Home Blog Page 543

Kekuatan dan Kemajuan Gontor

0

Pondok ini mempunyai ajaran yang berupa ide, nilai, sistem dan filsafat hidup yang menjiwai seluruh totalitas kehidupan yang ada. Adapun Faktor-faktor pendukung kekuatan dan kemajuan Gontor itu bermacam-macam, antara lain telah diwakafkannya pada tahun 1958. Pada tahun itu secara resmi Pondok Modern Darussalam Gontor telah diwakafkan dan menjadi milik umat Islam, bukan milik keluarga pendiri. Untuk itu, dibentuklah Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor. Pimpinan Pondok pun haruslah dari anggota Badan Wakaf. KH. Hasan Abdullah Sahal pernah mengatakan,Tidak ada majelis-majelis yang lain di pondok ini, yang ada hanyalah Badan Wakaf dan Pimpinan Pondok.

Selain itu, Gontor selalu berpegang teguh pada Panca Jiwa Pondok meliputi Keikhlasan, Kesederhanaan, Kemandirian, Ukhuwah Islamiyah dan Kebebasan. Dalam hal ini, Gontor mempunyai dua landasan, yaitu landasan ideal berupa Panca Jiwa dan landasan operasional berupa Panca Jangka.

Gontor melaksanakan Panca Jangka Pondok dengan sungguh-sungguh. Panca Jangka Pondok meliputi Pendidikan dan Pengajaran, Kaderisasi, Pergedungan, Khizanatullah (pengadaan sumber dana) dan Kesejahteraan Keluarga Pondok. Bahwasanya Allah menyukai dan mencintai orang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan sungguh-sungguh. Mafhum mukholafahnya berarti bahwa Allah benci terhadap orang yang tidak bersungguh-sungguh dan Allah tidak akan menolongnya. Jangan setengah-setengah dalam bekerja, karena orang yang setengah-setengah dalam bekerja itu menggangu, seperti orang yang memegang bara (setelah merasa kepanasan langsung dibuang).

Pondok mempunyai ajaran (yaitu ajaran kepondokmodernan) yang selalu dijalankan. Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai perekat umat karena berdiri di atas dan untuk semua golongan. Andaikata seluruh guru dan santri Gontor berasal dari Muhammadiyah, Maka Gontor tidak boleh dijadikan Muhammadiyah. Andaikata guru-guru dan santri-santri Gontor berasal dari Nahdhotul Ulama semuanya, Gontor tidak boleh dijadikan Nahdhotul Ulama.Gontor berdiri di atas dan untuk semua golongan.

Pondok mempunyai nilai dan sistem. Sistem cara mendidik dan lain sebagainya. Ada yang mau melaksanakan, mampu melaksanakan dan berani menanggung resiko dari pelaksanaan sistem yang ada. Salah satunya adalah sistem open management yang membuat Gontor dipercaya santri dan masyarakat.

Kemajuan Gontor juga didorong keinginan dan kemauan yang kuat untuk maju dan meluaskan wawasan mencakup bidang keilmuan, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, keagamaan dan lain-lain. Kekompakan juga menjadi faktor kemajuan Gontor yang menimbulkan rasa saling percaya satu sama lain.

Gontor mengutamakan kemandirian. Dibantu pihak luar ataupun tidak, Gontor akan tetap berjalan. Kemandirian Gontor mencakup segala bidang termasuk bidang politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Selain itu, Gontor menganut sistem proteksi. Sebisa mungkin orang luar tidak diperkenankan memasukkan sistem ataupun barang-barang ke pondok (Gontor mengutamakan potensi sendiri).

Pondok Modern Darussalam Gontor selalu berkomitmen, istiqomah terhadap pananaman dan penguatan akidah, syariat dan akhlak. Eksistensi suatu pondok pesantren (lembaga pendidikan Islam) diakui apabila menanamkan tiga komponen pokok ajaran Islam tersebut, yaitu iman, islam dan ihsan. Dalam munasabah-munasabah penting termasuk silaturrahim dengan para wali santri dan calon-calon santri, KH. Imam Zarkasyi sering mengatakan, Santri-santri Gontor ini disiapkan untuk mencapai predikat MM (Mukmin-Muslim).

Predikat MM inilah yang menyelamatkan dan membahagiakan hidup manusia di dunia dan akhirat. Setelah tercapainya predikat MM itu, bolehlah meneruskan ke perguruan tinggi sampai mencapai gelar keduniaan seperti Dra., Drs., SH., MA., Dr. dan lain sebagainya. Akan tetapi gelar-gelar itu jangan sampai melemahkan atau melunturkan predikat yang pertama dicapai, yaitu Mukmin-Muslim. Bahkan hendaknya mampu menguatkannya.

Gontor memiliki motto-motto Pondok Modern Darussalam Gontor yang disampaikan kepada santri, guru dan masyarakat dan dilaksanakan secara istiqomah. Di antara motto-motto yang sangat penting adalah Berbudi Tinggi, Berbadan Sehat, Berpengetahuan Luas dan Berpikiran Bebas.

Bahwasanya pondok ini adalah lapangan jihad dan pengabdian. Jihad tidak hanya memerangi musuh-musuh Islam saja, mendidik dan mengajar termasuk jihad, memanage pondok secara keseluruhan termasuk jihad, menguatkan dan mengembangkan usaha-usaha ekonomi pondok termasuk jihad, bahkan semua kegiatan dalam pondok mempunyai makna jihad. Jihad memerlukan pengorbanan, maka, terdapat motto’Bondo bahu pikir lek perlu sak nyawane pisan’, yang bersumber dari ayat Alquran surat At-Taubah ayat 111.

Alhamdulillah, pondok ini telah diberi kekuatan untuk mengambil inisiatif, kemauan dan kemampuan untuk memanfaatkan jaringan kerja dalam bermacam-macam aspek dan bermacam-macam tingkatan, di dalam pondok dan di luar pondok. Gontor mendayagunakan dan mengoptimalkan sarana dan prasarana perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) secara sungguh-sungguh dan terus menerus.

Untuk memantapkan dan meluaskan wawasan, pondok sering menyelenggarakan seminar, dialog dan semacam sarasehan. Di samping itu, Gontor selalu meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga perguruan tinggi di dalam dan luar negeri yang dituangkan dalam MoU (Memorandum of Understanding). Antara lain dengan UKM (Universitas Kebangsaan Malaysia) dan IIUM (International Islamic University Malaysia).

Untuk itu, kurikulum pondok dan lembaga-lembaganya selalu dievaluasi dan dikembangkan seperti pembaharuan buku-buku pelajaran yang lebih baik. Perpustakaan selalu dilengkapi, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya seperti perpustakaan ISID, perpustakaan KMI, perpustakaan Darussalam, perpustakaan OPPM, perpustakaan Gerakan Pramuka, perpustakaan Kantor Pimpinan dan kantor-kantor lembaga lainnya.

Sementara itu, untuk memperkuat pemahaman tentang kepondokmodernan, Pimpinan Pondok melaksanakan pertemuan rutin setiap bulan untuk guru-guru, para dosen yang sudah berkeluarga dan kader-kader. Sehingga, semuanya mengerti bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebuah Pondok Keislaman, Pondok Keilmuan, Pondok Kemasyarakatan dan Pondok Pengkaderan. Inilah Pondok Modern, pondok namun modern. Modern namun tetap pondok.

 

Disampaikan oleh KH. Imam Badri dalam acara IKPM Cabang Kendal, 28 Juni 2005.

Fathul Kutub Perluas Wawasan Keislaman Santri

0

DARUSSALAM— Untuk memperluas wawasan keislaman santri Gontor, Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) menggelar acara Usbuu’u-l-Dirasah fi Kutubi-l-Turaats Al-Islamiy atau Fathul Kutub untuk seluruh siswa kelas kelas 5 yang dibuka Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag, Jum’at (30/4) malam, di Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM). Adapun jumlah siswa kelas 5 yang mengikuti acara tersebut mencapai 762 orang. Jumlah ini tidaklah termasuk siswa kelas 5 yang berada di Pondok-pondok Cabang. Untuk mendidik kemandirian, setiap Pondok Cabang mengadakan Fathul Kutub di tempat masing-masing.

“Seluruh siswa kelas 5 diharuskan mengikuti Fathul Kutub ini dengan sungguh-sungguh. Tidak seorang pun diperkenankan untuk meninggalkan acara sepenting ini kecuali untuk keperluan pondok yang mendesak,” ungkap Ustadz Heru Prasetyo selaku Panitia Pelaksana Fathul Kutub kelas 5 tahun ini kepada Gontor Online, Senin (3/5) lalu.

Acara yang berlangsung selama enam hari berturut-turut diawali dengan pembekalan materi pokok terlebih dahulu. Menurut Ustadz Heru, ketiga materi pokok tersebut adalah Fiqih, Tauhid dan Hadits. Semuanya disampaikan pada hari kedua setelah pembukaan, Sabtu (1/5) pagi. Materi Fiqih disampaikan oleh Ustadz H. Syarif Abadi, materi Tauhid disampaikan oleh Ustadz H. Ahmad Suharto, S.Ag. dan materi Hadits disampaikan Ustadz Imam Awaluddin, M.A. Pembekalan ini bertujuan agar para santri mengetahui berbagai permasalahan yang menyangkut ketiga bidang ilmu pengetahuan tersebut sebelum mereka membuka kitab-kitab yang ada di hadapan mereka. Sehingga, pada saat Fathul Kutub berlangsung, mereka dapat membahasnya dan menemukan jawaban dari kitab-kitab klasik tersebut.

Fathul Kutub sendiri merupakan sistem belajar kelompok dengan cara menelaah kitab-kitab Fiqih, Tauhid dan Hadits yang dikarang para ulama terdahulu. Hasil telaah ini kemudian didiskusikan bersama-sama di dalam kelompok masing-masing dengan diarahkan seorang ustadz pembimbing dari para wali kelas 5. Adapun jumlah kelompok Fathul Kutub tahun ini mencapai 48 firqoh. Setiap kelompok, Ustadz Heru menerangkan, mendiskusikan permasalahan yang ada di tempat-tempat yang telah ditentukan panitia. Diskusi atau pembahasan ini tidak hanya berlangsung pada pagi hari, akan tetapi dilanjutkan pada malam hari yang seyogyanya digunakan untuk muwajjah (belajar terbimbing bersama wali kelas pada malam hari-red). Bagi siswa kelas 5, waktu muwajjah ini digunakan untuk meneruskan diskusi Fathul Kutub bersama pembimbing masing-masing.

Acara yang menggunakan kurang lebih sekitar 4 ribu kitab ini bertujuan memberikan pengenalan kepada siswa kelas 5 KMI berbagai macam kitab klasik yang dikenal lebih akrab di kalangan pondok salaf dengan sebutan kitab kuning di samping menambah wawasan ilmu keislaman dari kitab-kitab tersebut. Sehingga, para santri dapat mengetahui bagaimana tingkat keilmuan para ulama terdahulu. Selain itu, ada tujuan yang tidak kalah pentingnya dari pelaksanaan Fathul Kutub ini, yaitu mengasah kemampuan bahasa Arab siswa kelas 5 KMI.  

Untuk itulah, pada hari terakhir menjelang penutupan acara, Rabu (5/5) pagi, diadakan acara debat terbuka yang membahas masalah kepemimpinan wanita. Beberapa siswa kelas 5 yang ditentukan sebagai peserta debat terbagi ke dalam dua kubu; pro dan kontra. Melalui acara debat ini, kemampuan berbahasa mereka pada waktu berdebat mewakili seluruh siswa kelas 5. Setelah selesai, acara dilanjutkan dengan evaluasi umum dari Direktur KMI, KH. Masyhudi Subari, MA. Selanjutnya, acara ditutup dengan taushiyah dan pesan-pesan dari Pimpinan Pondok, KH. Hasan Abdullah Sahal.




Hymne Oh Pondokku

2

Lagu Hymne Oh Pondokku yang selalu dinyanyikan di Pondok Modern Darussalam Gontor dalam even–even penting telah berusia lebih dari tujuh puluh tahun, karena lagu ini diciptakan lima tahun setelah berdirimya KMI. Tepatnya pada tahun 1940-an. Dengan lagu ini, sebuah prestasi besar telah terukir karena merupakan perwujudan dari Panca Jiwa Pondok Modern Gontor yaitu berdikari (mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri) dan berusaha tidak terlalu bergantung pada lainnya.

Adalah dua orang yang telah berjasa besar dalam penciptaan lagu Hymne Oh Pondokku, R Moein sebagai pengarang lagu. Beliau adalah menantu Bapak Lurah R. Rahmat Soekarto, suami Bu Siti dan guru bahasa Belanda KMI. Sedang pengarang lirik adalah Husnul Haq, keduanya sama-sama guru KMI ketika itu.

Para alumni Gontor yang mendengarkan ataupun menyanyikan lagu Hymne Oh Pondokku akan terlihat menitikkan air mata, betapa mereka sangat mengenang masa-masa santri di Gontor. Gontor telah berjasa besar dalam membentuk mental dan kepribadian mereka sehingga mereka bisa berdiri tegak memandang masa depan. Berapa lama pun mereka berada di pondok tidak menghalangi rasa rindu terhadap ‘kampung damai’. Maka, tidak jarang keharuan menyelimuti siapa saja yang pernah berada di ‘pangkuan’ Gontor pada saat lagu Hymne Oh Pondokku dilantunkan.


Simulasi Pemadaman Kebakaran, Bekali Santri Tanggulangi Kebakaran

0

RABITHOH — Pengasuhan Santri Pondok Modern Darussalam Gontor kembali mengadakan acara Simulasi Pemadaman Kebakaran, Jum’at (14/5). Simulasi yang digelar di depan Gedung Rabithoh tersebut bertujuan untuk membekali santri menghadapi kebakaran di manapun mereka berada. Sehingga, dapat menghindari bahaya besar yang ditimbulkannya. “Para santri juga akan terbiasa sigap dalam segala keadaan untuk memberikan pertolongan pertama di masyarakat kelak, terutama pada saat terjadi kebakaran di sekitar mereka,” ujar Ustadz Hadi Amroni, staf Pengasuhan Santri selaku penanggung jawab acara, kepada Gontor Online, Jum’at (14/5), setelah acara usai.

Ustadz Hadi mengungkapkan, acara semacam ini sudah diadakan sebanyak tiga kali pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk acara pelatihan pemadaman kebakaran kali ini, Pengasuhan Santri mendatangkan tiga orang ahli pemadam kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran Ponorogo. Menurut Ustadz Hadi, ketiga petugas tersebut sudah sangat akrab dengan para staf Pengasuhan Santri karena mereka sering berkunjung ke pondok untuk memeriksa tabung-tabung alat pemadam kebakaran yang tersebar di asrama-asrama santri dan kamar-kamar dewan guru. Jumlahnya mencapai 70 buah.

Acara yang dibuka KH. Masyhudi Subari, MA tersebut diikuti seluruh mudabbir (pengurus asrama-red) kelas 4, ketua asrama dan seluruh ketua bagian Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM). Mudabbir kelas 4 berjumlah 40 orang, ketua rayon se-Darussalam mencapai 60 orang, ketua bagian OPPM berjumlah 63 orang dan seluruh bagian Keamanan OPPM sebanyak 16 orang. Rencananya, acara semacam ini akan dilaksanakan setiap tahun dengan memanfaatkan tabung yang ada. Dengan demikian, diharapkan setiap santri dapat menggunakan alat yang ada di sekitar mereka untuk menanggulangi kebakaran yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

 

Sahiru-l-Lail

0

Mendekati hari-hari ujian, semakin banyak santri yang melakukan sahiru-l-lail alias begadang untuk belajar. Malam, bagi beberapa santri memang waktu yang menyenangkan untuk beraktivitas. Tidak ada keramaian sebagaimana siang hari, suasana relatif tenang.


Namun, kebiasaan ini terkadang memiliki efek negatif, seperti pagi hari yang terkantuk-kantuk di kelas. Akan tetapi semuanya mereka jalani dengan sepenuh hati, mengingat dekatnya waktu ujian dan kurangnya persiapan untuk menghadapinya.

Diiringi semakin mendekatnya hari ujian, maka suasana malam semakin ramai. Seakan-akan antara siang dan malam sulit dibedakan. Para santri belajar di sekeliling pondok- dari ujung ke ujung. Guru-guru berkeliling di sekitar mereka, untuk menjadi 'referensi berjalan' yang dapat ditanya sewaktu-waktu. Lampu-lampu penerangan pun ditambah agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Sungguh menyenangkan untuk melihat suasana belajar yang ramai, penuh dengan semangat dan kesungguhan.

Ahad, 25 Jumadal Ula 1431

Senja Hari, Masjid Jami’ dan Pembiasaan

0

Ketika bel berbunyi pukul 17.00, maka seluruh aktivitas terpusat di masjid. Dari menara, qiraat Al-Qur'an terkumandang. Sayup-sayup bacaan Al-Qur'an para santri terdengar. Matahari senja berubah perlahan, kekuningan kemudian memerah di awal maghrib. Azan terdengar. Betapa syahdu dan tenangnya suasana Pondok.

Maghrib, dan waktu-waktu shalat lainnya seakan menjadi break bagi hingar-bingar kehidupan Darussalam yang memang tidak pernah tertidur. Sebagaimana shalat menjadi istirahat rohani bagi alur hidup manusia selama 24 jam sehari.

Para santri, kebanyakan berusia antara kisaran 12-19 tahun. Usia yang demikian adalah usia yang menentukan karakter dan kebiasaan. Apabila ia terbiasa untuk berbuat baik ketika masa muda, ia akan terbiasa hidup baik di masa mendatang.

'Man syaaba 'ala syaiin, syaaba 'alaihi', begitu KH. Syamsul Hadi Abdan sering bertutur. Barang siapa yang terbiasa atas sesuatu di masa muda, maka, sesuatu itu akan menjadi muda baginya, sesuatu itu akan menjadi kebiasaannya, meskipun hingga di masa tua kelak.

Pembiasaan demi pembiasaan dilaksanakan. Termasuk di antaranya, yang disebut di atas, kebiasaan untuk berjamaah maghrib.

Ahad, 25 Jumadal Ula 1431

Pendidikan Ujian

0

Gontor menanamkan kepada seluruh santrinya untuk bersikap jujur dalam segala hal termasuk ketika ujian. Walaupun guru mereka sendiri yang menjadi pengawas bahkan meskipun wali kelas sendiri, mereka tetap dituntut untuk percaya kepada diri sendiri. Bahkan, mereka harus berani mengatakan, “Lebih baik mendapatkan nilai jelek dari hasil kerja kerasku belajar daripada memperoleh nilai bagus, namun berbuat curang.”

Mereka pun tahu, Gontor tidak akan memberikan toleransi ataupun dispensasi bagi santri-santrinya yang melakukan kecurangan dalam ujian. Hanya ada satu ‘ hadiah’ bagi mereka, diskorsing selama satu tahun ajaran atau diusir dari pondok selama-lamanya. Tidak terkecuali bagi guru-guru sendiri yang menjadi pengawas ujian. Mereka pun harus benar-benar menjadi pengawas yang jujur.

Demikianlah Gontor mendidik santri dan guru dalam suasana ujian. Para santri dididik untuk jujur dan percaya diri akan kemampuannya. Mereka juga harus ikhlas menerima hasil kerja keras mereka dalam belajar. Dengan itu, mereka terbiasa instrospeksi diri dan mengetahui dengan pasti kadar kemampuan masing-masing. Jika demikian, “Celakalah orang yang tidak mengetahui kadar kemampuannya”.

Para dewan guru pun selaku pengawas mendapatkan pendidikan tak kalah pentingnya. Mereka dididik untuk bertanggung jawab terhadap kelangsungan suasana ujian di Gontor. Tidak seorang pun yang berani lalai sehingga membiarkan santri-santrinya mencontek atau saling mencontek. Apalagi memberitahu mereka jawabannya. Inilah yang disebut ‘tamalluk’ di Gontor. Alangkah rendahnya martabat seorang guru yang mencari muka di ruang ujian. Maka, Gontor bukanlah tempatnya.

Pasalnya, hal semacam inilah yang akan merusak generasi muda Indonesia. Mental inilah yang mengharcurkan kesakralan ujian. Mental itulah yang menggerogoti dunia pendidikan di negeri ini hingga akhirnya anak-anak sekolah bersikap seperti tidak pernah mengenyam dunia pendidikan. Gontor tidak hanya mendidik santri-santrinya untuk menjadi kaum terpelajar atau intelek. Tapi, Gontor juga mendidik mereka untuk bermental baja dan bermoral, menjadi cendekiawan yang berakhak mulia dan bermartabat.

Maka santri Gontor mengenal istilah, “Bi-l-imtihaani yukramu-l-mar’u au yuhaanu”. Melalui ujian, seseorang akan menjadi mulia atau malah menjadi hina. Maksudnya, mereka yanag jujur dalam ujiannya setelah belajar dengan tekun pastilah bahagia mendapatkan hasil yang bagus dan dimuliakan Allah dengan ilmunya seperti mendapatkan pujian dari guru dan teman-temannya, mendapatkan banyak sahabat dan disenangi orang-orang. Sebaliknya, orang yang tidak sungguh-sungguh dalam ujian tentunya merasa malu mendapatkan nilai jelek. Apalagi kalau sampai mencontek, tak ayal lagi, ia akan dijauhi teman-temannya karena perbuatan hina tersebut. Na’udzubillahi min dzalik!

Mahalnya Hari Jum’at

0

Berbeda dengan sekolah pada umumnya, hari Jum’at adalah hari libur di Pondok Modern Darussalam Gontor. Hari libur, sebagaimana gaya hidup di Gontor, bukan berarti kekosongan penuh, melainkan hari yang penuh dengan dinamika.

Perlombaan, show,expo-selain Expo 1 Muharram, acara inaugurasi di klub-klub, mayoritas dilakukan pada hari Jum’at pagi hari. Setelah shalat Jum’at dilaksanakan, biasanya acara akan dilanjutkan.

Setelah isya’, dalam sebulannya akan diadakan perkumpulan konsulat pada minggu pertama, tau’iyyah diniyyah oleh asatidz pada minggu kedua dan keempat, kemudian perkumpulan klub pada minggu ketiga. Tak jarang, santri yang memiliki lebih dari satu klub harus memenej waktunya agar dapat berkumpul di beberapa tempat yang berbeda.

Pada pukul 21.00, semua santri diwajibkan untuk istirahat. ‘Tidur wajib’, itulah istilah yang digunakan para santri untuk menyebutnya. Secara bertahap, kondisi Pondok menjadi sepi dan tenang, setelah melewati hari Jum’at yang melelahkan. Keesokan harinya, para santri kembali melewati satu pekan penuh kegiatan, dan kembali menemukan Jum’at sebagai penghujung pekan yang berharga dan mahal bagi mereka. Wallahu a’lam.

Jumat, 23 Jumadal Ula 1431

Modern

21

Pondok itu berjiwa modern”. KH. Hasan Abdullah Sahal pernah mengatakan itu suatu kali. Modern di sini, lanjut beliau, di antaranya berarti berpikir integral, berpikiran maju, tidak dikotomis, adil dan menghargai efisiensi waktu.

Berpikiran integral, berarti tidak parsial ataupun sekular. Tidak melulu duniawi ataupun hanya akhiratnya saja, melainkan keduanya. Di Gontor, kurikulum dan pola hidup dibentuk secara integral. Ada pelajaran agama dan pelajaran umum. Ada pembentukan karakter (tarbiyah) dan gerakan belajar mengajar (ta’lim). Pengembangan sumber daya manusia dimaksimalkan, untuk totalitas pendidikan.

Jum’at 23 Jumadal Ula 1431

Dunia Ketiga

0

Gontor mampu membentuk suasana berbeda dan kehidupan yang berbeda bagi seluruh santri. Para santri seakan berada di dunia ketiga yang penuh dengan hal-hal unik sekaligus menarik. Nuansa kehidupan tercermin dalam setiap aktivitas yang mewarnai hari-hari di Gontor. Sehingga, tanpa terasa waktu berjalan mengiringi perjalanan para penuntut ilmu melewati proses-proses pendidikan di Gontor. Dunia Gontor melepaskan mereka dari kungkungan dunia pertama dan kedua.

Di dunia pertama, sebagai masyarakat internasional, manusia sering terpengaruh kebudayaan Barat yang menghancurkan akhlak dan moral. Begitu pula di dunia ketiga, negara kita tercinta, Indonesia, selalu diwarnai berbagai macam kepentingan individu para penguasa dan pemerintahan. Korupsi merajalela, peraturan menjadi permainan dan anak-anak bangsa rusak oleh minuman keras dan pergaulan bebas. Tapi, di dunia ketiga, Gontor memberikan perlindungan kepada generasi bangsa ini untuk tumbuh, berkembang dan maju menjadikan mereka pemimpin yang siap berperang di masa depan melawan kebatilan.

Gontor mendidik kebersamaan yang berbuah persatuan dan kesatuan. Para santri membangun persahabatan yang tidak membedakan asal-muasal mereka. Mereka berasal dari Sabang sampai Merauke. Persahabatan dan kebersamaan mereka bagaikan tali yang mengikat Indonesia dari ujung timur hingga ujung barat. Berbahagialah Indonesia mempunyai calon-calon pemimpin bangsa yang saling mengenal saudaranya dari berbagai daerah.

Para santri juga merasakan keindahan dunia mereka saat ini yang penuh dengan semangat hidup perjuangan. Mereka mengenal salah satu filsafat hidup yang penuh motivasi dari Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, “Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja”. Filsafat yang satu ini disempurnakan dengan, “Hidup sekali hiduplah yang berarti.” Tidak terdapat kata putus asa dalam kamus kehidupan mereka. Karena semangat mereka hidup bersama teman dan sahabat serta lingkungan.

Masih banyak hal yang diberikan dunia Gontor kepada masyarakat santrinya. Segala hal yang dibutuhkan dalam kehidupan ini, namun telah hilang di dunia mereka sebelumnya. Maka, para santri akan menemukan jati dirinya di dunia mereka saat ini, di dunia Gontor, Pondok Modern Darussalam….