Home Blog Page 368

Catatan yang Tertinggal: Reuni Akbar 90 Tahun Pondok Modern Gontor

0

14232376_10153770124185913_5611441429722177406_nRidwan adalah alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor (PM Gontor/Gontor) yang berasal dari suatu desa terpencil di sebuah kabupaten di Jawa Barat. Sejak tamat dari Gontor, sekitar 30 tahun lalu, dia belum pernah sekali pun kembali menjenguk pondoknya, PM Gontor. Selain karena keterbatasan finansial, aktivitasnya di desa cukup menyita waktunya. Tahun ini, demi mendengar bahwa PM Gontor akan mengadakan Peringatan 90 Tahun dan akan menggelar Reuni Akbar, hatinya sontak bergetar, seolah kembali teringat pada kekasih lamanya. Kawan akrabnya sekabupaten, berbeda kecamatan, memberi tahu hal itu.

Mulanya, ia ragu, mengingat lama perjalanan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk sampai ke Gontor. Akhirnya, ia menemukan cara untuk kembali menjenguk “kekasih lama-”nya itu. Sepeda motor, ya, sepeda motor satu-satunya yang biasa menemaninya beraktivitas di kampung itu akan “diajaknya” ke Gontor. Dengan bekal secukupnya untuk perjalanan bolak-balik, dan bekal selama di Gontor, ia pamit kepada istrinya. Mata istrinya berkaca-kaca melihat azam suaminya yang kuat itu. Meski berat, akhirnya dilepaskannya pula kepergiannya. Selepas Subuh, sebelum matahari terbit, dia mulai meniti jalan di desanya, meninggalkan rumah, sawah, dan kampung halamannya dengan sepeda motor, menuju Gontor.

Singkat cerita, Ridwan berhasil sampai ke Gontor. Teman-teman yang sudah sekitar 30 tahun lalu tak pernah dijumpainya, menyambutnya di markas angkatan, salah satu rumah alumnus di desa tetangga Gontor. Ada Hafizh, pengusaha sukses bidang periklanan; ada Rudi, kontraktor besar yang melanjutkan usaha ayahnya; ada juga si kurus Ismail yang sama sepertinya, istiqamah menjadi petani dan guru mengaji di kampung. Satu lagi, Yusrial yang telah menjadi profesor dan menduduki kursi rektor perguruan tinggi di daerah asalnya, dan masih banyak lagi. Rasa bangga, haru, bahkan juga minder berkecamuk di hati Ridwan. Apalagi setelah giliran teman-teman bertanya aktivitasnya setelah keluar Gontor dulu dan kini. Dengan lugu dikisahkannya, bahwa dia mengaku sempat mengenyam bangku kuliah di perguruan tinggi lokal di kabupatennya hingga S1. Sayang, keterbatasan biaya membuat langkahnya terhenti, meski prestasi akademiknya cukup bagus. Akhirnya, dia pulang kampung, mengabdikan diri sepenuhnya untuk masyarakat, bertani dan mengajar mengaji.

Ya, sepenggal kisah di atas benar adanya. Hanya, nama, tempat asal, dan angkatannya tentu saja dibuat fiktif. Masih banyak Ridwan-Ridwan yang lain, alumnus Gontor dari beberapa pelosok Tanah Air, namun tekadnya sama, ingin menghadiri Reuni Akbar di Gontor.

***

Dalam tiga hari itu (1–3 September 2016), Gontor dibanjiri manusia dengan berbagai usia dan profesi. Mereka adalah para alumni yang akan menghadiri Reuni Akbar. Bagian penerimaan tamu jelas tidak mampu menampung mereka. Konon, lebih dari sebulan lalu, rumau-rumah penduduk di Desa Gontor dan sekitarnya disewa untuk penginapan atau markas angkatan para alumni Gontor. Ada juga yang tidak perlu menyewa, yakni karena rumah itu milik guru-guru PM Gontor. Para alumni itu sepakat menjadikannya markas. Beragam tulisan menghiasi pagar depan rumah atau kelokan jalan. Ada yang menulis “Markaz Tajammuk Marhalah ….;” “Base Camp Alumni Siska.” “Tempat Ngumpul Angkatan …..,“ dan seterusnya. Membaca tulisan itu saja sanggup membayangkan betapa besar antusiasme para alumni itu. Hari Sabtu, tanggal 3 September 2016, Reuni Akbar, dalam rangka Peringatan dan Kesyukuran 90 Tahun PM Gontor digelar, setelah dua hari sebelumnya diawali dengan berbagai macam pertemuan alumni Gontor sesuai dengan profesi masing-masing.

Tanggal 2 Sepetember sore dan malam, hampir semua alumni yang akan mengikuti reuni telah tiba di base camp angkatan masing-masing. Mereka hadir dengan berbagai macam cara. Ada yang naik pesawat, kapal laut, kereta api, kendaraan pribadi roda empat, roda dua, hingga bersepeda, berkursi roda, dan berjalan kaki. Mereka datang dari seluruh pelosok Tanah Air, mulai Aceh hinggga Irian Jaya; dari Pulau Kalimantan yang terbesar, hingga Alor, pulau kecil di kawasan Nusa Tenggara Timur; dari alumni dekade 1950–1960-an (dan berusia di atas 60 atau 70 tahun) hingga alumni yang baru keluar bulan Ramadhan kemarin. Ada yang tengah mengemban amanat menjadi pejabat tinggi negara, pejabat daerah, anggota legislatif, hingga menjadi kepala desa, Ketua RW/RT; ada anggota partai yang nasionalis maupun partai keagamaan, dan non partisan; pengikut ormas seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dsb. Mereka tumplek bleg di Kampus PM Gontor.

Pertemuan itu, sungguh, meretas semua sekat yang menjadi pembatas mereka di masyarakat: sekat partai, sekat ormas, sekat usia, sekat angkatan, masa ketika Trimurti masih ada ketika Trimurti telah semuanya wafat. Hanya ada satu hati bagi mereka: kembali ke Gontor, ibu kandungnya. Mereka memiliki niat yang sama, tujuan yang sama, degub dada yang sama; getaran perasaan yang sama: senang, haru, bahagia, rindu menjenguk pondok. Mereka ingin kembali melihat perkembangan pondok, silaturahim dengan Pimpinan Pondok, guru-guru, dan sahabat karib seangkatan; ingin kembali makan dengan menu yang sama, kembali mengenakan sarung dan pergi ke masjid. Pokoknya, semua yang pernah menorehkan sejarah kehidupan selama di pondok, ingin kembali dikenang, dirasakan, diulang kembali, dinapaktilasi.

Pertemuan itu pun diwarnai jabatan tangan sangat erat, pelukan amat kuat, serta tetes air mata yang dahsyat. Memang, karena sedaerah dan rumahnya berdekatan, ada yang hampir setiap hari bertemu. Namun, tidak sedikit pula yang hanya bisa bertemu setahun sekali; dan lebih banyak lagi yang belum pernah bertemu sejak meninggalkan pondok puluhan tahun silam. Pertemuan itu sayang sekali kalau disia-siakan. Maka, mereka pun melampiaskannya dengan ngobrol hingga larut malam, bahkan dini hari. Pokoknya, hari itu, tidak ada yang lebih indah, lebih nikmat, bahkan lebih penting, kecuali pertemuan itu. Anak-istri pun ditinggalkan.

Seorang alumnus dari Medan Sumatera Utara, yang datang dengan kursi roda, didampingi kedua anak kembarnya yang baru tamat Gontor Ramadhan lalu, berujar, “Tadinya, karena sakit macam ini, aku tak akan datang, khawatir merepotkan banyak orang, apalagi kalau ke kamar mandi. Tapi, kalau aku tak datang juga, akan lebih sakit rasanya, karena hanya mendengar cerita dari teman-teman yang datang. Akhirnya, berangkat jugalah aku. Ha..ha..ha..ha.” Tawanya lepas usai berkisah itu.

Banyak yang susah mengenali sahabat karibnya, meski sekelas sekalipun. Rambut mereka, sebagian atau seluruhnya sudah memutih; wajahnya pun memperlihatkan garis ketuaan; ada yang giginya sudah banyak tanggal. Bertahun-tahun mereka dipisahkan oleh lautan, daratan, negara, dan aktivitas. Setelah saling kembali memperkenalkan diri, suasana haru pun meledak. Kalimat Ya Allah, Masya Allah, Subhanallah, Alhamdulillah, atau ya salam pun bertubi terdengar. Pertemuan kembali itu laksana perpisahan. Mereka saling memamerkan air mata, menangis haru, tanda syukur, rasa bahagia.

Dalam memori saya, rasanya, tidak ada alumni lembaga pendidikan manapun yang kecintaannya kepada almamater melebihi alumni Gontor. Sekali lagi, mereka bukan hanya mencintai dan merindukan sekolahnya, melainkan juga kyai sekaligus ajaran atau nasihatnya, wali kelas dan guru-gurunya, kampus lengkap dengan segenap atmosfernya, serta, tentunya, sahabat karibnya.

Guru-guru yang rumahnya dijadikan basecamp berkisah, bahwa para alumni itulah yang menentukan menu masakan, yakni menu seperti ketika mereka mondok puluhan tahun silam. Misalnya, untuk makan siang, menu Dapur A hari Rabu; untuk makan malam, menu Dapur B hari Kamis, dst., yang wujudnya tidak lebih dari masakan sederhana berikut ini: sayur lodeh kacang panjang, atau nangka muda (tewel) atau terong, tumis kangkung, dengan sambel terasi istirahat pertama (salathah rahah), pecel, bothok, sate ayam/kambing, sayur bening, dengan lauk tempe goreng, tahu goreng, dan rempeyek. Masya Allah, dengan senang hati, para tuan rumah itu menyanggupi segenap “tuntutan” para alumni sahabatnya itu.

Untuk tidur? Ah, itu bukan masalah, termasuk para alumni yang berusia 60 tahun ke atas. Jika kamar-kamar di rumah markas itu tidak mencukupi, mereka pun rela tidur di bawah atau di teras rumah, dengan hanya beralaskan karpet atau kasur-kasur tipis, dan berbantal. Toh, pengalaman itu pernah dialami bertahun-tahun semasa mondok dulu. Yang penting, mereka dapat kumpul kembali dengan teman-teman seangkatan, kembali menghirup udara dan atmosfer pondok. Semua dirindukan, semua ingin dilihat, dikunjungi, dirasakan kembali getarannya. Ada yang mengibaratkan seperti aki/baterei, kembalinya mereka ke Gontor supaya mendapat setruman, energi-energi positif, yang menebar rahmat dan barakah.

Tidak ada yang tidak menitikkan air mata, ketika meresapi kenangan itu: ketika melihat kembali bel besar; ketika melihat ruang kelasnya yang masih seperti dulu, atau telah berubah fungsi; saat bertemu dengan guru-guru yang tetap memegang nilai kesederhanaan; atau menyaksikan bekas asramanya yang telah bertingkat dan memiliki kamar mandi sendiri, tidak jadi satu dengan asrama lain, sehingga antrean lebih pendek. Yang tak luput dari kunjungan, adalah makam Trimurti Pendiri: K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkasyi. Ya, mereka adalah anak-anak ideologis para pendiri PM Gontor itu.

Adapun hal yang paling disukai adalah “tajammu‘,” berkumpul dan makan bersama dalam satu wadah, atau makan makanan kecil tradisional sambil ngobrol hingga larut malam, bahkan dini hari. Tak pelak, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu), Abdurrahman Muhammad Fachir (AM Fachir), yang alumnus tahun 1976, usai mengisi acara resmi di Pondok Pesantren Walisongo, Ngabar, meski telah pukul 22.00, rela kembali ke base camp angkatan, (rumah Ustadz Noor Syahid) demi menemui teman-teman seangkatannya. Yang diobrolkan, tentu seputar kenangan, pengalaman, serta kabar sahabat karib yang tak bisa datang. Juga pengalamannya menembus jabatan yang diembannya saat ini.

Pada tanggal 3 Sepetember pagi, perhelatan itu digelarlah. Ribuan alumni berdatangan menuju tempat berkumpul, yakni di depan BPPM atau Masjid Jami‘.

Saat memasuki tempat pertemuan, beragam atribut dan pakaian yang dikenakan para alumni itu. Di antaranya ada yang mengenakan batik, baju koko, kaos, topi, dan pin yang disematkan di dada. Sebagai alumnus tahun 1976, Wamenlu AM Fachir pun bangga ikut mengenakan pin angkatan. Barangkali, yang terheboh adalah alumni angkatan 1975. Di antara mereka ada yang merepresentasikan sosok Pak Sahal, Pak Fannani, dan Zar. Maka, Drs. H. Imam Budiono Sahal, M.A., Prof. Dr. K.H. Dien Syamsuddin, M.A. dan K.H. Dr. Ahmad Hidyatullah Zarkasyi, M.A., didapuk merepresentaskan sosok Pak Sahal, Pak Fannani, dan Pak Zar. Sementara itu, penggembiranya (teman-teman seangkatan, mengenakan kaos, dan topi oranye. Hadirin pun bersorak sorai demi menyaksikan hal itu.

Di tempat duduk, para alumni itu masih riuh dengan obrolan masa lalu, sebab, ada yang baru datang, bertemu, dan bergabung pagi itu. Kian banyak alumni memasuki tempat acara, kian riuh rendah obrolan terdengar. Pukul 08.30 Pagi, para alumni itu telah menyemut di depan masjid, Balai Petemuan Pondok Modern, hingga utara gedung Saudi, melebihi luas tarup yang disediakan. Konon, yang hadir dalam Reuni Akbar itu tidak kurang dari 11.000 orang. Allahu Akbar! Itu pun belum semuanya. Jelas, ada yang berhalangan karena satu dan lain hal.

Acara pun dimulai. Master of Ceremony, Heppy Chandrayana, alumnus Gontor tahun 2001, memohon hadirin agar tenang, karena acara akan dimulai. Lantas, qari, alumnus Gontor 2002, membacakan ayat al-Qur’an secara tartil/murattal, bukan mujawwad. Acara dilanjutkan, yakni menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan Hymne “Oh Pondokku.” Inilah acara yang dinanti-nantikan. Saat lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan, suasana emosional kebangsaan timbul menyeruak di hari para alumni itu, dan hatinya mengatakan, “Inilah Gontor, yang tak perlu diragukan nasionalismenya.” Berikutnya, menyanyikan Hymne “Oh Pondokku”.

Hymne “Oh Pondokku” benar-benar meretas sekat-sekat apapaun yang dimiliki para alumni Gontor. Seolah, dengan melantunlan hymne itu, mereka ingin meneguhkan bahwa dirinya benar-benar anak kandung ibunya: Gontor. Hymne itu juga membuat air mata mengalir deras, mengingat kenangan masa lalu yang semalam suntuk telah mereka perbincangkan. Pengalaman kerja sama, konflik, dan bersaing; pengalaman dimarahi kyai, pengalaman menjadi pengurus, dsb., semuanya menjadi indah untuk kembali dikenang dan dikisahkan.

Memang, belum pernah ada reuni dengan hadirin sebanyak itu. Allahu Akbar. Acara diisi dengan pidato dari tokoh-tokoh alumnus Gontor, yaitu Prof. Dr. K.H. Dien Syamsuddin, M.A., K.H. Dr. Hidayat Nur Wahid, M.A., Dr.H. AM Fachir, dan K.H. Hasyim Muzadi. Acara ini juga dimaksudkan sebagai muhadharah atau latihan pidato yang biasa dilakukan para santri seminggu 3 kali. Namun sayang, hal itu terasa agak monoton, mengingat frekuensi pemunculan pembicara, dalam 10 tahun ini, cukup sering. Alangkah baiknya jika yang dimunculkan, misalnya, Bapak Ahmad Fuad Effendy, pakar bahasa Arab di Indonesia, juga alumnus Gontor yang tengah menjabat Rektor, seperti Prof. Dr. Azhar Arsyad, dan berbicara dalam bahasa Inggris, seperti pertemuan serupa tahun 2003. Ketika itu, yang berbicara Prof. Dr. Nurcholish Madjid (bahasa Indonesia), Dr. Ahmad Syatori Ismail, M.A. (bahasa Arab), Prof. Dr. Dien Syamsuddin, M.A. (bahasa Inggris).

Tidak kalah menarik jika diberi kesempatan alumni yang sukses dalam bidang masing-masing, seperti pengusaha, praktisi pendidikan (dosen, guru, kyai), da‘i, petani, atau peternak sekali pun. Saya yakin, siapapun yang berbicara di forum itu, ketika itu, akan memberi inspirasi kepada para hadirin. Pengalaman dan suka duka mereka tentu akan sangat menarik dikisahkan. Namun, jika tidak, semoga ada yang menuliskan pengalaman mereka dalam sebuah buku.

Usai pertemuan, banyak alumni yang langsung pulang, tentu saja karena tuntutan tugas masing-masing dengan membawa kenangan dan harapan, semoga dapat berkumpul kembali. Sekitar 3 hari kemudian, sudah ada alumni yang mengunggah fotonya di media sosial, tengah menunaikan ibadah haji. Allahu Akbar! Dalam kesempatan menunakan ibadah haji itu, puluhan alumni dan guru Gontor yang juga tengah menunaikan ibadah haji melakukan sujud syukur memperingati 90 tahun usia Gontor di Masjidil Haram, dilanjutkan dengan pertemuan bersama Lukman Hakim Saifuddin, alumnus Gontor, Menteri Agama, yang tengah menjadi Amirul Hajj.

Subhanallah! Lelah rasanya membuat lukisan tertulis seperti ini. Susah menghadirkan atmosfer, situasi, dan perasaan yang hadir saat itu. Mohon maaf jika tidak mewakili hal itu. Tak semua yang saya kenal saya temui; dan tidak semua yang saya temui saya kenal. Tetapi, tak kuasa, air mata ini menetes jua. nasrulloh zainul muttaqien

DASS Gontor Putri Siap Tampil Malam Ini

0

Malam ini, Sabtu, 17 September 2016 akan menjadi saksi dari sebuah perjuangan, keikhlasan dan harapan seperempat abad. Sebagai salah satu kesyukuran dari peringatan sembilan puluh tahun Gontor dan seperempat abad Gontor Putri. Banyak hal baru yang akan ditampilkan dan dipertunjukkan. Seluruh elemen pondok saat ini tengah bergerak untuk mensukseskan acara ini. Pondok sedang berhias menyemarakkan Darussalam All Stars Show (DASS) dengan dekorasi jalan, banner DASS maupun reuni akbar serta pamflet-pamflet yang dibuat oleh santriwati.
DASS akan dimulai pada pukul tujuh malam dan diperkirakan selesai tepat pukul dua belas. Di awal acara akan diumumkan pula pemenang lomba cipta lagu dalam rangka seperempat abad Gontor Putri.

Selamat datang! Selamat Menyaksikan!

“Realisasi Misi Gontor Putri untuk Kemuliaan Umat dan Bangsa”

dee

Reuni Akbar Gontor Putri Diliputi Rasa Haru dan Bahagia

0

Reuni akbar Gontor Putri yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Dua puluh empat angkatan berkumpul di auditorium Gontor Putri 1 pada hari Sabtu pagi (17/9). Beberapa tamu undangan yang hadir adalah pimpinan pondok, direktur KMI, assabiquna al-awwalun para asatidz perintis dan pejuang Gontor Putri dan beberapa utusan kampus putri lainnya.

img_4773Haru sudah tergambar jelas di mata para alumni. Terlebih saat mennyanyikan lagu hymne Oh Pondokku. Pelan dan khidmat.

Wakil Pengasuh Putri 1, Ustadz H. Ahmad Suharto, menyampaikan ucapan selamat datangnya kepada seluruh alumni. Beliau pun menyatakan bahwa dirinya yang merupakan haditsu ‘ahdin ini sudah merasakan kebanggaan akan kiprah alumni putri. Terlebih para alumni-alumni ini adalah saksi dan pelaku sejarah sebagai cerita serta motivasi bagi adik-adiknya.

Dalam sambutannya sebagai perwakilan dari Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM), ustadz Muhammad Badrun Syahir mengemukakan bahwa sehak 10 tahun yang lalu sudah didirikan departemen baru dalam IKPM, yaitu departemen keputrian karena melihat sepak terjang para alumni putri.

img_4930Sementara perwakilan alumni, Ida Husnul (alumni 1996), mengucapkan rasa syukur mendalamnya bagi seluruh pendidikan yang diterima selama nyantri di Gontor. Pada awalnya ia mengatakan bahwa sambutan ini akan disampaikan dengan Bahasa Indonesia karena tidak akan ada mahkamah lughoh yag disambut gelak tawa seluruh peserta reuni. Namun di akhir sambutan alumni Al-Azhar University ini menghadirkan suasana haru. Sebagai perdana kelas biasa (adi) di Gontor Putri, banyak sekali pengalaman yang diterima. Kenangan-kenangan masa lalu seperti bagaimana almarhum Ustadz Sutadji memimpin muhadatsah dan membangunkan subuh serta ayat-ayat yang sering digunakan almarhum dan Ustadz K.H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi saat sholat. Ia pun meminta kedua anaknya, Ahmad Fawaz dan Auza, untuk mentilawahkan ayat-ayat tersebut.

Kyai Syukri menyampaikan sambutan
Kyai Syukri menyampaikan sambutan

Pimpinan pondok, Ustadz KH. Abdullah Syukri berusaha memberikan sambutan. Namun hanya takbir yang terucap. Kemudian Ustadz Ahmad Hidayatullah menerangkan bahwa kyai Syukri sangat ingin datang pada acara reuni ini. Kemudian beliau beserta beberapa keluarga mencatat apa yang ingin pimpinan pondok ini katakan.

“Jadilah dirimu ibu yang utama. Karena ibu yang utama sama dengan 100 guru. Didiklah dirimu dengan kesehatan. Didiklah otakmu dengan belajar dan berpikir. Didiklah jiwamu dengan puasa, tahajud dan berbuat baik!”

Kesyukuran dan keharuan juga nampak dari Ustadz KH. Hasan Abdullah Sahal. Beliau menyatakan bahwa peringatan sembilan puluh tahun Gontor ini lebih baik dari peringatan delapan puluh atau tujuh puluh tahun Gontor. Dengan membedakan makna meninggalkan, mewariskan dan mengestafetkan, kyai Hasan menekankan bahwa nilai-nilai pondok harus tetap diteruskan oleh generasi selanjutnya.

Adanya reuni ini pun bukan untuk ajang membangkitkan semangat atau dengan istilah nyetrum aki. “Mendatangi pondok untuk membuka rapotmu. Apakah panca jiwamu masih kuat atau tidak,” tegasnya.

Assabiqunal Awwalun perintis dan pejuang Gontor Putri
Assabiqunal Awwalun perintis dan pejuang Gontor Putri

Reuni akbar ini dilanjutkan dengan temu kangen bersama assabiwunal awwalun yang disampaikan oleh Ustadz Hudaya dan Ustadz Noor Syahid. Di akhir, Ustadz Ahmad Hidayatullah memberikan kesempatan bagi alumni awal untuk memberikan kesannya. Ada yang menyatakan kebahagiaan serta kesyukurannya serta menceritakan beberapa pengalaman pahit dan manis.

Ustadz Ahmad Hidayatullah menanyakan kesan salah satu alumni
Ustadz Ahmad Hidayatullah menanyakan kesan salah satu alumni

“Akhirnya semua indah dikenang baik yang pahit dan manis,” kata Ustadz Ahmad Hidayatullah. “Ahli pendidikan menyatakan bahwa pendiri Gontor sangat hebat merancang untuk memberikan kesan bagi santrinya. Ini adalah kunci sukses Gontor. Kami minta maad bila tidak semua kesan itu manis. Tapi insya Allah itu akan menjadi pelajaran bagi kita semua.”

Beliau pun berpesan kepada para alumni agar membuat kesan yang indah dan membawa kebaikan bagi lingkungan. Baik pahit ataupun manis, tapi semua bernuansa pendidikan.

Selanjutnya para alumni akan mengikuti safari kampus dan dapat bereuni dengan angkatan masing-masing. Malamnya mereka akan menonton Darussalam All Stars Show (DASS) yang akan dimulai selepas Isya’. dee

Senjata Santri, All Stars dan Seperempat Abad yang Hanya Sekali

0

Bila Drama Arena yang mejadi ajang pembuktian diri kelas lima dan proses latihan kebersamaan mereka, kini tak lagi.

Bila Panggung Gembira adalah pembuktian akhir serta masa balas dendam akan kesalahan-kesalahan yang kelas enam lakukan pada DA mereka tahun kemarin, kini tak lagi.

Adalah bagaimana caranya dapat menjadi lebih baik, kalau bisa yang terbaik di antara yang lain, menjadi sebuah semangat tersendiri dalam diri si empunya acara. Namun kali ini tak ada lagi rasa itu. Sembilan puluh tahun Gontor hanya sekali. Seperempat abad hanya sekali. All Stars kali ini pun hanya sekali.

H-1 dan tanah ini diguyur hujan sangat deras. Kemarin malam pun begitu. Beberapa pihak sudah mulai pesimis dan takut. Akankah acara All Stars akan baik-baik saja esok hari? Akankah akan sama seperti nasib malam ini? Dengan segala pengorbanan dan harapan seluruh elemen pondok, sukses menjadi sebuah kata mutlak.

Berkah langit ini turun di tengah-tengah gladi bersih. Pada acara koor lebih tepatnya. Kebanyakan orang berteduh di auditorium. Sebagian pulang menyelamatkan beberapa pekerjaannya. Namun sebagian lain masih bertahan bersama hujan. Kelas lima sebagai peserta koor tetap menyanyi dengan lantang. Bagian perlengkapan dengan sigap menutup semua barang dengan banner. Bagian kesenian dan orang-orang yang berada di sekitarnya turut membantu menyelamatkan background yang nyaris terjatuh. Setelah semua terevakuasi, mulailah muncul wajah-wajah sedih. Beberapa berusaha menghibur diri. Namun tak tertutupi dari wajah mereka akan beberapa potong ketakutan.

Auditorium sekali lagi menjadi saksi sebuah perjuangan. Bukan hanya kelas lima ataupun kelas enam. Namun seluruh penghuni kampung nan damai ini mencoba menggetarkan langit. Beberapa membahas acaranya, sebagian juga melakukan pekerjaan yang bisa mereka kerjakan dengan kondisi saat itu.

Seseorang maju dan memohon perhatian dari semua orang yang dapat ia jangkau di auditorium saat itu. Karena banyak juga yang sedang mempersiapkan acaa pertemuan bagi seluruh alumni esok pagi. Ia memimpin doa dan dzikir. Mengharap keikhlasan dari semua pihak. Bahwa acara ini bukan milik dari sebagian orang saja. Ini milik pondok dan demi kemajuan pondok. Hati saya tergetar. Memang senjata santri adalah lewat spiritual. Melalui doa. Bukan hanya usaha dan rasa lelah yang tertahan.

Esok adalah dua acara puncak dalam memperingati sembilan puluh tahun Gontor dan seperempat abad Gontor Putri, yaitu reuni akbar serta All Stars. Persiapan demi persiapan sudah diusahakan. Kepanitiaan sudah dimaksimalkan. Sisanya tinggal menunggu taufiq Allah melalui doa-doa panjang.

Kini kami menjadi saksi hidup sebuah sejarah. Sepuluh tahun ke depan entah sudah bagaimana pondok ini. Entah sudah berada di mana kami. Tapi yang jelas, kali ini hanya sekali. All Stars bukan hanya sebuah pagelaran seni, namun ia adalah kristalan dari bentuk perjuangan, keikhlasan dan harapan. dee

Check In Alumni Peserta Reuni

0

Reuni alumni Gontor Putri akan dimulai esok hari pada Sabtu (17/9), namun para alumni sudah mulai berdatangan sejak pagi Jum’at (16/9) dari berbagai penjuru. Konsulat Surabaya dipastikan datang menggunakan 2 bis dan konsulat Jakarta akan datang dengan 3 gerbong kereta api. Pondok sudah siap menerima para alumninya yang akan kembali ke ‘rumah’.

Peserta reuni akan melakukan check in di sebelah mini market bagian dalam untuk pendataan. Para alumni pun akan mengetahui asrama yang akan ditinggali untuk 2-3 hari ini. Penempatan asrama berdasarkan angkatan, dimulai dari gedung Saudi untuk alumni perdana 1994 dan berlanjut hingga gedung Aisyah dan beberapa gedung di kampus Putri 2. Sedangkan untuk pengantar laki-laki sudah dipersiapkan tempat di kamar rombongan yang terletak di samping masjid Mahronnisa. dee

Penempatan Asrama Alumni

ANGKATAN PENEMPATAN
1994 SAUDI 2
1995 SAUDI 3
1996 SAUDI 3
1997 TURKI
1998 TURKI
1999 AWAL TUNIS
1999 AKHIR TUNIS
2000 AFGHANISTAN
2001 AFGHANISTAN
2002 IRAN
2003 IRAN
2004 YORDANIA
2005 YORDANIA
2006 LIBANON
2007 LIBANON
2008 SYIRIA
2009 SYRIA
2010 NINXIA
2011 NINXIA
2012 AISYAH
2013 KUWAIT
2014 KHODIJAH
2015 BAPENTA GP 2 PUTRA
2016 BAPENTA GP 2 PUTRI

 

 

Recall Memory dalam DASS Putri 1

0

Darussalam All Stars Show (DASS) di Gontor Putri kampus 1 akan digelar di tengah-tengah acara reuni akbar Gontor Putri pada hari Sabtu (17/9). Acara yang akan ditempatkan di lapangan hijau Putri kampus 1 ini diperkirakan ditonton oleh 7000 pasang mata. Terdiri dari seluruh santriwati kampus 1 dan 2 beserta dewan guru, seluruh alumni pesera reuni, wali santri dan juga tamu undangan. Pagelaran ini pertama kali diadakan sebagai peringatan sembilan puluh tahun Gontor dan seperempat abad Gontor Putri.

img_8292Acara ini berbeda dengan pagelaran seni yang lain, seperti Drama Arena dan Panggung Gembira karena kepanitiaan meliputi kelas 5, 6 dan para guru. Namun seluruh penampilan yang ada merupakan kaloborasi dari seluruh santriwati dari kelas 1 hingga kelas 6 dan guru. DASS diketuai oleh empat orang santriwati. Dua orang kelas 6, yaitu Risma Anis (6I) dan Siti Sofi’ah (6K), serta dua orang kelas 5, yaitu Hamra’ Bachtiar (5B) dan Ervita Yaniaria (5D). Dengan penanggung jawab umum dari beberapa guru.  Bila PG indoor di dalam auditorium serta DA yang outdoor namun panggung lebih kecil, panggung untuk DASS kali ini akan lebih besar, yaitu 30 x 15 meter.

Tema yang diusung adalah “Realisasi Misi Gontor Putri untuk Kemuliaan Umat dan Bangsa”, karena menurut Masyitoh Anis, salah satu penanggung jawab umum DASS, tema ini diambil masih senada dengan tema sembilan puluh tahun Gontor, yaitu kemuliaan umat dan bangsa. Namun di umur Gontor Putri yang masih seperempat abad ini keinginan untuk merealisasikan misi-misi Gontor Putri, mencetak perempuan yang sittil kull dan mar’ah sholihah serta mampu menjadi pendamping para pejuang yang mengerti arti perjuangan, dirasa lebih mewakilkan Gontor Putri. Kini bukan lagi masa trial and error. Gontor Putri sudah established dengan segala pendidikan Gontor ditambah pendidikan keputrian.

Karena banyak alumni yang akan ikut hadir pada malam nanti, maka beberapa acara memberikan persembahan khusus dengan tema-tema recall memory. DASS akan dimulai selepas Isya’ pukul 7.30 malam hingga selesai. Selamat datang, selamat menyaksikan. dee

 

Presiden RI Dijadwalkan Hadir pada Resepsi Kesyukuran 90 Tahun Gontor

0

GONTOR – Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, dijadwalkan akan hadir pada Resepsi Kesyukuran Peringatan 90 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor, Senin (19/9) mendatang. Acara akbar yang merupakan puncak rentetan kegiatan Peringatan 90 Tahun Gontor ini menurut rencana juga akan dihadiri oleh Ketua MPR RI, Dr. Zulkifli Hasan, SE, MM, Ketua DPR RI, Dr. H. Ade Komarudin, M.H., Ketua DPD RI, H. Irman Gusman, S.E., M.B.A., beberapa menteri, duta besar negara sahabat, dan para gubernur di mana seluruh Kampus Gontor berlokasi.

Informasi terakhir yang didapat dari Sekretariat Presiden pada Kamis (15/9) kemarin, Presiden Joko Widodo positif dijadwalkan hadir di Gontor pada Senin (19/9) esok. Selain menyampaikan pidato kehormatan, Presiden Jokowi juga akan meletakkan batu pertama menara Masjid Jami’ Gontor dan meresmikan Gedung Utama Universitas Darussalam Gontor.

Selain itu, Panitia juga akan mengundang perwakilan seluruh Kampus Gontor, baik dalam maupun luar jawa, perwakilan dari Pondok Alumni Gontor, dan beberapa instansi terkait.

Hingga kini, panitia masih terus melakukan koordinasi pengamanan dengan beberapa pihak terkait, seperti Kodim dan Korem. Hari ini hingga hari H mendatang, Panitia bersama dengan pihak kepolisian dan militer terus bekerja sama guna mengupayakan keamanan kedatangan RI 1.

Dengan demikian, Presiden Joko Widodo melanjutkan tradisi lawatan kenegaraan dari presiden-presiden RI sebelumnya. Mengingat seluruh Presiden RI sebelumnya, sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seluruhnya pernah menginjakkan kaki di Gontor.binhadjid

Kelas 1 Keluar Sebagi Juara Umum

0
Penampilan Nasyid Kelas 4, dan meraih Juara 1 Nasyid antarkelas
Penampilan Nasyid Kelas 4, dan meraih Juara 1 Nasyid antarkelas

Gontor-Kelas 1 keluar sebagi juara Umum pada lomba folksong dan nasyid antarkelas tahun ini, acara yang diadakan tahunan setiap tanggal 10 Dzulhijjah ini berjalan lancar meriah. Pada hari Senin (12/9) bertempat di Balai Pertemuan Pondok Modern Darussalam Gontor (BPPM) dan ditonton langsung oleh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi dan K.H. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor membuat acara ini lebih menarik.

Acara ini bisa disebut juga kompetisi paling bergengsi bagi santri kelas 1 sampai kelas 4. Karena tidak ada kompetisi antarkelas selain lomba folksong dan nasyid ini. Setelah dilatih oleh wali kelas masing masing angkatan seluruh peserta memberikan penampilan terbaiknya. Perolehan nilai dari setiap kelas sangat kompetitif sehingga menyulitkan dewan juri untuk menentukan siapa yang menjadi juara.

Hasil akhir kompetisi ini yaitu: Juara 1 Folksong diraih oleh kelas 3 Intensif, lalu disusul oleh kelas 1, dan kelas 3 sebagai juara 3.  Dan untuk lomba nasyid, kelas 4 keluar sebagi nasyid terbaik meraih juara 1, dilanjutkan oleh kelas 1 dan kelas 2. Selain 1 sampai kelas 4 tampil juga dalam acara ini santri kelas 5 dan kelas 6 yang tidak kalah serunya dengan penampilan adik-adik kelasnya. AaRum

Kiai Hasan Hadiri Pernikahan Kader Ustadz Anwar Fatoni

0

PONOROGO–Pada Senin (5/9), salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, K.H. Hasan Abdullah Sahal, menghadiri resepsi pernikahan salah satu kader Gontor, Ustadz Anwar Fatoni, S.H.I., yang menikah dengan Ustadzah Ana Mar’atus Sholihah. Pernikahan berlangsung di kediaman mempelai wanita, tepatnya di Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, pada pukul 14.00 WIB.

Pada kesempatan itu, Kiai Hasan menyampaikan bahwa kader Gontor harus mampu membina rumah tangga dengan baik. Karena, selain mengurus keluarga, kader juga memiliki amanat yang besar terhadap kelangsungan dan kemajuan pondok. Beliau juga menegaskan, bahwa istri yang saat ini dinikahi, adalah istri yang kedua. Sedangkan istri yang pertama adalah pondok.

Turut hadir dalam acara tersebut K.H. Masyhudi Subari, M.A. dan Drs. K.H. Akrim Ma’riyat, Dipl.A.Ed., anggota Badan Wakaf PMDG, yang ditemani oleh beberapa guru senior Gontor, diantaranya; H. Taufiqurrahman, H. Suroso Hadi, H. Setiawan bin Lahuri, M.A.

Pernikahan kader di PMDG merupakan salah satu bentuk kemajuan. Kemajuan dalam penerapan Panca Jangka Gontor, yaitu Kaderisasi dan Kesejahteraan Keluarga. Di mana kebutuhan hidup segenap keluarga besar pondok terpenuhi, lantas mereka dapat berjuang membantu pondok dengan maksimal. Reyzin.

Peringati Kesyukuran 90 Tahun Gontor, PMDG Gelar Napak Tilas Perjalanan Trimurti ke Sooko

0
img_0294
Suasana perjalanan peserta Napak Tilas Perjalanan Trimurti

DARUSSALAM–Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang tetap bertahan bahkan semakin berjaya di usianya yang menginjak 90 tahun ini merupakan buah dari usaha jerih payah Trimurti Gontor yaitu K.H Ahmad Sahal, K.H Zainuddin Fananie, serta K.H Imam Zarkasyi.

Oleh karena itu, guna mengenang pekerjaan berat Trimurti dan perjuangan mereka mempertahankan serta menyelamatkan pondok dari Partai Komunis Indonesia (PKI) kisaran tahun 1948 lalu, pondok menyelenggarakan kegiatan Napak Tilas Perjalanan Trimurti. ”Kegiatan Napak Tilas menyusuri rute-rute yang dilalui Trimurti ketika dikejar PKI dahulu,” ungkap Al-Ustadz Muhammad Mustofa, pembimbing kegiatan yang termasuk dalam divisi Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) dalam rentetan Peringatan Kesyukuran 90 Tahun Gontor.

Kegiatan ini diikuti oleh 150 orang, yang terdiri dari 100 orang guru KMI dan alumni dan 50 orang dari siswa kelas 5 dan 6 KMI. Peserta Napak Tilas diberangkatkan dari pondok pada hari Rabu, (7/9) lalu oleh Bapak Pimpinan PMDG, K.H. Hasan Abdullah Sahal dan K.H. Syamsul Hadi Abdan.

”Tahun 1948 PKI ingin menggempur. waktu itu di gontor hanya saya. Ketaatan seorang istri kepada suaminya. Kamu di sini saja bagaimana pun disini saja kata pak sahal kepada ibu saya, waktu itu saya masih berumur satu tahun. Santri santri pergi karena akan diserang PKI.” terang K.H. Hasan, dalam sambutannya saat pelepasan.

Setelah memberikan sambutannya beliau memimpin doa agar perjalanan Napak Tilas Perjalanan Trimurti berjalan tanpa hambatan. Sekitar 6 kendaraan disediakan, 2 mobil Elf untuk para asatidz senior, 2 truk terbuka untuk para asatidz, 1 truk untuk santri kelas 5, 1 truk untuk santri kelas 6, sekaligus 1 ambulan untuk antisipasi.

Pukul 6:15 mobil diberangkatkan menuju bendungan bundo. Sampai di bendungan bundo pukul 6:45. Sebelum perjalanan dimulai peserta menyantap sarapan yang telah disediakan panitia. Pukul 7 tepat perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Terdapat 7 pos melewati desa Centong, Gunung tukul.  Tujuan akhir kegiatan tersebut adalah di desa Buyur, Sooko, sekitar kaki gunung Bayang Kaki Kota Ponorogo, perjalalan berakhir di sana karena dahulu Trimurti tertangkap oleh PKI di desa tersebut

Setelah 5 jam perjalanan, akhirnya rombongan Napak Tilas Trimurti sampai di pos ke-7 desa Buyut, pada pukul 11 siang. dan beristirahat serta Shalat Dzuhur di salah satu pemukiman warga yang merupakan tempat singgah trimurti saat dicari oleh PKI. Rombongan disambut ramah oleh ahlul bait, disajikan hidangan ringan hingga berat guna mengembalikan lagi tenaga. Sembari beristirahat rombongan diceritakan sejarah perjalanan trimurti.

Jalan yang ditempuh untuk perjalanan pulang lebih dekat dengan sebelumnya. Pukul 4 sore rombongan sampai kembali di Pondok. Selama perjalanan dari awal hingga akhir tidak ada yang mengalami cedera apapun.

“Perlu sebuah perjuangan dan pengorbanan tinggi untuk mempertahankan pondok, bondo bahu Trimurti ditahan bertaruh nyawa, sempat mau dibunuh, demi pondok nyawa mereka pertaruhkan, nilai-nilai itu perlu diteladani para santri,” pesan Al-Ustadz Muhammad Mustofa, selaku koordinator kegiatan ini. ikami86