UNIDA – Pada hari Kamis, 19 Maret 2015 rombongan Universitas Darusalam (UNIDA) Gontor melakukan lawatan ke Malaysia dan kali ini tujuannya adalah melakukan silaturahim dengan Mufti wilayah persekutuan.Rombongan UNIDA yang hadir saat itu adalah Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, MA. (Rektor UNIDA Gontor), Dr. Dihyatun Masqon, MA. (Wakil Rektor UNIDA Gontor), Muhammad Masruh Ahmad, MA., MBA. (Anggota Badan Wakaf PMDG), Dr. Muhammad Kholid Muslih, MA. (Ketua Program Studi Ilmu Akidah Pasca Sarjana UNIDA Gontor), Syahruddin Sumardi, M.Sc.Fin. (Ketua Program Studi Manajemen Bisnis UNIDA Gontor). Dalam acara silaturahim yang berada di ruang rapat mufti MAIWP tersebut juga dihadiri oleh jajaran petinggi Mufti wilayah persekutuan diantaranya Datuk Dr. Muhammad Zulkifli Al-Bakri (Mufti Wilayah Persekutuan, Malaysia), Dato’ Mohamad bin S. Ahmad (Ahli MAIWP), Datuk Haji Zainal Abidin bin Jaffar (Ketua Pegawai Eksekutif MAIWP), Tuan Haji Muhammad Rushdan bin Abdul Hamid (Pengurus Bahagian Pembangunan Insan memangku Timbalan Ketua Pegawai Eksekutif MAIWP), Segenap pengurus MAIWP.
Acara silaturahim ini merupakan kunjungan balasan dari pihak PMDG yang diwakili oleh Rektor UNIDA Gontor guna meningkatkan pemahaman tentang nilai dan sistem pendidikan PMDG. Pihak MAIWP menilai, setelah lama mendengar dan datang langsung ke PMDG, bahwa sistem pendidikan di PMDG telah berhasil membuat pelajarnya memiliki kemandirian dan berwawasan luas. Karenanya mereka ingin belajar banyak tentang bagaimana menciptakan suasana pendidikan berasrama yang kondusif dengan disiplin yang ditaati. PMDG dipandang berhasil mengembangkan dan menjalankan nilai-nilai Islam yang futuristik dengan kemauan dan kerja keras.
Rektor UNIDA Gontor mempresentasikan pengalaman PMDG mendidik pelajarnya selama 90 tahun. Jenjang pendidikan yang dimulai dari KMI sampai Perguruan Tinggi dengan program S-1 sampai pasca sarjana terbukti mampu bertahan dan terus berkembang. Perkembangan ini tentu didukung oleh semua pihak sebagai lembaga yang diwakafkan.
Terakhir dari pihak MAIWP ingin kemudian mengadopsi nilai dan sistem pendidikan ini tentu dengan kerja dan kemauan keras. Mereka akan terus menjaga hubungan dua arah ini dan berencana akan datang kembali ke PMDG bahkan menugaskan beberapa stafnya untuk menetap dalam beberapa waktu di Gontor. #mymind
DARUSSALAM – Guna memperingati Peristiwa Sembilan Belas Maret (Persemar) 1967 di Pondok Modern Darussalam Gontor, Pimpinan Pondok menginstruksikan kepada seluruh Kampus Gontor di dalam Jawa, untuk memperingati Peristiwa tersebut pada tanggal 14 Maret 2015. Guna menekankan nilai-nilai dan falsafah pondok yang harus dipelajari pasca peristiwa tersebut, Pimpinan Pondok dan beberapa guru senior yang turut mengalami langsung Peristiwa tersebut, menyampaikan pesan dan nasehat di Kampus-kampus Gontor dalam Jawa.
K.H. Hasan Abdullah Sahal berbicara di depan Santriwati Gontor Putri 1 dan 2.
Pembagian tersebut adalah sebagai berikut: K.H. Hasan Abdullah Sahal dan Ustadz Imam Shobari (Gontor Putri 1 dan 2); K.H. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed. dan Ustadz Noor Syahid (Gontor Putri 3); Ustadz Abdullah Rofi’i dan Ustadz Syamsul Hadi Untung, M.A. (Gontor Putri 5); Ustadz Syarif Abadi dan Dr. H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, M.A. (Gontor 3); K.H. Syamsul Hadi Abdan dan Ustadz Mulyono Jamal (Gontor 5); Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A. dan Ustadz Suyoto Arif (Gontor 6).
Pimpinan dan Guru Senior yang mewakili tersebut membacakan Maklumat Persemar 1967 yang berisikan kronologi peristiwa, pengumuman dan Keputusan IKPM. Usai maklumat, beliau juga membacakan Bahan Pidato terkait Persemar 1967 yang disusun oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal. Bahan Pidato tersebut berisikan situasi dan sebab, solusi dan konsolidasi usai Persemar 1967.binhadjid
Melbourne- Setelah terlibat dalam dialog hangat dengan Australian Broadcasting Corporation (ABC) International, peserta Muslim Exchange Program (MEP) lalu menuju National Centre of Excellence in Islamic Studies, University of Melbourne untuk bertemu dengan direkturnya, Prof. Abdullah Saeed. Perjalanan relatif lancar karena kami menggunakan Trem, salah satu moda transportasi massal di Melbourne yang murah. Jam 14.00 waktu Melbourne, kami bertemu Prof. Saeed di kantornya yang berlokasi di Sidney Myer Asia Centre, the University of Melbourne. Setelah saling memperkenalkan diri, kami terlibat dalam perbincangan hangat tentang kehidupan muslim di Australia.
Prof. Saeed mengatakan, “Australian muslims have no difficulty in performing their prayer. They’re also involved in many social activities with other Australian citizen”. Beliau juga menyatakan bahwa negara Australia yang multikultural merupakan salah satu tempat ternyaman bagi umat Islam untuk menjalankan agamanya. Karena masyarakat pada umumnya memahami bahwa perbedaan itu merupakan sebuah realitas sosial yang genuine. “Something that we have to do is to respect the diversity, not to eliminate it”, demikian beliau menambahkan. Karena meskipun berbeda, umat manusia sebenarnya memiliki posisi yang sama sebagai manusia yang secara jelas dimulyakan oleh Allah; “wa laqad karramnaa banii aadam”.
Jika dilihat dari perspektif al-Qurán, perbedaan-perbedaan yang ada pada umat manusia memang sebuah ketentuan Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Arrum ayat 22 bahwa di antara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah penciptaan langit dan bumi, serta adanya perbedaan bahasa dan warna kulit. Ini semua bukan terjadi by accident akan tetapi by design yang di baliknya tentu terdapat banyak hikmah yang bisa diambil. Salah satunya adalah agar manusia itu saling mengenal, saling mempelajari kehasan yang dimiliki, dan saling menghormati sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 13.
Keberagaman di atas juga berlaku pada keyakinan sebagaimana kita melihat banyak agama yang dianut oleh manusia. Meskipun sebenarnya, jika Allah menghendaki, bisa saja Dia menciptakan satu umat pemeluk satu agama sebagaimana dijelaskan dalam al-Qurán. Jadi, menyikapi diversity dalam berbagai aspek kehidupan itu menurut hemat saya adalah melalui pendekatan sosial. Sebagaimana Islam mengajarkan bahwa seorang muslim harus bisa hidup dengan siapa saja secara damai meskipun berbeda-beda. Dari situlah akan muncul harmoni, keselarasan.
Setelah terlibat diskusi panjang dengan Prof. Saeed, peserta MEP kembali ke penginapan untuk bersiap-siap menuju daerah Glen Huntly Road, Culfield South yang lumayan jauh dari pusat kota Melbourne. Di sana kami akan makan malam dan bersilaturahmi dengan anggota Shira, an inclusive Orthodox Jewish Community. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit menggunakan taxi, kami sampai juga di restoran yang sudah ditentukan.
Sembari makan, kami terlibat dalam perbincangan yang santai. Komunitas yahudi yang minoritas di daerah itu banyak menanyakan tentang ajaran-ajaran Islam, tentang perbedaan-perbedaan yang sering muncul di tengah-tengah umat Islam, serta bagaimana perbedaan itu disepakati. Mereka juga banyak bercerita tentang agamanya. Dengan jujur mereka mengakui bahwa dalam umat yahudi juga terdapat berbagai macam perbedaan. Namun mereka –begitu juga kami– sepakat bahwa sebagai umat manusia, kita harus saling menghormati dan menghargai. Biarkan perbedaan itu nyata adanya, karena darinya akan muncul sebuah keselarasan, dan itulah harmoni. AbuNuya
Melbourne- Hari kedua di Melbourne (17 Maret 2015), peserta MEP disuguhi dengan rentetan program yang sangat menantang sekaligus menarik. Jam 9.45 (local time), saya beserta empat orang peserta lainnya sudah siap untuk menuju Australian Broadcasting Corporation (ABC) International dengan berjalan kaki karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dari Darling Towers, tempat kami menginap. Setelah menyeberangi Flinders Street yang berlokasi satu block arah selatan dari Darling Towers, kami terus bergegas menuju Alexandra Gardens dengan menyeberangi Princess Bridge, sebuah jembatan yang membentang di atas Yarra River yang indah. Ibu Christina, koordinator MEP di Melbourne, sengaja membawa kami ke taman itu sebelum mengikuti dialog dengan awak media di ABC International. Hujan gerimis yang mengguyur pusat kota Melbourne menjadikan udara pagi itu sangat segar dengan suhu yang tidak terlalu dingin.
Setelah menikmati segarnya udara di Alexandra Gardens, kami
Peserta MEP di depan Flower Clock, part of Alexandra Garden
menyempatkan diri untuk melihat Nationnal Gallery of Victoria yang berlokasi di seberang jalan St Kilda. Gallery ini menyimpan banyak cerita. Secara rutin diadakan eksebisi-eksebisi dengan tema yang berbeda-beda di dalamnya. Di situ terlihat bahwa masyarakat Australia cukup memberikan apresiasi tinggi terhadap seni.
Setelah puas berkeliling dan mengambil gambar, kami segera bergegas menuju ABC International.
Tepat jam 12.00 (local time), kami tiba di ABC International, salah satu perusahaan media “berplat merah” yang ada di Australia. Media tersebut, menurut keterangan Ibu Christina dan beberapa penduduk setempat, “lumayan” independen meskipun dana operasionalnya banyak dicukupi oleh pemerintah. Artinya, media itu tidak dijadikan “corong” dari kebijakan-kebijakan pemerintah Australia. Hal ini berbeda dengan media Australia lain yang dimiliki oleh individu atau golongan yang cenderung tidak netral dalam menyajikan informasi. Keadaan seperti itu setali tiga uang dengan apa yang terjadi di Indonesia. Media-media mainstream yang dimiliki oleh suatu kelompok tertentu, cenderung membawa kepentingan kelompoknya. Meskipun tidak semuanya seperti itu. Hal ini bisa dimaklumi karena memang media memiliki peran yang signifikan dalam membangun sebuah opini. Ia menjadi salah satu alat yang penting untuk mendapatkan pegaruh dan kekuasaan di dunia. “Siapa saja yang ingin berkuasa, kuasailah dulu media”, demikian para ahli ilmu komunikasi berpendapat.
Berikutnya, setelah melewati prosedur registrasi tamu di front desk, kami menuju ruang rapat dan disambut oleh awak media ABC International, di antaranya: Clement Paligaru (Head, Radio & Multiplatform Asia), Margaret Coffey (jurnalis senior Radio National), L. Sastra Wijaya (Senior Producer), Dian Islamiati Fatwa (Head Business Development SE Asia), dan Erwin Surahman (Director for Indonesia Program). Setelah masing-masing memperkenalkan diri, kami terlibat dalam sebuh dialog yang menarik seputar kehidupan umat Islam di Australia, peran yang bisa mereka mainkan untuk ikut berpartisipasi membangun negara, dan kehidupan di Australia yang sangat multikultural. Coffey menjelaskan bahwa seluruh warga negara Australia memiliki hak yang sama, mereka tidak dibeda-bedakan berdasarkan agamanya, sukunya, dan strata sosialnya. Tidak ada dominasi mayoritas terhadap minoritas dalam berbagai kebijakan pemerintah. Sementara itu, Dian menceritakan bahwa masyarakat muslim di Australia tidak memiliki masalah dalam kehidupan sosialnya. Memang kadang terdapat kelompok kecil masyarakat Australia yang masih mengidap sindrom Islamophobia namun jumlahnya tidak signifikan. Karena pada umumnya, masyarakat Australia tidak melihat agama seseorang ketika melakukan interaksi sosial.
Diskusi berlanjut hingga jam 13.00 dan makin hangat ketika kami membahas masalah toleransi antar umat beragama, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme yang masih banyak dijumpai di berbagai belahan dunia.
Setelah melewati perbincangan panjang dengan awak media ABC International, kami kemudian dibawa keliling untuk melihat proses produksi di perusahaan media ini. Di luar dugaan, perusahaan ini telah memiliki berbagai macam lini produksi; mulai dari radio, televisi, hingga portal berita online. Mereka juga memiliki kerjasama dengan berbagai media besar di tanah air, dan secara rutin menyumbangkan artikel untuk media-media tersebut.
Silaturahmi kami dengan ABC International memberikan spirit baru kepada kami untuk terus berdakwah (di Australia) dengan menampilkan Islam yang sebenarnya. Islam tanpa embel-embel apapun. Bukan Islam yang berwajah bengis sebagaimana dicitrakan oleh banyak media selama ini. Hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena diperlukan kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk media yang tidak bisa dipungkiri memiliki kekuatan untuk membangun sebuah image, opini. AbuNuya
KARANGBANYU – Sabtu-Senin, tanggal 28 Februari 2015 – 2 Maret 2015, Gontor Putri 3 mengadakan Kursus Manajemen Keorganisasian atau Training Organization yang bertempat di Aula Mini Gontor Putri 3. Acara ini dibuka oleh Ustadz Sabar, S.Ag. dan ditutup langsung oleh Bapak Wakil Pengasuh Gontor Putri 3, Al-Ustadz Saepul Anwar, S.Ag.
Acara ini diikuti oleh seluruh pengurus OPPM dan Koordinator baru yang bertujuan untuk mengenalkan kepada mereka maksud dan tujuan daripada organisasi tersebut. Selain itu, mereka juga dijelaskan tentang Standar Operasional Pelaksanaan tiap-tiap bagian agar mereka tidak salah paham dan tidak salah mengerti dalam kepengurusan ini.
Kegiatan ini selalu dilakukan tiap tahunnya setelah pelantikan dan pergantian pengurus OPPM dan Koordinator baru. Dan berdiri sebagai tutor orientasi tahun ini adalah Ustadzah Nu’tih Kamalia, S.Pd.I yang menerangkan mengenai organisasi OPPM secara keseluruhan, dilanjutkan oleh Ustadzah Vina Qurrata A’yun, S.Pd.I mengenai masalah kebendaharaan, dan Ustadzah Desy Riana Maharani mengenai masalah Kesekretariatan.sekpenggp3
KARANGBANYU – Dengan berfalsafahkan “Siap Dipimpin dan Siap Memimpin”, Gontor Putri 3 mengadakan kegiatan Pergantian Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Modern dan Koordinator pada hari Ahad-Selasa, 22-24 Februari 2015 yang dihadiri oleh Bapak Wakil Pengasuh Al-Ustadz Saepul Anwar, S.Ag di Auditorium Gontor Putri 3.
Pergantian Pengurus OPPM Gontor Putri 3.
Dalam kegiatan ini, pengurus OPPM dan Koordinator lama membacakan hasil usaha yang telah mereka kerjakan selama setahun kemarin dan melaporkan pertanggungjawabannya kepada Bapak Wakil Pengasuh Gontor Putri 3 yang disaksikan dan disimak oleh seluruh santriwati Darussalam dan dilanjutkan dengan Serah Terima Amanat dari Pengurus OPPM dan Koordinator lama oleh kelas 6 ke Pengurus baru dari kelas 5.
Kegiatan ini diadakan setiap tahun bertujuan mencetak kaderisasi seorang pemimpin yang dimulai dari kelas 5. Adapun santriwati yang diberi amanah untuk menjadi Ketua OPPM tahun ini adalah Ummi Sholihah dan Syifa Fitri Kiftiana, dan untuk ketua Koordinator adalah Elok Galuh Immanda dan Fajarningrum Ahmadi.
Kegiatan pergantian pengurus ini dilakukan karena santriwati kelas 6 akan mempersiapkan ujian akhir dan rentetan persiapan lainnya seperti tarbiyahamaliyah atau praktek mengajar, ujian lisan hingga ujian tulis siswi akhir kelas 6.sekpenggp3
MANTINGAN – Setelah enam bulan masa pembelajaran bahasa Arab, dua mahasiswi Turki mengadakan acara perpisahan di aula Aisyah Gontor Putri 1 pada hari Jum’at (13/3) malam. Keduanya adalah Fatma Kızıl, mahasiswa Pascasarjana Ilahiyat Universitas Marmara Turki dan Büşra Şerbeçi alumni Universitas Istanbul Fakultas Komunikasi. Pembelajaran mereka dilakukan secara intensif sejak bulan September 2014 lalu di bawah naungan Pusat Pembelajaran Bahasa Arab Universitas Darussalam Gontor (UNIDA Gontor).
Acara yang dihadiri oleh Wakil Pengasuh Gontor Putri 1, Wakil Direktur KMI Gontor Putri 1, madamat dan dewan guru ini meliputi pembacaan kesan pesan dan beberapa penampilan seperti rebana, nasyid, puisi 3 bahasa dan tari daerah yang ditampilkan oleh Fatma serta Büşra, dewan guru dan beberapa santriwati.
Pada sesi pembacaan kesan pesan, Fatma menceritakan kisah awal mula keinginannya hingga sampailah ia di Gontor dengan ekspresif. Ia menjelaskan bahwa program master yang ia ambil terdiri dari dua tahun. Tahun pertama untuk belajar dan selanjutnya adalah penulisan tesis. Di samping itu mahasiswa pun diberikan dua pilihan. Mengajar di ‘aliyah atau memperdalam bahasa Arab. Meski pada awalnya ingin menjadikan Yordania sebagai tujuan, namun pihak Istanbul Foundation for Science and Culture Turki, lembaga pengkaji Said Nursi, menyarankan untuk belajar bahasa Inggris dan Arab fushah di Gontor Indonesia.
“Selain mempelajari bahasa, Gontor telah memberikan banyak pelajaran hidup. Semua pekerjaan dikerjakan dengan berlandaskan ikhlas. Maka tiap orang seakan berlomba-lomba dalam kebaikan,” ujar Fatma dengan bahasa Arab.
Lain lagi dengan kawannya, Büşra menyatakan bahwa ia sama sekali tidak mengerti bahasa Arab kecuali kalimat ana dan anta. Namun setelah melalui enam bulan ini ia merasakan perubahan yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Arabnya. Seakan-akan semua orang yang ada di Gontor bukanlah orang Indonesia dan ia bukanlah orang Turki, karena semua orang dapat berkomunikasi dengan bahasa yang sama. Büşra juga menyampaikan satu kalimat penutup dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata dan disambut dengan riuh para hadirin,
“Gontor laksana lautan ilmu. Aku berjanji untuk selalu meminum air darinya. Terima kasih untuk semua pendidikan, ilmu dan pelajaran hidup yang diberikan kepada saya.”
Suasana menjadi sendu saat keduanya mengingat semua kenangan dan jalinan persahabatan antara mereka dan beberapa dewan guru yang menjadi pembimbing ataupun pengajar. Fatma juga menyebutkan salah satu mahfudzat yang ia pelajari dan berasal dari Imam Syafi’i, “bepergianlah maka kamu akan menemukan teman meskipun kau telah meninggalkan tempatmu”. Namun suasana kembali tenang saat wakil pengasuh Gontor Putri 1, Ustadz Ahmad Suharto, menceritakan falsafah pembelajaran di Gontor. Beliau mengharapkan agar program ini dapat berlanjut di kemudian hari. Baik pihak Turki yang mempelajari bahasa Arab ataupun pihak Gontor yang mempelajari Rasail Nur.dee
KARANGBANYU – Al-Ilmu lā yu’thĩki kulluhu hatta tu’thĩhi kullaki, ilmu tidak akan sampai pada seseorang kecuali ia telah mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk memilikinya, begitu pesan Ustadz H. Saepul Anwar, S.Ag. menjelang Ulangan Umum yang diadakan pada tanggal 7-12 Maret 2015.
Ujian berlangsung di gedung Al-Azhar dan Madinah yang diikuti oleh seluruh santriwati kelas 1-5, sedangkan kelas 6 tetap menjalani aktivitas belajar di kelas. Seluruh guru, baik asatidz dan ustadzat dikerahkan untuk mengawas santri di kelas, serta beberapa di rayon dan sektor-sektor guru.
Ulangan umum tahun ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini jawaban siswi akan langsung dikoreksi oleh pengampu masing-masing materi tiap malam di aula mini Gontor Putri 3 sembari mengawas santri belajar. Adapun tujuan program ini untuk mengenalkan santri ilmu, bahwa ilmu bukanlah hanya untuk dicintai namun harus dimiliki karena seseorang belum bisa dikatakan ālim sebelum dia āmil (mengamalkan) ilmunya.nz
MANTINGAN – Demi meningkatkan kualitas akademik santriwati, Gontor Putri 1 mengadakan evaluasi belajar mengajar pertengahan akhir tahun melalui Al-Ikhtibar at-Takhsini atau ulangan umum yang diadakan selama lima hari, dimulai pada hari Sabtu (7/03) dan berakhir pada hari Rabu (11/03). Diikuti oleh segenap santriwati Gontor Putri 1 dari kelas 1 sampai kelas 5. Sementara kegiatan belajar mengajar bagi santriwati kelas 6 tetap berjalan seperti biasanya untuk mempersiapkan diri mengikuti Ujian Akhir KMI yang akan dimulai beberapa hari setelah ulangan umum.
Materi yang diujikan dalam ulangan umum meliputi bahasa Arab (Muthola’ah, Tamrin Lughoh, Nahwu, Sorof, Mahfudzot, Tarikh Adab, Balaghoh, Hadist, Tarbiyah, Tarikh Islam, Tafsir dan Dinul Islam), Fiqh (Ushul Fiqh dan Fiqh) dan eksak (Matematika, Berhitung, Biologi dan Fisika).
Dengan diadakannya ulangan umum, santriwati dapat secara langsung mengetahui hasil nilai pelajaran yang diujikan. Sehingga dapat menjadi motivasi dan evaluasi serta muhasabah diri dengan nilai yang diperoleh. Bukan hanya santriwati saja, para guru-guru pengajar materi juga termotivasi untuk meningkatkan diri mengenai cara pembelajaran. Walaupun nilai keseluruhan dalam ulangan umum kali ini naik dari tahun yang sebelumnya, diharapkan dapat menjadi motivasi tersendiri bagi santriwati dan guru-guru dalam menghadapi ujian akhir tahun dengan persiapan yang matang.dhiel
Melbourne- Setelah menempuh perjalanan menggunakan pesawat selama 1 jam 10 menit, peserta Muslim Exchange Program (MEP) akhirnya tiba di Melbourne. Di airport, Chris Rafferty-Brown, koordinator MEP di Melbourne sudah menunggu kami. Setelah proses bagasi dan perkenalan dengan Chris, kami langsung menuju University of Melbourne (Unimelb) karena di sana sudah ditunggu oleh Prof. Pookong Kee, Director of Asia Institute Unimelb dan Rowan Gould, Ph.D, MEP Director di Australia.
Kurang lebih jam 13.00 kami tiba di Unimelb dan disambut hangat oleh Prof. Pookong dan Rowan. Kami langsung dibawa menuju ruang rapat di lantai 3. Tak lama kemudian, sambil makan siang, terjadi obrolan ringan terkait dengan perjalanan kami dan program yang saat ini dijalani. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi panjang lebar tentang hubungan Austrlia dan Indonesia. Prof. Pookong berujar, “Indonesia adalah salah satu partner penting dari Australia. Oleh karena itu, Unimelb selalu menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Ini sudah berlangsung lama dan akan terus dikembangkan”.
Diskusi kemudian berlanjut pada topik-topik laninnya; mulai dari kondisi umat Islam di Australia yang pertumbuhannya sangat pesat dan permasalahan-permasalahan yang biasanya mereka hadapi. Namun mereka menyatakan bahwa umat Islam di Australia mampu hidup berdampingan dengan umat lain. Ini mmenjadi sebuah keharusan karena Australia adalah negara yang sangat multikultural, multi etnis. Obrolan kami makin hangat ketika kami membahas permasalahan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme. Terungkap bahwa faham-faha tersebut berkembang pada semua agama, termasuk Islam. Umumnya mereka adalah anak-anak muda yang mudah terprofokasi dan belum punya pemahaman agama yang mendalam.
Sekitar pukul 14.30, dialog kami harus diakhiri karena terbatasnya waktu. Kami lantas memberikann beberapa cinderamata kepada Prof. Pookong dan Rowan. Setelah itu, kami langsung menuju hotel menggunakan taxi, tepatnya di Darling Towers.
Setelah check in, kami langsung shalat kemudian bersiap untuk mengunjungi State Library of Victoria. Sekitar pukul 15.30, kami sudah tiba di perpustakaan yang sangat megah dan bergaya Eropa. Di situ banyak koleksi buku-buku dan manuskrip-manuskrip kuno. Uniknya, lantai dasar yang luas digunakan sebagai ruang baca, dikelilingi oleh semacam lorong berlanti lima. Di setiap lantai terdapat ruang untuk eksebisi-eksebisi tentang berbagai macam tema yang selalu diubah setiap saat. Sementara itu, di lantai bawah tanah, terdapat koleksi buku yang sangat banyak dan juga terdapat ruang baca yang begitu nyaman, sehingga siapa saja yang masuk di dalamnya, akan betah dan berlama-lama membaca. Yang sedikit beda dari perpustakaan pada umumnya, di situ pengunjung tidak boleh meminjam buku untuk dibawa ke luar ruangan atau dibawa pulang. Mereka hanya diijinkan untuk membacanya di dalam perpustakaan. Namun, jika ada yang mau mengkopinya, tinggal memesan kepada petugas. Keunikan lin dari perpustakaan itu adalah adanya ruang khusus yang di situ bisa dijumpai koleksi buku-buku yang membahas tentang catur. Di situ juga disediakan banyak space bagi pengunjung untuk bermain catur. Saya sendiri kurang begitu memahami mengapa di perpustakaan disediakan ruang khusus untuk bermain catur.
Setelah puas berkeliling di perpustakaan, kami kembali ke hotel dengan berjalan kaki sembari menikmati suasana sore hari di pusat kota Melbourne. Sesampainya di hotel, kami langsung mandi dan istirahat sebentar lantas bersiap-siap untuk makan malam bersama alumni MEP. Tepat pukul 19.00, ditemani Chris dan Rowan, kami menuju Curry Vault Restaurant, tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Di sana, ternyata sudah ada Philip Knight, mantan Dubes Australia untuk Saudi Arabia pada medio 1990-an. Di sana juga terdapat beberapa tokoh muda muslim Australia yang pernah mengikuti MEP. Acara makan malam itu berjalan dengan sangat menyenangkan karena kami bebas “ngobrol” panjang lebar tentang berbagai topik. Mulai dari permasalahan umat Islam di Melbourne, hingga masalah politik yang saat ini sedang “hot” di Australia.
Demikianlah serangkaian program yang dilalui peserta MEP di Melbourne. Sangat padat, tepat waktu, –meminjam istilah Kyai Syukri– dan diatur dengan sangat rapat. Namun saya pribadi bisa mengikutinya dengan baik karena kegiatan padat semacam itu bukanlah hal yang asing di Gontor. Dan dari berbagai diskusi dan “obrolan” yang kami lakukan hari itu, terungkap bahwa Indonesia memang memiliki bargaining position yang sangat kuat di mata Australia. Oleh karena itu, saya melihat bahwa sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga dan memacu diri untuk menjadi bangsa yang lebih maju dan berperadaban. AbuNuya