Home Blog Page 85

Memaksimalkan Ibadah di Bulan Suci Ramadhan

0

Kuliah Shubuh pada hari Senin, 24 Ramadhan 1443 H/25 April 2022 M di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor diisi oleh, Al-Ustadz H. Syamsul Hadi Untung, M.A., MLS.. Dalam kuliahnya, beliau menjelaskan materi yang berkenaan tentang memaksimalkan ibadah di bulan suci Ramdhan.

 

Di awal kuliah, Al-Ustadz Syamsul Hadi Untung menjelaskan tentang pentingnya dalam memanfaatkan bulan suci Ramdhan ini untuk memaksimalkan ibadah kepada Allah subahanahu wa ta’ala. Beliau juga memberi penjelasan bahwa dulu para ulama’ ketika sudah memasuki bulan Sya’ban mereka menyibukkan diri dengan amalan sunnah. Terdapat satu kutipan yang beliau paparkan ketika kuliah tersebut.

 

“Singsingkanlah bajumu karena bulan Ramadhan ini datang sebagai tamu yang buru-buru”

 

Beribadah dalam bulan suci ini juga perlu pemaksaan untuk menyempurnakan ibadah bagi seorang muslim. Tak cukup dengan itu, seorang muslim juga dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunnah, memperpanjang do’a dan sujud serta amalan ibadah lain yang bisa ditingkatkan lagi. Seorang muslim juga diwajibkan untuk selalu berdoa kepada Rabbnya tanpa henti. Karena seorang muslim tidak akan pernah tau do’a mana yang akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Bulan suci ini juga memberikan kita sebuah hikmah dengan mengajarkan kita untuk tidak memberitahu berapa banyak ayat Al-Qur’an yang sudah kita baca. Tetapi, Al-Qur’an itu akan memberi pancaran yang menyinari seorang muslim dengan sendirinya. Karena yang dilihat adalah bukan banyaknya  ayat yang dibaca tetapi dilihat dari bagaimana Al-Qur’an itu bisa menjadi pedoman bagi kehidupan seorang muslim.

 

Momentum sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan ini juga selayaknya bagi para jiwa muslim agar tidak meninggalkannya berlalu saja. Bahkan beliau berpesan kepada para jama’ah agar tidak mencari keutamaan Lailatu-l-Qadr diantara tiang-tiang masjid saja. Tapi beliau menyarankan agar mencari keutamaan malam tersebut dengan menggapai ridho orang tua, ridho para guru dan kyai. Bahkan beliau menasehati setiap anak muslim agar selalu mendo’akan orang tua, niscaya segala urusannya akan dipermudah dan diperlancar.

 

Di akhir, beliau berpesan agar menjadikan bulan Ramadhan ini momen untuk menyucikan fikiran. Karena dari sucinya fikiran akan menghasilkan perbuatan dan tutur kata yang baik. Dan orang-orang yang mengikuti kebenaran pasti akan diberi petunjuk dan merekalah yang mendapatkan petunjuk Allah.

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz H. Syamsul Hadi Untung, M.A., MLS. di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor. Rizqon

 

Baca Juga:

Alquran, Mutiara Termahal

Meningkatkan Iman di Bulan Suci Ramadhan

Keutamaan Puasa dan Malam Lailatu-l-Qadr

 

 

Meningkatkan Kualitas Ibadah di Bulan Ramadhan

0

Kuliah Shubuh pada hari Ahad, 23 Ramadhan 1443 H/24 April 2022 M di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor diisi oleh, Al-Ustadz Husni Dzahabi, Lc.. Dalam kuliahnya, beliau menjelaskan materi yang berkenaan tentang meningkatkan kualitas ibadah di bulan suci Ramadhan.

 

Di awal kuliah, Al-Ustadz Husni Dzahabi menjelaskan tentang naluri yang ada di dalam diri manusia. Menurut beliau, dalam menjalani ibadah di bulan suci Ramadhan terdapat dua golongan manusia, golongan pertama adalah mereka yang merasakan kejenuhan dalam beribadah, sedangkan golongan kedua adalah mereka yang tidak mengalami rasa jenuh karena sudah terbiasa. Di sepertiga akhir bulan puasa ini, sudah banyak dari kaum muslim yang merasakan kejenuhan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka bersemangat di awal bulan Ramadhan, tapi kemudian semangat itu meredup menjelang akhir bulan suci ini. Namun, masih banyak juga kaum muslim yang termasuk golongan kedua, mereka adalah golongan yang setiap hari selalu bersemangat dalam beribadah. Bahkan kaum muslim yang termasuk ke dalam golongan ini senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah tersebut, bukan sekedar menjadikannya sebuah rutinitas.

 

Dalam beribadah, rasanya belum cukup jika hanya sekedar berupa ucapan dan perbuatan saja, seharusnya hati kita juga harus turut berinteraksi dengan Allah subhaanahu wa ta’alaa ketika beribadah. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa, ibadah yang dilaksanakan seseorang juga butuh pembiasaan. Maka, bulan suci Ramadhan ini bisa menjadi momentum terbaik bagi seorang muslim untuk membiasakan dirinya beribadah dan taat kepada Tuhannya.

 

Momentum bulan suci ini juga dapat digunakan sebagai pembelajaran untuk menahan diri dari perbuatan yang berlebihan. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam sudah memberi contoh bagi umatnya dalam menahan diri, salah satunya dengan tidak pernah makan sebelum merasa lapar, dan menyelesaikan makannya sebelum merasakan kenyang.

 

Di akhir, beliau berpesan kepada para jama’ah agar selalu meningkatkan kualitas ibadah walaupun nanti bulan Ramadhan sudah berlalu. Meningkatkan kualitas ibadah tidak hanya di bulan Ramadhan saja, akan tetapi di satu tahun penuh seorang muslim juga harus meningkatkan kualitas ibadahnya. Rizqon/Alif

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Husni Dzahabi, Lc. di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Alquran, Mutiara Termahal

Meningkatkan Iman di Bulan Suci Ramadhan

Keutamaan Puasa dan Malam Lailatu-l-Qadr

Keutamaan Puasa dan Malam Lailatu-l-Qadr

0

Kuliah Shubuh pada hari Sabtu, 22 Ramadhan 1443 H/23 April 2022 M di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor diisi oleh, Al-Ustadz H. Agus Mulyana S. Ag.. Dalam kuliahnya, beliau memaparkan tentang keutamaan-keutamaan yang dapat kita temui di bulan suci Ramadhan, khususnya ibadah puasa dan malam lailatu-l-qadr.

 

Di awal kuliah, Al-Ustadz Agus Mulyana menjelaskan keutamaan bulan suci Ramadhan. Beliau mengatakan, jika seseorang mengetahui keutamaan dan pahala di bulan suci Ramadhan, niscaya seluruh manusia akan meminta agar 12 bulan dalam satu tahun dijadikan bulan suci Ramadhan.

 

Ibadah utama yang dilaksanakan seluruh umat muslim di bulan Ramadhan adalah berpuasa. Ibadah puasa memiliki banyak keutamaan, diantara keutamaan berpuasa adalah menjadikan tubuh kita sehat. Para ahli medis beranggapan bahwa, jika seseorang berpuasa, maka tubuh dan pencernaannya otomatis beristirahat. Beliau mengibaratkan tubuh kita seperti mesin, apabila sebuah mesin dipergunakan terus menerus dalam kurun waktu yang lama tanpa diistirahatkan, maka besar kemungkinan mesin tersebut akan cepat rusak. Berbeda dengan mesin yang hanya digunakan sesuai kebutuhan saja, mesin tersebut bisa lebih awet dan tidak mudah rusak.

 

Keutamaan lain yang bisa kita temukan di bulan suci Ramadhan adalah malam lailatu-l-qadr. Malam tersebut adalah malam yang tertulis dalam Alqur’an lebih baik dari seribu bulan. Artinya, dalam satu malam Allah subhanahu wa ta’ala istimewakan amal-amal kebajikan yang dilakukan di malam tersebut, dijanjikan Allah pahala berlipat ganda, bahkan lebih baik daripada seribu bulan.

 

Dengan begitu banyaknya kenikmatan yang kita dapati di bulan suci ini, selayaknya kita harus mensyukuri nikmat beribadah di bulan suci ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

 

Dalam kuliahnya, Al-Ustadz Agus Mulyana berpesan kepada para jamaah untuk memaksimalkan momen bulan Ramadhan ini guna menyiapkan bekal terbaik menuju akhirat.

“Kita ini seperti musafir yang bersinggah untuk waktu yang sebentar. Maka, selayaknya seorang musafir, kita harus mempersiapkan bekal terbaik untuk pulang kembali. Dan bekal terbaik itu, saat ini ada di hadapan kita, yaitu bulan suci Ramadhan. Terlebih dengan adanya malam lailatu-l-qadr, ini adalah kesempatan besar kita untuk mengumpulkan amal-amal sholih sebagai bekal kita menuju akhirat kelak” Pesan beliau dalam kuliahnya. Rizqon/Alif

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz H. Agus Mulyana, S. Ag. di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor

 

Baca Juga:

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

Puasa dan Kepekaan Sosial

Alquran, Mutiara Termahal

Meningkatkan Iman di Bulan Suci Ramadhan

Alquran, Mutiara Termahal

0

Kuliah Shubuh pada hari Jumat, 14 Ramadhan 1443 H/15 April 2022 M diisi oleh Al-Ustadz Ahmad Suharto, M.Pd.I. di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor. Beliau mengibaratkan Alquran, di depan para santri, layaknya sebuah mutiara yang paling mahal di dunia.

Di awal kuliah, beliau membuka dengan sebuah pertanyaan, “Mengapa ibadah wajib berpuasa harus jatuh pada bulan Ramadhan?” Hal ini dikarenakan, pada bulan Ramadhan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui perantara malaikat-Nya, yaitu Jibril. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ke-185 dalam QS. Al-Baqarah, yang artinya:

Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil)…” (QS. Al-Baqarah : 185)

Dengan diturunkannya Alquran di bulan Ramadhan, Allah Ta’ala menjadikan bulan tersebut mulia. Sama halnya dengan Nabi yang menerimanya, Allah Ta’ala menjadikannya sebagai Nabi yang paling mulia. Pun juga, malam diturunkannya Alquran menjadi malam yang lebih baik dari seribu bulan. Sehingga dapat disimpulkan, segala sesuatu yang terikat dengan Alquran pasti akan mulia, berikut pemaparan beliau.

Dari pemaparan tersebut di atas, beliau mengibaratkan, Alquran ini layaknya mutiara yang terpendam di lautan yang terdalam. Semakin dalam mutiara itu, semakin mahal harganya. Semakin kita menyelam, semakin besar kesempatan kita untuk mendapatkan mutiara yang mahal tersebut. Pertanyaannya, “Akankah seorang muslim itu menyelami Alquran ini untuk mendapatkan mutiara yang mahal tadi?”

Bagaimana cara kita menyelami Alquran? Dengan mempelajarinya, ujar beliau. Terkait dengan cara mempelajari Alquran ini, beliau mencontohkan, para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak akan beranjak ke ayat yang lain sebelum mereka memahami ayat yang baru saja turun dari-Nya. Artinya, para sahabat tidak akan berhenti mempelajari ayat tersebut, sampai mereka mendapatkan ilmu yang terkandung di dalamnya agar dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau menambahkan, walau sepanjang hidupnya nanti tidak sampai 10 ayat yang dipahaminya.

Di akhir kuliah, beliau berpesan bahwa keindahan Al quran ini sangatlah luar biasa, maka marilah hidup di bawah naungan Al quran dengan menyelaminya. Jika Allah Ta’ala berkehendak, umat islam dapat menemukan mutiara yang terkandung di dalamnya. Apalah arti seorang muslim, yang hanya diam di tepi pantai, ia hanya melihat dan mengagumi mutiara (Al quran) ini, tanpa mau untuk masuk dan menyelam. Abdurrahman

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Ahmad Suharto, M.Pd.I di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

Puasa dan Kepekaan Sosial

Meningkatkan Iman di Bulan Suci Ramadhan

0

Kuliah Shubuh pada hari Jum’at, 21 Ramadhan 1443 H/21 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz H. Suwarno T.M, S. Ag.. Pada kuliah shubuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang meningkatkan iman dan ketakwaan pada bulan Ramadhan.

 

Di awal kuliah, beliau menjelaskan mengenai pentingnya mengerjakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak dapat dipungkiri, bahwa iman manusia terkadang bisa naik dan bisa pula turun. Iman seseorang bisa naik karena ketaatan, dan seringkali turun karena kemaksiatan yang ia lakukan. Maka dari itu, agar iman seorang hamba bisa meningkat, selayaknya bagi dirinya untuk selalu bertakwa kepada Allah. Cara untuk bertakwa kepada Allah adalah dengan melaksanakan perintah-Nya, seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan ibadah lain yang bisa meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah.

 

Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan bahwasanya, di bulan Ramadhan ini, kita memiliki niat yang suci untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ditambah lagi, kita melakukan ibadah bulan suci ini di lingkungan pondok pesantren, maka tidak ada niat lain kecuali menuntut ilmu.

 

Kemudian, Al-Ustadz Suwarno menjelaskan salah satu keutamaan puasa di bulan Ramadhan, yang diambil dari hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

عَنِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :فِي الجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ فِيْهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لَايَدْخُلُهُ إِلَّا الصَائِمُونَ (رواه البخاري)

Dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Di surga ada delapan pintu, diantaranya ada yang dinamakan ar-Rayyan yang tidak akan memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa. (Shahih Bukhari 3017)

 

Selain mengingatkan tentang takwa, beliau juga memberi sebuah tips agar iman kita selalu meningkat, yaitu dengan mengoreksi diri sendiri atau islaahu-n-nafsi. Mengoreksi diri kita atas apa yang kita lakukan, mengoreksi diri atas dosa dan maksiat yang telah kita lakukan.

Selain memperbaiki hubungan dengan Allah, kita juga diwajibkan untuk memperbaiki hubungan dengan sesame manusia. Salah satu contohnya adalah, memperbaiki hubungan dengan keluarga, kerabat dan juga masyarakat. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain.

 

Dalam kuliahnya, beliau berpesan agar kita senantiasa memanfaatkan kesempatan di bulan Ramadhan ini dengan sebaik-bainya untuk meraih Surga.

“Dalam bulan Ramadhan ini kita gunakan waktu sebaik-baiknya karena disana ada surga yang dikhususkan hanya untuk orang berpuasa yaitu surga ar-Rayyan” pesan beliau kepada para jamaah. Rizqon Nabil

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz H. Suwarno T.M, S. Ag. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

Puasa dan Kepekaan Sosial

 

Puasa dan Kepekaan Sosial

0

Kuliah Shubuh pada hari Kamis, 20 Ramadhan 1443 H/21 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz Dr. H. Agus Budiman, M. Pd.. Pada kuliah shubuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang ibadah puasa dan kepekaan sosial.

Di awal kuliah, beliau menjelaskan bahwa, ibadah puasa merupakan ibadah yang istimewa. Ibadah puasa dikatakan istimewa karena sifatnya sangat pribadi. Dalam suatu hadits qudsi, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa, ibadah puasa adalah untuk-Nya, dan Allah sendiri yang akan membalasnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي ‏”‏‏.‏

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Puasa adalah milik-Ku, dan Aku sendirilah yang mengganjarinya, orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku.’ ” Shahih Bukhari 6938

Keistimewaan ibadah puasa sangat jelas disebutkan dalam hadits qudsi tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala pun menyatakan bahwa, ibadah puasa seorang hamba adalah milik-Nya. Dengan ini, ibadah puasa merupakan puncak kedakatan hamba dengan Rabb-nya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk berpuasa supaya ber-taqwa. Makna taqwa yang dimaksud dalam ayat ini secara khusus artinya adalah ketakutan. Ketakutan disini maksudnya rasa takut yang timbul karena kecintaan hamba kepada Rabb-nya, sehingga takut kehilangan momentum ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini.

Walaupun dikatakan sebagai ibadah individu, ibadah puasa juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Pada hakikatnya, ibadah puasa tidak hanya tentang menahan diri dari lapar dan dahaga saja, dalam berpuasa kita juga harus menjaga lisan dan perbuatan agar tidak menyakiti orang lain. Menyakiti hati orang lain dengan lisan, maupun perbuatan akan mengurangi kualitas ibadah puasa kita.

Dimensi sosial dalam ibadah puasa, juga dibuktikan dengan hadits tentang keutamaan memberi makan orang yang berpuasa.

‏عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏  “‏ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ‏”‏ ‏.‏

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” Sunan Ibn Majah 1746

Berpuasa mengajarkan kita untuk saling tolong menolong, saling berbagi, dan saling menjaga hati. Dengan berpuasa secara kaffah, kita akan mendapatkan kemenangan berupa ganjaran dari Allah dan kebahagiaan sosial.

Dalam kuliahnya, Al-Ustadz Agus Budiman berpesan kepada jamaah kuliah shubuh untuk senantiasa bersyukur, karena hingga saat ini masih memiliki kesempatan menunaikan ibadah shoum di bulan Ramadhan ini. Alif

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Dr. H. Agus Budiman, M.Pd. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

Muntada Lughoh ‘Arabiyyah: Wahana Peningkatan Bahasa Santri

0

Muntada lughah ‘arabiyyah adalah salah satu pendidikan bahasa di Pondok Modern Darussalam Gontor yang diadakan setiap bulan Ramadhan bagi santri-santri kelas 5 Kulliyyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI). Acara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Arab santri kelas 5 KMI, sekaligus memberikan bekal bahasa Arab sebelum mereka menjadi siswa akhir KMI. Tahun ini acara tersebut diadakan pada tanggal 13 hingga 15 Ramadhan 1443 H.

Penyelenggaraan acara Muntada Lughoh ‘Arabiyyah ini sangatlah penting, mengingat kemampuan membaca dan menulis bahasa Arab yang baik dan benar adalah salah satu bekal bagi siswa kelas 5 sebelum naik ke jenjang siswa akhir KMI. Siswa akhir KMI diharapkan dapat menjadi teladan bagi santri lainnya dalam berbahasa Arab. Kemampuan berbahasa yang baik juga bermanfaat untuk mempelajari dan memahami materi-materi pelajaran siswa akhir KMI yang lebih sulit daripada kelas-kelas sebelumnya.

Acara ini menghadirkan beberapa pembicara yang berasal dari guru-guru senior Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG). Materi yang diberikan kepada siswa-siswa kelas 5 dalam acara ini antara lain cerita pendek berbahasa Arab, koran dan majalah, serta tatanan bahasa Arab yang benar dan biasa dipakai oleh orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari.

Dalam acara bahasa ini, siswa-siswa kelas 5 juga mendapatkan materi yang berasal dari buku pegangan materi muntada lughah ‘arabiyyah yang sebelumnya telah dibagikan kepada mereka. Materi-materi yang ada dalam buku tersebut adalah kata-kata dari unsur-unsur di sekitar Pondok, kosa kata bahasa Arab yang berasal dari dunia olahraga, serta kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi dalam percakapan, dan pidato-pidato.

Suasana pembacaan kesan-kesan dalam kegiatan Muntada Lughoh ‘Arabiyyah.

Di akhir acara Muntada Lughoh ‘Arabiyyah ini, diadakan acara penulisan kesan-kesan selama mengikuti acara ini dengan memakai bahasa Arab. Penulisan kesan-kesan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan kemampuan bahasa Arab kelas 5. Kemudian, mereka juga dilatih untuk percaya diri dengan menyampaikan hasil tulisannya di depan banyak orang. Beberapa santri dipilih untuk membacakan hasil tulisannya, kemudian beberapa mendapat koreksi agar kedepannya dapat meningkatkan kualitasnya. Akmal Najemi

 

Artikel Terkait:

Tingkatkan Bahasa Guru dan Santri, LAC Adakan Seminar Bahasa Arab

Drama Contest, Media Pengembangan Bahasa Santri

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

0

Kuliah Shubuh pada hari Rabu, 19 Ramadhan 1443 H/20 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz Dr. H. Imam Kamaluddin, Lc., M. Hum.. Pada kuliah shubuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang tafsir surat Ad-Dhuha.

“Ad-Dhuha adalah cerita tentang kegundahan, kegelisahan, juga obat yang Allah Subhanahu wa ta’ala turunkan,” ujar Al-Ustadz Imam Kamaluddin di awal kuliah sebagai pembuka materi yang akan disampaikan.

Lebih lanjut beliau mengatakan, jika sebelum surat ini turun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam keadaan gelisah. Baginda gelisah lantaran sudah 6 bulan tidak didatangi oleh malaikat Jibril yang membawa wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sampai pada titik ini baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat berfikir, jangan-jangan Allah sudah benci dan tidak peduli lagi kepadanya. Beliau bertanya-tanya, mengapa Allah tidak merespon do’a yang ia panjatkan, padahal beliau juga telah berusaha memperbaiki kualitas ibadahnya.

Setelah penantian panjang penuh kegelisahan, akhirnya turunlah surat Ad-Dhuha sebagai penawar kegelisahan yang dirasakan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam.

“Demi waktu dhuha (ketika matahari naik sepenggalah), dan demi malam apabila telah sunyi.”

Ayat pertama menyebutkan demi waktu dhuha, waktu pagi saat matahari belum naik terlalu tinggi. Dari ayat pertama ini seakan Allah subhanahu wa ta’ala mengisyaratkan bahwa, waktu masih pagi, cahaya baru muncul, janganlah berputus asa terlebih dahulu. Sedangkan ayat kedua menyebutkan malam, waktu dimana banyak manusia yang sedang mengalami gundah atau depresi sulit beristirahat.

“Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,”

Kemudian di ayat ketiga, di sini lah semua kegelisahan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam terobati, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak meninggalkan dan tidak pula membencinya. Keadaan seperti ini yang seringkali kita rasakan dalam berdo’a. Saat kita merasa telah memperbaiki kualitas ibadah kita, berusaha lebih khusyu’ dalam berdo’a, tetapi apa yang kita harapkan tidak kunjung tiba, sehingga timbul rasa gelisah dalam diri kita. Padahal, boleh jadi Allah tidak mengabulkan do’a kita karena apa yang kita inginkan dapat berdampak buruk suatu saat, atau sebenarnya kita telah mendapatkan pengganti yang lebih baik tanpa kita sadari.

“dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan”

Pada ayat keempat ini mengatakan bahwa, kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan di dunia. Dunia tempat kita berproses untuk meraih kebahagiaan di akhirat kelak, dalam proses itu kadang kita menemui kegagalan, kesulitan, dan kegelisahan. Jika semua itu berhasil kita lewati dengan baik, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala, hadiah besar berupa kenikmatan akhirat dapat kita raih.

“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.”

Ayat ini merupakan janji Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya. Ia akan memberikan karunia-Nya baik berupa do’a kita yang dikabulkan sesuai keinginan, atau diberi pengganti yang jauh lebih baik. Allah subhanahu wa ta’ala mencintai hamba-Nya, dan hanya Ia yang tau cara terbaik untuk mengekspresikan rasa cinta itu.

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu), dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk, dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”

Ayat keenam hingga delapan surat Ad-Dhuha merupakan bentuk kecintaan Allah pada hamba-Nya. Ia selalu jadi penolong dalam kesulitan,

“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya). Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).”

3 ayat terakhir ini merupakan perintah-Nya. Setelah semua nikmat dan pertolongan yang kita dapat, hendaknya kita senantiasa bersyukur, tidak bertindak semena-mena, terlebih pada anak yatim dan kaum fakir miskin. Ungkapkanlah nikmat yang kita dapat, namun bukan untuk riya’ dan sombong, melainkan untuk mensyukuri nikmat tersebut.

Di akhir kuliah, Al-Ustadz Imam Kamaluddin berpesan bahwa walaupun harapan kita belum terwujud, Allah tidak akan meninggalkan kita.

“Ketika Allah sudah membuka hatimu tentang penolakan do’amu dan engkau paham apa yang terjadi, maka bisa jadi pemberian terbaik dari Allah. Maka Allah tidak akan meninggalkan kita bagaimanapun juga.” Pesan beliau di akhir kuliah. Alif/Rizqon

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Dr. H. Imam Kamaluddin, Lc. M.Hum. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Mulia Dengan Alquran

Kemuliaan Bulan Ramadhan

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

0

Kuliah Shubuh pada hari Selasa, 18 Ramadhan 1443 H/19 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz H. Taufiqurrahman, S.Ag.. Pada kuliah shubuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang kesabaran dan keikhlasan.

 

Pada awal kuliah, beliau membesarkan hati jamaah kuliah shubuh yang hampir seluruhnya merupakan siswa kelas 6 baru Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyyah,

“Ini adalah titik awal dan permulaan sebagai kelas 6. Kalau sudah sampai titik ini, berarti sudah ada kesabaran, dan keikhlasan dalam diri kalian.” Ungkap beliau dalam kuliahnya.

 

Al-Ustadz Taufiqurrahman kemudian menjelaskan bahwa, kesabaran dan keikhlasan merupakan dua hal yang saling terhubung, jika tidak ada keduanya dalam diri kita, maka akan timbul emosi, baik berupa emosi jiwa maupun emosi perilaku.

“Antara sabar dan ikhlas harus saling berkaitan dan berhubungan kapan pun dan di mana pun. Jika terlepas salah satu di antara keduanya dari diri kita, maka akan timbul emosi jiwa dan perilaku.”

 

Lebih lanjut mengenai kesabaran, beliau menyampaikan bahwa, Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberi ganjaran kemuliaan kepada hamba-Nya yang sabar dalam menghadapi ujian-ujian kehidupan.

Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, kesabaran itu terbagi menjadi 3, yaitu;

  1. Sabar dalam menerima keadaan dari Allah Subhanahu wa ta’ala
  2. Sabar dalam menghindari kemaksiatan
  3. Sabar dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala

 

Adapun mengenai keikhlasan, menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali, ikhlas adalah prinsip yang didasari oleh niat. Niat yang dimaksud di sini adalah ketetapan hati dalam melaksanakan segala sesuatu hanya untuk mengharap ridho Allah Subhanahu wa ta’ala. Hakikat keikhlasan adalah kemurnian hati dari segala kotoran-kotoran dan penyakit hati. Maka, boleh jadi amal perbuatan kita di bulan suci Ramadhan ini akan sia-sia jika kita tidak ikhlas dalam menjalaninya. Naudzubillahi min dzalik.

“Mari kita menjalankan bulan suci Ramadhan ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menggapai ridho Allah Subhanahu wa ta’ala.” Pesan Al-Ustadz Taufiqurrahman di akhir kuliahnya. Alif/Rizqon

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz H. Taufiqurrahman, S.Ag. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Mulia Dengan Alquran

Kemuliaan Bulan Ramadhan

Gontor Mendidik Generasi Cerdas yang Bermanfaat

0

Kuliah Shubuh pada hari Senin, 17 Ramadhan 1443 H/18 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz H. Saepul Anwar, M.Pd. . Pada kuliah subuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang Pendidikan di Gontor.

Di awal kuliah, beliau memotivasi seluruh hadirin yang di dominasi oleh santri kelas 5 Kuliyyatul Muallimin al-Islamiyyah (KMI), bahwasanya bermukim menuntut ilmu di pondok merupakan salah satu bentuk jihad fii sabilillah.

“Kita belajar di Pondok ini setara dengan jihad fii sabilihhah, walladziina jaahadu fiina lanahdiyannahum subulana. Jalan perkembangan, jalan peningkatan akan selalu ditunjukkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala selagi kita berjihad di jalan-Nya.” Ungkap Al-Ustadz Saepul Anwar di awal kuliah.

Kemudian, beliau menyatakan bahwa santri Gontor merupakan generasi cerdas yang memiliki landasan khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi manusia lainnya. Itulah dasar penetapan sistem pendidikan KMI, dahulu lulusan PMDG dinilai tidak terlalu mumpuni dalam mengajar, kemudian Gontor menerapkan sistem KMI dengan harapan, alumni PMDG dapat mengajar dengan baik sehingga bermanfaat untuk masyarakat luas.

Dalam mendidik santrinya, Gontor menitikberatkan pada proses, tidak berorientasi pada hasilnya saja. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang melalui proses, karena proses itulah yang menanamkan kekuatan dalam jiwa santri, semakin banyak dan berat proses yang dihadapi, maka semakin kuat dan besar jiwa santri tersebut.

Seluruh dinamika kegiatan yang ada di pondok ini merupakan proses kristalisasi untuk mengetahui siapa yang bersungguh-sungguh dan siapa yang bermalas-malasan. Siapapun yang bersungguh-sungguh tentu akan mendapat keutamaan. Seluruh lini kehidupan disini saling berlomba untuk meraih al-fadlu dari Allah Subhanahu wa ta’ala, fastabiqul khairaat.

Pada akhir kuliah, Al-Ustadz Saepul Anwar menyampaikan kepada para santri untuk senantiasa bersyukur memiliki kesempatan berada di lembaga pendidikan sebaik Gontor. Beliau menambahkan, alumni-alumni Gontor yang sukses berkiprah di masyarakat seperti Al-Ustadz Bachtiar Nasir, Al-Ustadz Lukman Hakim Saifuddin, hingga K.H. Hasyim Muzadi juga bersyukur mendapat pendidikan di Gontor. Alif/Rizqon

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz H. Saepul Anwar, M.Pd. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Mulia Dengan Alquran

Kemuliaan Bulan Ramadhan