Perbincangan K.H. Hasan Abdullah Sahal dengan Rektor Unindra PGRI menjelang acara wisuda
JAKARTA–Sesuai permintaan resmi dari pihak Rektorat Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI pada pertengahan tahun 2014 lalu, K.H. Hasan Abdullah Sahal memberikan orasi ilmiah pada acara “Wisuda ke-44 Universitas Indraprasta PGRI”, Sabtu (17/1). Untuk orasinya, Kiai Hasan mengambil topik “Teka-Teki Abadi Akademisi Memakmurkan Bumi”.
Saat menyampaikan orasi, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor yang pernah menimba ilmu di Universitas Islam Madinah ini menegaskan, “Bersyukur… apa yang harus disyukuri, kapan, di mana, dan bagaimana proses nikmat itu datang kepada kita, sehingga kita harus bersyukur. Andaikata, di sini terjadi huru-hara, atau misalnya Pak Rektor ayanen, dan lain sebagainya, apa bisa kalian melaksanakan wisuda hari ini? Sekali lagi, bersyukur.”
Para peserta wisuda dan tamu undangan bertepuk tangan meriah mendengar kata-kata K.H. Hasan Abdullah Sahal yang lantang dan diselingi sedikit humor itu. Mereka sangat terkesan menyimak orasi sang kiai yang begitu bernilai dan penuh makna itu.
Mengiringi orasi ilmiah dari putra keenam K.H. Ahmad Sahal itu, Rektor Unindra, Prof. Dr. H. Sumaryoto, juga berkesempatan menyampaikan sambutannya, disusul Prof. Dr. Ilza Mayuni, M.A. dari Kopertis Wilayah III Jakarta, yang juga memperoleh kesempatan untuk memberikan sambutan.
Kali ini, Unindra berhasil mewisuda 1.850 orang wisudawan/i. Karena jumlahnya yang sangat banyak, acara wisuda ini diadakan dalam dua waktu, pagi dan siang hari. Acara berlangsung di Auditorium Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Selepas acara, K.H. Hasan Abdullah Sahal meluangkan waktu berkunjung ke Kantor Majalah Gontor di Gandaria, Jakarta Barat. Bersama segenap Dewan Redaksi Majalah Gontor, beliau mengadakan rapat mengenai program-program Majalah Gontor ke depan. elfah
LEMBANG–Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) selalu berupaya membekali alumninya agar mampu berkecimpung di masyarakat dengan baik. Karena itu, di tengah-tengah kegiatan “Wisata dan Silaturahim Keluarga Besar PMDG” yang tahun ini diadakan di Kota Bandung, Ahad-Kamis (4-8/1/2015), panitia menggelar silaturahim dengan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Subang. Acara yang bertempat di Aula Hotel Grand Lembang, Bandung, pada Selasa (6/1/2015) malam, ini disertai pelantikan pengurus baru IKPM Cabang Subang.
Ratusan alumni Gontor yang berdomisili di daerah Subang, Bandung, dan sekitarnya berduyun-duyun menuju lokasi sejak dua jam sebelum acara dimulai, mulai dari alumni muda, hingga alumni senior yang kini telah berkeluarga. Silaturahim ini juga dihadiri Drs. K.H. Kafrawi Ridwan, M.A., Ketua Badan Wakaf PMDG yang kini telah menginjak usianya ke-86. Bersama sang istri, beliau menyempatkan diri bergabung dengan rombongan dari PMDG dalam acara reuni kekeluargaan ini.
Menyanyikan “Indonesia Raya” dan “Hymne Oh Pondokku“
Senandung lagu “Indonesia Raya” terdengar mengawali acara ini, kemudian “Hymne Oh Pondokku“, dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ustad H. Nurul Tsalis Al-Amin, M.Pd.I., salah satu guru senior PMDG. Acara dilanjutkan dengan laporan umum kepengurusan IKPM Cabang Subang periode sebelumnya, kemudian pelantikan pengurus baru yang disaksikan Pimpinan PMDG.
Sejenak suasana menjadi hening tatkala Pimpinan Pondok, K.H. Hasan Abdullah Sahal, memulai sambutan. “Hand phone, kamera, dan alat elektronik lainnya harap dinonaktifkan selama acara berlangsung,” tegas beliau sambil memandang tajam ke seluruh sudut aula.
Namun, dalam sekejap suasana malam itu dipenuhi tepuk tangan dan sorak-sorai ketika beliau berkata, “Fahimtum? Idza lam tafham, sal ila wali fasl!” ‘Apakah kalian paham? Jika tidak paham, tanyakan kepada wali kelas.’ Lucu dan menggelitik, karena kalimat ini mengingatkan orang-orang yang hadir di sana suasana penuh kenangan di Gontor dahulu kala. Subhanallah!
Dalam pidatonya, putra K.H. Ahmad Sahal itu menyampaikan pentingnya menjaga disiplin serta sunah-sunah PMDG. Beliau juga menegaskan status, posisi, dan orientasi PMDG agar diketahui, dimengerti, dan dipahami semua orang, tidak hanya untuk orang-orang yang tinggal di dalam pondok saja.
Sambutan yang disampaikan K.H. Hasan Abdullah Sahal tersebut dilengkapi pidato singkat Drs. K.H. Kafrawi Ridwan, M.A. Beliau adalah alumni paling senior yang bisa dikatakan saksi hidup perjalanan Gontor dari zaman Trimurti hingga saat ini. Walaupun singkat, sambutan beliau begitu bermakna karena mengingatkan kembali sejarah perjuangan Gontor yang tak boleh dilupakan. Sehingga, alumni Gontor saat ini tetap berjalan di atas rel yang diwariskan para pendiri Gontor.
Seusai acara, para alumni yang hadir saling melepas rindu dengan guru-guru mereka selama di Gontor. Mereka juga saling bertegur sapa dengan kawan lama masing-masing. Silaturahim yang sangat berkesan ini memperkuat tali kekeluargaan dan persahabatan di antara para alumni. shaz
Silaturahim erat kaitannya dengan kekeluargaan, persaudaraan, dan persahabatan. Gontor membina ini sejak santri-santrinya mulai menghirup udara segar kampung nan damai, Darussalam. Karena itulah ukhuwah Islamiyah menjadi salah satu pilar Panca Jiwa pondok.
Saat menginjakkan kaki di Pondok Modern Darussalam Gontor, mereka akan merasakan kehangatan keluarga dan menemukan sahabat berbagi suka dan duka. Pondok laksana ibu kandung kedua yang telah menawar rasa rindu terhadap keluarga di rumah. Mereka diasuh dan dibesarkan dengan kasih sayang penuh ketulusan dan kesungguhan. Akhlak dan mental mereka dibina, jiwa spiritual pun diasah, bakat dan keterampilan digali dan dikembangkan pondok. Hingga akhirnya, mereka tumbuh menjadi pemuda harapan dan kebanggaan orang tua.
Mereka menemukan sosok orang tua pengganti ayah dan ibu dalam diri sang kiai dan guru-guru. Mereka diasuh dan dididik selama 24 jam sehari tanpa henti, dari bangun tidur hingga tidur kembali. Di Gontor, kiai dan guru-guru hidup bersama santri-santri di lingkungan pondok setiap hari, dan terlibat dalam segala aktivitasnya. Mereka menjadi keluarga besar yang tumbuh dalam kebersamaan dan semangat kekeluargaan.
Bahkan, tatkala santri-santrinya telah menjadi alumni dan berjuang di masyarakat, Gontor tetap mengawal mereka agar selalu berpijak di atas nilai-nilai pondok sesuai ajaran Islam. Keberadaan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) di berbagai tempat merupakan salah satu contoh bentuk pengawalan Pondok Modern Darussalam Gontor terhadap para alumni. Dengan ini, alumni senantiasa merasa dekat dengan almamater tercinta yang telah mengasah jiwa, hati, dan raga mereka dengan filsafat hidup ajaran Trimurti.
Karena itu pula, ikatan Gontor dengan para alumninya begitu kuat, walaupun sudah terpisah jauh oleh jarak dan waktu. Gontor selalu dirindukan kapan pun dan di mana pun juga oleh alumni-alumninya. Semakin lama berpisah dengan pondok, rasa rindu mereka semakin besar. Bahkan, seorang alumni yang baru saja meninggalkan pondok sudah merasa ingin kembali lagi. Ada perasaan berat berpisah meninggalkan tempat ia terlahir kembali itu, tempat ia menghabiskan masa remaja hingga beranjak dewasa.
Selain menjalin ikatan yang kuat dengan alumninya, Gontor juga membuat mereka saling berhubungan erat sebagai sesama alumni. Hubungan persahabatan ini telah terjalin dengan baik sejak mereka menjadi santri. Gontor membuat ribuan santrinya saling mengenal, bersahabat, hingga laksana saudara melalui beragam aktivitas pondok. Padahal, mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda, dengan karakter yang beraneka ragam. Tapi, mereka bisa hidup rukun, damai, dan bersahabat dalam satu kamar, satu asrama, satu kelas, atau satu angkatan.
Setelah menjadi alumni, persahabatan mereka semakin kuat dan saling bekerja sama menegakkan misi Gontor, mengislamkan dunia. Mereka seakan bersaudara, dengan Gontor sebagai ibu kandung yang mempersatukan mereka. Suasana keakraban para alumni akan semakin terlihat jelas saat mereka mengadakan acara reuni atau silaturahim keluarga besar Pondok Modern Darussalam, baik di dalam pondok maupun di tempat-tempat lain. Dengan cara inilah, Gontor akan mempersatukan umat.*elk
GONTOR – “Apakah negara barat benar-benar mengalami kemajuan? Jika memang demikian, bagian mana yang mengalami kemajuan?”
Kiranya dua pertanyaan tersebut yang disodorkan oleh Dr. H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A. kepada seluruh mahasiswa Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Kampus Rabithah, Sabtu (17/1). Sore itu, Dr. Hamid memberikan kuliah umum untuk membuka kegiatan perkuliahan di Kampus Rabithah.
Menurut salah satu putra K.H. Imam Zarkasyi itu, negara-negara Barat saat ini justru mengalami kemunduran peradaban. Gereja-gereja mereka mulai ditinggalkan oleh para jemaatnya, bahkan ada beberapa yang dijual kemudian dijadikan masjid. Pusat kegiatan masyarakat Barat justru berada di diskotik ataupun di stadion-stadion sepakbola.
Doktor Hamid benar-benar mengupas habis peradaban Barat di depan 400-an mahasiswa yang hadir di Aula Rabithah itu. Pembahasan tersebut diawali dengan isu-isu kontemporer termasuk penyerangan terhadap sebuah media di Prancis. Pimpinannya, Charlie Hebdo, tewas tertembak. Atas kejadian ini, hampir semua petinggi negara-negara Barat mengutuk penyerangan tersebut, dan menyudutkan Islam dalam setiap pernyataan mereka. Seperti halnya Yesus dalam agama Kristen yang berkali-kali dibuat dalam animasi, Charlie Hebdo dan kawan-kawannya beranggapan bahwa membuat kartun Nabi Muhammad Saw adalah sesuatu yang lumrah. Padahal hal tersebut sangat dikutuk oleh umat muslim di belahan dunia mana pun.
Pembicaraan berlanjut tentang asal muasal peradaban Barat. Menurut beliau, peradaban Barat merupakan campuran dari peradaban Yunani kuno yang dikawinkan dengan peradaban Romawi, kemudian disesuaikan dengan elemen kebudayaan bangsa Eropa, terutama Jerman, Inggris dan Prancis. Untuk filsafat dan seni, mereka berkiblat kepada Yunani. Sementara tentang hukum dan ketatanegaraan, mereka berkiblat pada Romawi.
“Umat Islam di Eropa kini berkembang pesat. Di Prancis, Inggris dan Belanda, imigran muslim hampir-hampir memenuhi setiap sudut kota. Masjid-masjid menjamur di berbagai tempat. Jamaah shalat semakin menyemut. Sedangkan gereja semakin ditinggalkan jemaatnya seiring berjalannya waktu,” tutur adik kedelapan dari Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A. ini.
Doktor Hamid juga mengkritisi gerakan liberalisme yang terjadi di Indonesia. Ajaran Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw memang berbeda dengan ajaran Barat. Beliau menuturkan, “Kita memang berbeda dengan mereka. Jadi, jika ada yang mulai menghalalkan perbuatan haram orang Barat di negeri muslim dengan mempermainkan dalil, maka itulah ciri-ciri orang liberal. Mereka sok toleran terhadap orang Barat.” binhadjid
MANTINGAN–Setelah sempat dinonaktifkan selama 10 hari karena liburan awal tahun, maka mulai Kamis (15/1) lalu, kegiatan kepramukaan di Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 2 mulai diaktifkan kembali. Upacara pembukaan yang dilaksanakan di Lapangan Hijau dihadiri segenap pembimbing Gugus Depan dan seluruh santriwati serta Wakil Pengasuh Gontor Putri 2, Ustadz H. Suwarno TM, S.Ag selaku Pimpinan Upacara.
Pembacaan Dasa Darma Pramuka
Dalam amanat beliau mengajak para santriwati mencintai kegiatan kepramukaan ini guna membentuk generasi muda yang berkarakter islami, tumbuh rasa cinta tanah air serta mencetak pemimpin bangsa di masa yang akan datang. “Bukan Islam yang Kita Pramuka-kan, Tapi Pramuka-lah yang Kita Islamkan”, tegas beliau yang dikahiri dengan salam semangat pramuka. Acara dimeriahkan dengan atraksi pramuka dari para staff Koordinator Pramuka.
Atraksi Pramuka
Kegiatan Kepramukaan sebagai salah satu aktivitas dan kegiatan ekstrakulikuler yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor, mampu mengembangkan bakat para santriwati dalam berbagai keterampilan. Bahkan dari kegiatan inilah para santriwati dibekali jiwa kepemimpinan. carienz
LEMBANG – Guna mempererat tali silaturahim antarkeluarga, seperti halnya tahun sebelumnya, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor mengadakan Silaturahim Tur yang tahun ini dilaksanakan di Hotel Grand Lembang, Bandung, Senin (5/1/2015) hingga Selasa (6/1) lalu.
K.H. Syamsul Hadi Abdan, Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi dan K.H. Hasan Abdullah Sahal dalam pertemuan dengan keluarga besar PMDG.
Acara yang diikuti oleh hampir seluruh guru senior Gontor Pusat dan cabang wilayah Jawa tersebut diawali dengan silaturahim ke Pondok Pesantren Darussalam Tasikmalaya pada Senin pagi. Usai silaturahim, rombongan segera menuju ke Hotel Grand Lembang guna check-in dan persiapan. Pada Senin sore, rombongan menyempatkan untuk berkunjung ke Pemandian Air Panas Ciater.
Dari Ciater, rombongan kembali ke hotel guna mengikuti Pengarahan dari Pimpinan Pondok pada malam harinya. Dalam acara tersebut, K.H. Kafrawi Ridwan, Ketua Badan Wakaf PMDG turut hadir. Dalam sambutannya, beliau memberikan banyak nasihat serta beberapa pengalaman beliau terkait dengan perjalanan pondok hingga saat ini.
Adapun keesokan harinya, rombongan berwisata ke De Ranch, Lembang. Wisata yang menyajikan pesona pemandangan indah pegunungan tersebut dilanjutkan dengan wisata di Floating Market yang tak berjauhan dari hotel tempat rombongan menginap.
Ustadz Noor Syahid memimpin doa bersama di atas tanah yang rencananya akan dibangun pondok khusus putra di PP. Darussalam Tasikmalaya.
Pada Senin malam, rombongan berkumpul di hall hotel guna mengikuti acara Silaturahim dengan IKPM Bandung Raya dan IKPM Subang. Sebelum kembali ke pondok keesokan harinya, rombongan menyempatkan untuk berwisata ke Kampung Gajah dan berbelanja oleh-oleh di daerah Tasikmalaya. binhadjid
KARANGBANYU – Guna mengaktifkan kembali seluruh aktivitas dengan berbahasa resmi, Jum’at (16/1/2015) lalu, Bagian Penggerak Bahasa Pusat yang dibimbing oleh Ustadz Muhammad Abdullah Bajuri, Lc. mengadakan Pembukaan Kegiatan Bahasa (Opening Language) di Auditorium Gontor Putri 3.
“Bagi seluruh santriwati mulai kelas 1-6 pada akhir tahun ini, agar menggunakan bahasa resmi Arab-Inggris karena Languge is our Crown,” ujar Ustadz Muhammad Bajuri, Lc. dalam sambutannya pada kesempatan tersebut.sekpeng_gp3
KARANGBANYU – Bagian Olahraga Pusat Gontor Putri 3, Jum’at (16/1/2015) lalu mengadakan Upacara Pembukaan Pekan Olahraga Darussalam yang dihadiri oleh Anggota Badan Wakaf PMDG, K.H. Mohammad Masruh Ahmad, M.A., MBA. Bertindak sebagai Pembina upacara Wakil Pengasuh Gontor Putri 3, Ustadz H. Saepul Anwar, S.Ag. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini sebagai sarana untuk membentuk santriwati yang dinamis dengan terus bergerak.
Kegiatan ini diawali dengan perlombaan tarik tambang antar ustadzah, siswi kelas 5 dan 6, kelas 4 dan 3 intensif. Dan dilanjutkan dengan berbagai macam perlombaan lain antarrayon, gedung, konsulat dan angkatan selama lima hari kedepan.sekpeng_gp3
Saat-saat yang paling ditunggu santri setelah liburan pertengahan tahun adalah pembagian rapor. Setiap santri ingin segera mengetahui hasil ujiannya pada semester pertama. Lembaran kertas putih yang akan dibagikan wali kelas itu berisi hasil usaha dan kerja kerasnya setengah tahun yang lalu. Biasanya, rapor hasil ujian pertengahan tahun dibagikan seminggu setelah liburan, ketika santri-santri sudah berada di pondok.
Kehidupan Santri di Gontor
Menjelang pembagian rapor, suasana hati mereka beraneka ragam. Ada yang tenang-tenang saja. Ada yang merasa was-was tak karuan. Ada juga yang bahagia karena yang dinantikan telah tiba.
Tapi, hari itu bukanlah hari untuk berputus asa bagi santri yang nilainya tidak sesuai harapan. Apalagi mereka tahu bahwa putus asa itu tidak disukai Allah, bahkan dilarang. Mereka masih memiliki akhir tahun. Semester kedua baru saja dimulai sebagaimana mereka mulai melangkah dengan semangat baru. Jadi, kesempatan itu masih ada dan selalu ada. Demikian pula dengan harapan.
Hari itu juga bukan hari untuk berbangga diri bagi santri yang nilainya memuaskan. Mereka tidak perlu berpesta untuk merayakannya. Cukuplah sujud syukur dan tetap rendah hati karena perjalanan masih panjang. Jika ada yang sampai terlena karena nilai bagusnya itu, maka bersiaplah untuk mendapat giliran menangis di bulan Syawwal nanti.
Tidak ada yang bisa menjamin santri yang nilai rapor pertengahan tahunnya di atas rata-rata akan naik kelas. Walaupun ia memiliki harapan besar dengan nilainya, tapi itu tetaplah bukan jaminan. Ia masih harus belajar karena kenaikan kelas tidak hanya ditentukan hasil ujian pertengahan tahun, tapi juga bergantung pada nilai ujian akhir tahun. Keduanya akan digabung dan dirata-ratakan untuk menentukan kenaikan kelasnya.
Karena itulah, setelah pembagian rapor pertengahan tahun, santri-santri diminta mengevaluasi diri. Mereka diberi waktu untuk merenung. Baik santri yang nilainya bagus maupun santri dengan nilai yang tidak memuaskan, sama-sama berintrospeksi. Sehingga, masing-masing memiliki rencana yang matang untuk belajar lebih baik lagi pada semester kedua.
Selain itu, Gontor membina santri-santrinya untuk saling membantu belajar dan mengingatkan satu sama lain. Santri yang cerdas dan bisa memahami pelajaran dengan baik mengajari temannya yang merasa kesulitan dalam memahami pelajaran. Demikian pula sebaliknya, santri yang merasa dirinya tidak mudah belajar dan seringkali menemukan kesukaran harus rajin bertanya kepada teman atau guru. Begitu indahnya kehidupan santri dengan saling membantu dan menasihati.
Selain melihat nilai akademis santri pada semester pertama dan kedua itu, Gontor juga sangat memperhatikan nilai akhlak dan mental santri. Kepribadian mereka selama setahun di pondok, baik di kelas maupun di asrama, juga mendapatkan penilaian. Wali kelas memiliki rapor khusus untuk menilai kepribadian anak didiknya. Rapor ini akan menjadi pertimbangan lainnya untuk menentukan kenaikan kelas seorang santri.
Berbeda dengan pertengahan tahun, pembagian rapor hasil ujian akhir tahun tidak begitu dinantikan santri. Yang paling mereka nantikan adalah sebuah surat yang dikirimkan pondok ke rumah saat liburan akhir tahun di bulan Ramadhan. Melalui surat itulah mereka sudah tahu hasil ujian akhir tahun sebelum pembagian rapor pada bulan Syawwal. Di dalamnya terdapat salinan rapor akhir tahun. Sementara rapor asli hanya dibagikan di pondok setelah liburan usai. Bersama salinan rapor itu, mereka juga menerima surat pemberitahuan kenaikan kelas dari Direktur KMI. Inilah surat yang sangat dinantikan setiap santri di rumah masing-masing selama bulan Ramadhan. Dengan datangnya surat itu, mereka bisa berbagi dengan orang tua di rumah, entah berbagi kesyukuran atau berbagi kesabaran. Yang pasti, mereka akan selalu bersyukur mendapat pendidikan yang begitu berharga selama di Gontor.
“Seindah-indah masa adalah masa di kala menuntut ilmu. Seindah-indah pengalaman adalah pengalaman menuntut ilmu. Bersyukurlah karena kalian mengalaminya di Gontor,” demikian kata kiai dan guru-guru di Pondok Modern Darussalam Gontor.*elk
ISTANBUL–Program Studi Pengayaan Lapangan (SPL) yang biasanya berlangsung hanya di dalam negeri, kini melangkah jauh ke Istanbul, Turki. Ini merupakan salah satu bentuk terobosan baru Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor untuk menunjang kualitasnya. Tur studi bertajuk “International Short Course on Bediuzzaman Said Nursi” ini dilaksanakan mahasiswi Fakultas Ushuluddin UNIDA Gontor Kampus Mantingan, berbentuk kajian dan observasi lapangan. Program SPL dilaksanakan di negara peninggalan Khilafah Utsmaniyah tersebut untuk memperdalam kajian tentang “Risalah Nur” warisan ulama kenamaan Turki, Said Nursi, yang bergelar sang Bediuzzaman (‘keajaiban zaman’).
“Risalah Nur” yang terkenal itu merupakan kumpulan pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim kebanggaan rakyat Turki tersebut. Karya fenomenalnya terbagi ke dalam empat bagian yang berisi hasil renungan sang Bediuzzaman, serta pengajaran nilai-nilai Islam yang menyentuh semua sisi kehidupan. Bagian pertama dinamakan The Words (Sozler), berisi tentang rekonstruksi nilai-nilai iman dan pemikiran Islam. Kedua, The Letters (The Maktubat) yang berupa kumpulan pemikiran-pemikiran Islam, iman, dan esensi kehidupan. Ketiga, The Flashes (Lem’alar) yang mengandung refleksi hikmah serta kebijaksanaan Al-Qur’an dan spiritualitas. Sedangkan bagian keempat dinamakan The Rays (Su’alar), berisi perjalanan intelektual, iman, keislaman, pemikiran, serta kehidupan.
Bediuzzaman Said Nursi mengemasnya dengan bahasa yang sederhana, namun sangat menyentuh kalbu orang yang membacanya. Karena bahasanya yang sederhana itu pula, “Risalah Nur” bisa membuat orang yang paling malas membaca pun akan menikmati saat-saat membacanya. Pada saat yang sama, isinya dapat menembus relung-relung kalbu dan mengokohkan iman di dada. Risalah ini juga menjelaskan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, justru keduanya saling mendukung satu sama lain.
Program SPL untuk mengkaji “Risalah Nur” ini diikuti 11 peserta. Mereka terdiri dari delapan mahasiswi semester 6 Fakultas Ushuluddin dan satu mahasiswi semeter 8 dari fakultas yang sama, ditambah satu mahasiswi semester 6 dari Fakultas Syariah, dan satu mahasiswi Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Arab. Kesebelas mahasiswi itu adalah Inayatul Maula, Dahniar Maharani, Fatatia Mahera, Farida Aryani, Najla Wildan, Siti Iffah Mahdiah, Dhita Ayomi, Ririn, Farida, Aisyah, dan Vina Qurrotu A’yun. Selama menjalani program ini, para mahasiswi tersebut didampingi seorang dosen pembimbing dari Fakultas Ushuluddin, Dr. H. M. Kholid Muslih, M.A.
Berkunjung ke Blue Mosque
Acara di Turki berlangsung selama 11 hari, tanggal 15–25 Januari 2015. Rombongan mulai berangkat dari Indonesia pada hari Selasa (13/1) lalu dan tiba di negara kawasan Eurasia itu hari Rabu (14/1). Sehari setelah tiba di sana, mereka langsung memulai kegiatan dengan mengikuti kajian “Risalah Nur” yang disampaikan oleh Ustadz Ihsan Qasim As-Shalihi. Ia adalah pemilik İstanbul İlim ve Kültür Vakfı atau Istanbul Foundation for Culture and Science, sebuah lembaga khusus mengkaji “Risalah Nur” Said Nursi, langsung di bawah bimbingannya.
Sebenarnya, Ustadz Ihsan Qasim As-Shalihi bukanlah orang Turki asli. Dia berasal dari Irak, namun sudah lama tinggal di daerah Byzantion, Istanbul, Turki. Beliau telah menerjemahkan “Risalah Nur” dari bahasa Turki ke bahasa Arab. Kemudian ia mendirikan lembaga pengkajian tersebut untuk orang-orang Turki di tempat tinggalnya itu. Selain masyarakat Turki, ia memiliki murid-murid yang sebagian tinggal berasrama di situ, mengadakan halaqah membahas kandungan “Risalah Nur” dengan rutin.
Rombongan mahasiswi peserta SPL juga tinggal di lembaga milik Ustadz Ihsan tersebut. Mereka disediakan waktu khusus untuk mengkaji “Risalah Nur” bersamanya. Ustadz Ihsan meluangkan waktunya mengajari mahasiswi-mahasiswi dari Gontor ini secara intensif selama 10 hari mereka berada di sana, dari pagi hingga sore. Sedangkan tiap malam, sehabis Isya’, mereka mengadakan diskusi bersama. Kecuali hari Sabtu (17/1) dan Ahad (18/1), Ustadz Ihsan memiliki kesibukan yang membuatnya tidak bisa menggelar kajian bersama mereka. Karena itu, ia mempersilakan tamu-tamunya untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Turki pada kedua hari tersebut.
Berkunjung ke Museum Panorama
Mendapat waktu luang, rombongan menggunakannya sebaik mungkin untuk mengenal Turki lebih jauh. Mereka berkunjung ke berbagai tempat terkenal di sana, dipandu dua orang warga Turki bernama Ihsan dan Laila. Namun, keduanya kesulitan berkomunikasi karena tidak menguasai bahasa Arab atau bahasa Inggris dengan baik. Maklum, kedua bahasa asing tersebut tidak begitu berkembang di negara Presiden Recep Tayyip Erdoğan ini. Untunglah, ada alumni Gontor dari Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Turki yang bisa membantu mereka. Sesuai rencana, tempat-tempat yang dikunjungi meliputi Masjid Sulaiman, Hagia Sophia, Blue Mosque atau Masjid Sultan Mahmet, Museum Panorama, Kota Bursa, Istana Topkapi, Universitas Istanbul, Masjid Fatih, Masjid Sehzade, Museum Arkeologi, Tour di Selat Bosporus, Islamic and Turkish Museum,Gulhane Park dan Nurosmaniye, Masjid Ayyub dan Pierre Loti.
Saat ini Turki sedang mengalami musim dingin. Suhu di sana sangat rendah, mencapai 4°C. Menurut salah seorang peserta SPL, salju tebal masih terlihat menutupi beberapa tempat. Mereka harus menggunakan jaket yang tebal, atau paling nyaman menggunakan jaket kulit. Selain itu, mereka juga harus menggunakan kaos kaki dan sarung tangan dari kulit. Walaupun demikian, semangat mereka untuk belajar sekaligus melihat-lihat peninggalan kejayaan Islam di Eropa tidak surut karena suhu 4°C itu.
Dekat Masjid Sulaiman
Turki memang negara Islam yang mengagumkan. Setelah jatuhnya khilafah Islamiyah di bawah pemerintahan Turki Utsmani, lahirlah negara Turki sekuler yang membuat Islam di sana terpojokkan selama puluhan tahun. Tapi, sejak pemerintahan berada di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdoğan, negara ini perlahan tapi pasti mulai menanggalkan sistem sekuler. Islam menggeliat bebas bagaikan bangun dari tidur nyenyaknya. Salah satu faktor kebangkitan Islam yang luar biasa di Turki adalah kuatnya pengaruh ajaran Said Nursi melalui “Risalah Nur“-nya itu. Inti ajaran Nursi adalah Al-Qur’an yang berhasil dijiwai oleh orang-orang Turki. Walaupun masih banyak penduduknya yang belum lancar membaca Al-Qur’an, tapi mereka memiliki semangat untuk memperdalam ajaran Islam, semangat keislaman yang ditanamkan Said Nursi selama ia masih hidup hingga wafatnya, dan terus berpengaruh hingga saat ini melalui salah satu karya tulisnya yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, “Risalah Nur“.*elk