Ponorogo.

Namun, satu hal lagi yang perlu dicatat saat itu, bahwa untuk mengirimkan perwakilan ulama Indonesia ke Muktamar Umat Islam Internasional di Mekah, terdapat kendala untuk menunjuk seseorang yang benar-benar all round, baik dalam wawasan keagamaan dengan bahasa Arabnya sekaligus wawasan umum dan politik dengan bahasa Inggrisnya. Terpaksa Indonesia saat itu mengutus dua orang yang mempunyai disiplin keilmuan berbeda.

Hal ini juga memberikan inspirasi kuat kepada K.H. Ahmad Sahal untuk segera pulang dan mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang mampu mencetak kader pemimpin dengan kualifikasi penguasaan ilmu agama dan umum sekaligus bahasa Arab dan Inggris.

12 Jumada Tsaniyah 1431

Self Governance

0

Santri dituntut untuk hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain.

Ia harus bisa mengatur jadwal, aktivitas, pola hidup bahkan finansialnya sendiri. Sejak bangun tidur hingga malam menjelang tidur kembali, ia adalah pemberi putusan atas dirinya sendiri. Santri yang terlambat ataupun tidak hadri dalam suatu kegiatan misalnya, adalah contoh dari kurangnya self governance, kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri.

Kemandirian inilah yang ditanamkan pondok, semenjak pendidikan dini ketika santri baru. Semua aspek kehidupannya diurus sendiri. Disiplin, baik disiplin waktu, peraturan, tata cara, adalah garis yang mana ia berjalan di atasnya, bukan garis untuk ia langgar.

Bahkan dalam kemandiriannya, santri akan sering, bahkan selalu, dikondisikan dalam situasi yang menuntut adanya kerjasama, ta’awun dalam kebaikan antara ia dan santri lainnya.

Kemandirian Pondok Gontor dapat dilihat dalam segala aspek, nilai, visi, misi, dan orientasi yang disampaikan kepada para santri. Semua itu dirumuskan oleh para pendirinya yang merupakan deskripsi dari saripati pemahaman ajaran agama.

Kemandirian Pondok Gontor juga terlihat dalam hal sistem pendidikan, kurikulum, ekonomi, pencarian dana, dan kemandirian para pengasuh dan guru. Sistem pendidikan di Pondok Gontor dibangun dari pengalaman panjang kehidupan pondok, sehingga bersifat genuine (asli) sekaligus unik karena sangat berbeda dengan sistem yang berkembang di luar pondok. Kurikulum Pondok Gontor, baik yang kurikuler maupun ekstra kurikuler, merupakan penjabaran dari misi dan visi menuju orientasi pendidikan yang dicita-citakan. Adapun kemandirian dalam bidang ekonomi Pondok Gontor terlihat dari sistem protektif dan captive market (memanfaatkan warga internal Pondok Gontor sebagai produsen sekaligus konsumen) sehingga potensi ekonomi Pondok Gontor tidak mengalir lepas tanpa arah. Adapun kemandirian dalam menggalang dana diwujudkan dalam pelbagai kegiatan produktif pondok.

Oase Gontor 2002

0

Anak-anakku…

Bahwa di Gontor dilatih membagi pikiran, perasaan, waktu, tenaga maka berbahagialah orang yang terampil dalam membagi hal ini, di samping keterampilan-keterampilan bermuamalah ma’a naas dan bermualamah ma’a Allah serta bermuamalah dengan diri kita sendiri.

Sudah cukup pendidikan yang kita berikan, latihan yang telah kita latihkan, pengalaman yang telah dialami, namun tergantung juga daya serapmu terhadap sentuhan-sentuhan pondok yang telah disentuhkan kepada kamu lahir batin, akademis ataupun non-akademis.

Namun, apapun wujudmu dan apapun keterbatasanmu, jadilah orang yang berguna untuk dirimu, keluargamu, masyarakatmu, sebanyak mungkin dan seluas mungkin.

Maka berbuatlah, berfikirlah, bekerjalah semaksimal mungkin, menuju kesempurnaan manusiawi yang lebih bertakwa. Aamin yaa robbal ‘aalamin.

Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A.  


PPL Buktikan Kreativitas Pramuka Gontor

0

GONTOR— Koordinator Gerakan Pramuka Gugus Depan (Gudep) 15089 Pondok Modern Darussalam Gontor menggelar Praktek Pengayaan Lapangan (PPL) yang dilaksanakan adika pramuka dari kelas 3 Intensif dan 4 Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI). Dengan melaksanakan PPL, mereka dituntut untuk tampil percaya diri dan kreatif sebagai seorang pramuka. PPL perdana digelar dua minggu yang lalu, Kamis (13/5) siang. Ahalla Tsauro, staf Koordinator Gerakan Pramuka, menuturkan, Ahad (23/5), PPL perdana sebagian besar dilaksanakan anggota Pasukan Khusus (Pasus). Jumlahnya mencapai 30 orang yang disebar di setiap POT.

Menurut Ahalla, PPL merupakan kegiatan tahunan, tepatnya pada semester kedua tiap-tiap Tahun Ajaran. Dalam PPL, siswa kelas 3 Intensif dan 4 KMI selaku Ambalan Khusus (Amsus) Pramuka Pondok Modern Darussalam Gontor mempraktekkan sebuah keterampilan berupa kerajinan tangan di hadapan sejumlah anggota pramuka lainnya layaknya pelaksanaan Tarbiyah Amaliyah siswa kelas 6 KMI. Berbagai macam kerajinan tangan seperti asbak rokok, hiasan dinding dan aksesoris kreatif lainnya membuktikan kreativitas pramuka Gontor yang kelak bermanfaat sewaktu terjun ke masyarakat.  

Pelaksanaannya berlangsung dalam tiga gelombang. Seminggu setelah PPL perdana pada gelombang pertama, sebanyak 256 adika Amsus  melaksanakan PPL selanjutnya untuk gelombang kedua, Kamis (20/5) kemarin. Sedangkan PPL gelombang ketiga sekaligus terakhir akan berlangsung minggu ini, Kamis (27/5), di kampus Pondok Modern Darussalam Gontor. Peserta PPL gelombang terakhir ini berjumlah 401 orang.

Terdapat beberapa kriteria penilaian yang menentukan kelulusan adika-adika Pramuka dalam melaksanakan PPL. Jika mereka tidak memenuhi kriteria yang ada, dipastikan harus mengulang kembali PPL pada waktu yang nantinya ditentukan Koordinator Gerakan Pramuka. Adapun kriteria yang ada mencakup pembuatan i’dad (persiapan tertulis untuk penyampaian teori PPL-red), cara penyampaian dan hasil kreativitas. “Hal ini akan menjadi pendidikan dan pengalaman tersendiri bagi peserta PPL sebelum mereka menjadi pembina tahun depan,” ujar Ahalla menjelaskan.

Bagaimana tidak, lanjutnya, seorang pembina pramuka haruslah mempersiapkan i’dad sebaik mungkin sebelum menyampaikan materi. Bukan hanya itu, ia haruslah mempunyai cara kreatif dalam menyampaikan materi tersebut kepada anggota-anggotanya. Dengan demikian, hasil yang dicapai sesuai dengan harapan dan tujuan yang ada. Maka, PPL telah mengajarkan banyak hal mengenai ini. Sehingga, kelak mereka sudah siap menjadi pembina pramuka.

Sementara itu, Musyawarah Gugus Depan (Mugus) direncanakan akan berlangsung Jum’at ini (28/5), tepat sehari setelah selesainya pelaksanaan PPL. Mugus akan dilaksanakan Amsus yang terdiri dari kelas 3 Intensif dan 4 tersebut dari pagi hingga sore. Menurut Ahalla, Banyak hal yang akan dimusyawarahkan pada saat Mugus nanti menyangkut kepramukaan di Pondok Modern Darussalam Gontor setahun ke depan. Amsus tahun ini dibimbing langsung oleh dua orang staf Koordinator Gerakan Pramuka, Sunki M. Sulthon (5-Q) dan Tengku Imam (5-D). 

Mendidik Kehidupan Secara Utuh

0

Tuntunan dan tanggung jawab Islam terhadap pribadi, keluarga dan masyarakat berangkat dari rujukan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sandaran terpenting dalam pembinaan dengan prioritas  tenaga yang dilatih profesional, idealisme teguh, penuh dedikasi, berjiwa kepesantrenan, agar tidak menjadi orang asing di negeri sendiri.

“Hanya orang-orang pentinglah yang tahu kepentingan”, demikianlah pijakan para kyai. Bila memikirkan masyarakat, pribadi akan mendapat; sebaliknya bila memikirkan pribadi, masyarakat belum tentu mendapat. Moral harus menentukan semua derap langkah yang dirancang dan juga mengikat pelaku-pelakunya sekaligus.

Kyai bukan hanya me-manage, teach dan lead secara spasial, parsial, melainkan secara total mendidik kehidupan secara utuh, dan melibatkan diri dengan konsekuen, lillah sekuat-kuatnya.

Kepedulian terhadap peningkatan manajemen mutlak dilakukan secara sadar dan aktif, meskipun terkadang harus terjun langsung, turut campur sebagai contoh keteladanan dengan segala resiko pengorbanan yang kebanyakan tidak tertulis. Pesantren tidak banyak mempertimbangkan untung rugi, tapi benar-salah, manfaat-madarat atas dasar halal haram. Menjadi prioritas utama adalah mengelola minat dan bakat serta kesejahteraan lahir-batin dengan bersandar pada jiwa kebersamaan.

Tidak semua sistem yang benar, baik, dan berlaku, serta berhasil dijalankan bahkan disepakati mayoritas umat manusia di dunia, diterima oleh manajemen pesantren. Untuk hal semacam ini pesantren dengan keunikannya tetap survive sampai akhir zaman. Pesantren dapat diproteksi dari intervensi pihak manapun.

 

KH. Hasan Abdullah Sahal

Diambil dari kata pengantar buku Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Modern Gontor karya

Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA.

9 Jumada Tsaniyah 1431

Kader Gontor Kembali dari Mesir

2

DARUSSALAM — Keluarga Besar Pondok Modern Darussalam Gontor menyambut dengan sukacita kedatangan Ustadz Muhammad Nur, Lc. dari Mesir. Putra ketiga dari lima bersaudara ini disambut ketiga Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag. di Kantor Pimpinan, Rabu (19/5) pagi. Acara penyambutan salah satu kader Pondok Modern Darussalam Gontor ini turut dihadiri keluarga dan sejumlah dewan guru Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI).

Ustadz Muhammad Nur menyelesaikan belajarnya di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor pada tahun 2001 silam. Sebelum menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir, ia sempat menjadi staf pengajar di KMI selama tiga tahun. Bahkan, ketika itu ia menempati salah satu bagian penting di Gontor sebagai staf KMI. Namun, pada tahun 2004, tepatnya di tahun ketiga pengabdiannya di Gontor, Ustadz Muhammad Nur mendapatkan surat panggilan dari pihak Al-Azhar untuk meneruskan studi di sana. Sebelumnya, yang bersangkutan sudah berikrar untuk menjadi kader Pondok Modern Darussalam Gontor.

Menurut penuturan adiknya, Ustadz Afif Chamidi, kakaknya telah belajar di Mesir selama lima tahun. Sebenarnya, Ustadz Muhammad Nur sudah menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah setahun yang lalu bersamaan dengan Ustadz Sunan Autad, Lc. yang juga merupakan kader pondok. Ketika itu, Ustadz Sunan Autad memutuskan untuk pulang ke Gontor setelah lulus. Sedangkan Ustadz Muhammad Nur berencana menyelesaikan studinya di bidang seni kaligrafi setahun lagi. Sejak belajar di Gontor, Ustadz Muhammad Nur memang terkenal dengan kepandaiannya di bidang kaligrafi. Oleh karena itu, di samping mempelajari agama di Fakultas Syariah, ia juga memperdalam seni kaligrafi di universitas tersebut.

Gontor berharap, dengan ilmu yang dimilikinya, ustadz yang berasal dari Malo tersebut dapat meningkatkan kualitas keilmuan para santri se-Darussalam. Bahkan, dengan pengetahuan seni kaligrafi yang digelutinya semenjak menjadi santri Gontor itu dapat meningkatkan kreativitas santri di bidang yang satu ini. Sementara itu, sebagai kader pondok, ustadz yang pernah menjadi wali kelas 3 B 2004 silam ini siap ditempatkan di mana saja untuk berbagi ilmu dan pengalamannya selama menjadi mahasiswa Al-Azhar. 

Penataran Metodologi Iqro’ TPA-TKA dan BCM, Tumbuhkan Kecintaan Anak pada Alquran

0

MANTINGAN — Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 1 kembali menyelenggarakan pelatihan bertajuk Penataran Metodologi Iqro’ TPA-TKA dan BCM (Bermain, Cerita dan Menyanyi) selama dua hari berturut-turut. Acara berlangsung pada Senin (31/5) pagi hingga Selasa (1/6) sore, dengan dihadiri Pengasuh Pondok, Dr. H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, MA, pada acara pembukaan yang bertempat di Aula Kairo. Beliau menyempatkan diri untuk memberikan sambutan sekaligus membuka acara secara resmi. Dalam kesempatan ini, beliau menyampaikan, dengan pelatihan ini, Gontor Putri 1 berupaya menumbuhkan kecintaan anak-anak TPA-TKA terhadap Alquran. Selain itu, para santriwati juga mempunyai kesempatan untuk lebih dekat dengan Alquran sewaktu mengajarkannya kepada anak-anak. Secara tidak langsung, hal ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi setiap santriwati untuk terus membaca Alquran.

Para peserta yang mengikuti pelatihan ini terdiri dari siswi kelas 3 Intensif dan 4 Kulliyatu-l-Mu’allimat Al-Islamiyah (KMI). Seperti yang diungkapkan Ustadzah Lina, staf Pengasuhan Santriwati Gontor Putri 1, ketika dikonfirmasi Gontor Online, Kamis (3/6) tadi, dalam dua tahun terakhir ini, peserta penataran berasal dari kedua kelas tersebut. Sebelum itu, pesertanya berasal dari siswi kelas 5 KMI dan acaranya dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Menurutnya, perubahan ini berdasarkan kenyataan bahwa setiap peserta diharapkan mampu menerapkan metode yang mereka peroleh untuk mengajar anak-anak TPA dan TKA. Pasalnya, ujar Ustadzah Lina, siswi kelas 5 KMI di Gontor Putri 1 akan mendapatkan tugas mengajar anak-anak TPA-TKA di sekitar pondok. Jika peserta penataran ini masih dari siswi kelas 5 KMI, maka manfaatnya tidak akan maksimal karena setelah penataran mereka tidak mengajar lagi. Sedangkan siswi kelas 3 Intensif dan 4 KMI dipastikan akan langsung menerapkan metode yang ada pada tahun selanjutnya ketika mereka menjadi siswi kelas 5 KMI.

“Bisa dikatakan, penataran kali ini dan setahun yang lalu diikuti peserta yang tepat dan dilaksanakan pada waktu yang tepat. Sebelumnya, pelaksanaan pelatihan semacam ini terkesan terlambat karena pesertanya berasal dari kelas 5 KMI. Padahal, mereka akan naik ke kelas 6 dan tidak akan mengajar anak-anak TKA-TPA lagi karena digantikan siswi kelas 3 Intensif dan 4 KMI yang baru naik ke kelas 5. Lha, lantas ilmu yang didapatkan tidak bisa langsung diterapkan karena kesempatan mengajar anak-anak TKA-TPA sudah diambil alih adik kelas mereka,” tutur ustadzah yang bertindak sebagai penanggung jawab acara ini kepada Gontor Online.

Adapun jumlah peserta penataran tahun ini, lanjutnya, sebanyak 551 siswi dari kelas 3 Intensif dan 4 KMI. Walaupun bukan sebagai peserta, sejumlah siswi kelas 5 KMI tetap dilibatkan dalam acara ini. Mereka diberi amanat sebagai panitia penyelenggara yang mempersiapkan acara dengan sebaik mungkin di bawah bimbingan tiga orang staf Pengasuhan Santriwati. Sebagai pembimbing dan penanggung jawab acara, Ustadzah Lina bekerjasama dengan Ustadzah Aditya dan Ustadzah Fauziah Bachtiar dalam mengarahkan panitia.

Ustadzah Aditya Eka mengungkapkan, acara ini diadakan secara rutin sekali dalam setahun dengan mendatangkan dua orang pelatih dari AMM Yogyakarta untuk mengisi materi penataran. Kedua pelatih yang hampir tiap tahun selalu diundang untuk mengisi penataran ini adalah Ustadz M. Humam Masyhudi dan Ustadz Evan Rianto. Mereka memberikan langkah-langkah jitu dalam mengajarkan Alquran kepada anak-anak TKA dan TPA yang biasa dikenal dengan Metodologi Iqro’. Materi ini disampaikan pada hari pertama setelah pembukaan tepat. Sedangkan sesi selanjutnya yang bertemakan BCM dibawakan Pak Wuntat sehari kemudian, dengan gaya khasnya yang begitu menarik perhatian. Pak Wuntat menunjukkan kepada setiap peserta bahwa cara mengajar anak-anak sangatlah berbeda dengan mengajar orang-orang dewasa. Seorang guru haruslah mampu menyatu ke dalam dunia mereka yang penuh dengan permainan dan suasana ceria. Jika tidak, seorang guru tidak akan bisa berbuat banyak untuk menggali potensi mereka.

Sementara itu, demi efektivitas acara, peserta dibagi ke dalam 27 kelompok. Secara merata, setiap kelompok terdiri dari 18-20 siswi. Sejumlah kelompok di atas menempati dua aula yang telah dipersiapkan panitia untuk penataran. Sebagian kelompok ditempatkan di Aula Kairo dan sebagian lagi menempati Aula Aisyah yang telah siap dengan pelatihnya masing-masing. Untuk keperluan acara ini, panitia menghadirkan 300 anak-anak dari TKA-TPA di sekitar pondok. Mereka langsung mendapatkan pelatihan dari Pak Wuntat. Dari sinilah para peserta juga dapat mengambil pelajaran untuk kebutuhan cara mengajar mereka tahun depan. shah wa     

  

     

Karantina, Siswa Kelas 6 Fokus Hadapi Ujian Akhir

0

KAMPUNG DAMAI— Siswa Kelas 6 Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) sudah berada di ambang pintu ujian akhir yang menentukan masa depan mereka sebagai siswa akhir KMI. Untuk itu, mereka telah terlepas dari tanggung jawab kepengurusan di organisasi, baik di Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) ataupun Koordinator Gerakan Pramuka. Selain itu, agar kegiatan belajar mereka terpantau dengan baik dengan suasana yang kondusif dan mendukung, diadakanlah karantina siswa kelas 6 KMI di Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM) setelah selesainya pelaksanaan Tarbiyah Amaliyah perdana, Kamis (20/5) lalu.

Masa karantina akan berlangsung hingga berakhirnya ujian syafahi (ujian lisan-red) siswa kelas 6 KMI pada pertengahan Juni mendatang, Senin (14/6). Selama tiga minggu lebih mereka digembleng dalam kebersamaan dan semangat belajar yang tinggi. Para wali kelas 6 KMI bahu-membahu berupaya mendidik mereka dengan mengontrol belajar seluruh siswa kelas 6 selama karantina hingga dapa lulus dengan khusnul khotimah Ramadhan kelak. Untuk itu, tidak ada seorang pun yang diperkenankan mengasingkan diri dengan tidak mengikuti karantina. Tidak ada seorang pun dari mereka yang diperbolehkan tinggal di asrama. Seluruh siswa kelas 6 KMI yang kini berjumlah 680 siswa tersebut harus tinggal di BPPM dengan membawa buku-buku pelajaran, pakaian dan kebutuhan lainnya yang diperlukan.

Di samping mengontrol belajar siswa kelas 6, karantina juga bertujuan memupuk ukhuwwah islamiyah antara siswa yang satu dengan lainnya. Dengan 10 kelompok yang ada, masing-masing diharapkan saling mengenal teman-teman di dalam kelompoknya karena anggota setiap kelompok yang berjumlah 68 siswa tersebut berasal dari kelas yang berbeda-beda. Maka, melalui karantina inilah siswa yang belum mengenal teman-temannya dengan baik dapat lebih akrab dan semakin mempererat persahabatan di antara mereka. Pasalnya, dengan banyaknya santri, tidak jarang masih ditemukan santri yang belum mengenal teman-temannya di kelas lain. Namun, dengan adanya kegiatan kelas 6 yang penuh kebersamaan membuat mereka saling mengenal.