Home Blog Page 363

Kelas 1 Keluar Sebagi Juara Umum

0
Penampilan Nasyid Kelas 4, dan meraih Juara 1 Nasyid antarkelas
Penampilan Nasyid Kelas 4, dan meraih Juara 1 Nasyid antarkelas

Gontor-Kelas 1 keluar sebagi juara Umum pada lomba folksong dan nasyid antarkelas tahun ini, acara yang diadakan tahunan setiap tanggal 10 Dzulhijjah ini berjalan lancar meriah. Pada hari Senin (12/9) bertempat di Balai Pertemuan Pondok Modern Darussalam Gontor (BPPM) dan ditonton langsung oleh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi dan K.H. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor membuat acara ini lebih menarik.

Acara ini bisa disebut juga kompetisi paling bergengsi bagi santri kelas 1 sampai kelas 4. Karena tidak ada kompetisi antarkelas selain lomba folksong dan nasyid ini. Setelah dilatih oleh wali kelas masing masing angkatan seluruh peserta memberikan penampilan terbaiknya. Perolehan nilai dari setiap kelas sangat kompetitif sehingga menyulitkan dewan juri untuk menentukan siapa yang menjadi juara.

Hasil akhir kompetisi ini yaitu: Juara 1 Folksong diraih oleh kelas 3 Intensif, lalu disusul oleh kelas 1, dan kelas 3 sebagai juara 3.  Dan untuk lomba nasyid, kelas 4 keluar sebagi nasyid terbaik meraih juara 1, dilanjutkan oleh kelas 1 dan kelas 2. Selain 1 sampai kelas 4 tampil juga dalam acara ini santri kelas 5 dan kelas 6 yang tidak kalah serunya dengan penampilan adik-adik kelasnya. AaRum

Kiai Hasan Hadiri Pernikahan Kader Ustadz Anwar Fatoni

0

PONOROGO–Pada Senin (5/9), salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, K.H. Hasan Abdullah Sahal, menghadiri resepsi pernikahan salah satu kader Gontor, Ustadz Anwar Fatoni, S.H.I., yang menikah dengan Ustadzah Ana Mar’atus Sholihah. Pernikahan berlangsung di kediaman mempelai wanita, tepatnya di Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, pada pukul 14.00 WIB.

Pada kesempatan itu, Kiai Hasan menyampaikan bahwa kader Gontor harus mampu membina rumah tangga dengan baik. Karena, selain mengurus keluarga, kader juga memiliki amanat yang besar terhadap kelangsungan dan kemajuan pondok. Beliau juga menegaskan, bahwa istri yang saat ini dinikahi, adalah istri yang kedua. Sedangkan istri yang pertama adalah pondok.

Turut hadir dalam acara tersebut K.H. Masyhudi Subari, M.A. dan Drs. K.H. Akrim Ma’riyat, Dipl.A.Ed., anggota Badan Wakaf PMDG, yang ditemani oleh beberapa guru senior Gontor, diantaranya; H. Taufiqurrahman, H. Suroso Hadi, H. Setiawan bin Lahuri, M.A.

Pernikahan kader di PMDG merupakan salah satu bentuk kemajuan. Kemajuan dalam penerapan Panca Jangka Gontor, yaitu Kaderisasi dan Kesejahteraan Keluarga. Di mana kebutuhan hidup segenap keluarga besar pondok terpenuhi, lantas mereka dapat berjuang membantu pondok dengan maksimal. Reyzin.

Peringati Kesyukuran 90 Tahun Gontor, PMDG Gelar Napak Tilas Perjalanan Trimurti ke Sooko

0
img_0294
Suasana perjalanan peserta Napak Tilas Perjalanan Trimurti

DARUSSALAM–Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang tetap bertahan bahkan semakin berjaya di usianya yang menginjak 90 tahun ini merupakan buah dari usaha jerih payah Trimurti Gontor yaitu K.H Ahmad Sahal, K.H Zainuddin Fananie, serta K.H Imam Zarkasyi.

Oleh karena itu, guna mengenang pekerjaan berat Trimurti dan perjuangan mereka mempertahankan serta menyelamatkan pondok dari Partai Komunis Indonesia (PKI) kisaran tahun 1948 lalu, pondok menyelenggarakan kegiatan Napak Tilas Perjalanan Trimurti. ”Kegiatan Napak Tilas menyusuri rute-rute yang dilalui Trimurti ketika dikejar PKI dahulu,” ungkap Al-Ustadz Muhammad Mustofa, pembimbing kegiatan yang termasuk dalam divisi Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) dalam rentetan Peringatan Kesyukuran 90 Tahun Gontor.

Kegiatan ini diikuti oleh 150 orang, yang terdiri dari 100 orang guru KMI dan alumni dan 50 orang dari siswa kelas 5 dan 6 KMI. Peserta Napak Tilas diberangkatkan dari pondok pada hari Rabu, (7/9) lalu oleh Bapak Pimpinan PMDG, K.H. Hasan Abdullah Sahal dan K.H. Syamsul Hadi Abdan.

”Tahun 1948 PKI ingin menggempur. waktu itu di gontor hanya saya. Ketaatan seorang istri kepada suaminya. Kamu di sini saja bagaimana pun disini saja kata pak sahal kepada ibu saya, waktu itu saya masih berumur satu tahun. Santri santri pergi karena akan diserang PKI.” terang K.H. Hasan, dalam sambutannya saat pelepasan.

Setelah memberikan sambutannya beliau memimpin doa agar perjalanan Napak Tilas Perjalanan Trimurti berjalan tanpa hambatan. Sekitar 6 kendaraan disediakan, 2 mobil Elf untuk para asatidz senior, 2 truk terbuka untuk para asatidz, 1 truk untuk santri kelas 5, 1 truk untuk santri kelas 6, sekaligus 1 ambulan untuk antisipasi.

Pukul 6:15 mobil diberangkatkan menuju bendungan bundo. Sampai di bendungan bundo pukul 6:45. Sebelum perjalanan dimulai peserta menyantap sarapan yang telah disediakan panitia. Pukul 7 tepat perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Terdapat 7 pos melewati desa Centong, Gunung tukul.  Tujuan akhir kegiatan tersebut adalah di desa Buyur, Sooko, sekitar kaki gunung Bayang Kaki Kota Ponorogo, perjalalan berakhir di sana karena dahulu Trimurti tertangkap oleh PKI di desa tersebut

Setelah 5 jam perjalanan, akhirnya rombongan Napak Tilas Trimurti sampai di pos ke-7 desa Buyut, pada pukul 11 siang. dan beristirahat serta Shalat Dzuhur di salah satu pemukiman warga yang merupakan tempat singgah trimurti saat dicari oleh PKI. Rombongan disambut ramah oleh ahlul bait, disajikan hidangan ringan hingga berat guna mengembalikan lagi tenaga. Sembari beristirahat rombongan diceritakan sejarah perjalanan trimurti.

Jalan yang ditempuh untuk perjalanan pulang lebih dekat dengan sebelumnya. Pukul 4 sore rombongan sampai kembali di Pondok. Selama perjalanan dari awal hingga akhir tidak ada yang mengalami cedera apapun.

“Perlu sebuah perjuangan dan pengorbanan tinggi untuk mempertahankan pondok, bondo bahu Trimurti ditahan bertaruh nyawa, sempat mau dibunuh, demi pondok nyawa mereka pertaruhkan, nilai-nilai itu perlu diteladani para santri,” pesan Al-Ustadz Muhammad Mustofa, selaku koordinator kegiatan ini. ikami86

Wayang Kulit Ki Anom Suroto Turut Semarakkan 90 Tahun PMDG

0

DARUSSALAM-Pada Sabtu (3/9), Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) mendatangkan Dalang Ki Anom Suroto dan Ki Bayu Aji Pamungkas dari Klaten untuk mementaskan Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka peringatan 90 tahun PMDG divisi kemasyarakatan,  serta pelaksanaan 4 pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Acara yang dimulai pada jam 19.30 WIB ini mengundang antusiasme dari masyarakat Ponorogo, khususnya Wakil Bupati Ponorogo, Drs. Soedjarno, MM., dan Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. Muhamad Hidayat Nur Wahid, M.A.,  yang turut hadir memberi sambutan sebelum acara Pagelaran Wayang Kulit dimulai.

“Acara ini menunjukkan bahwa santri juga memiliki jiwa seni, dan kita harus melestarikan budaya Wayang Kulit agar tidak Punah” Sambut Bapak Drs. Soedjarno, MM. Dalam acara ini, Ki Anom Suroto dan Ki Bagus Aji Pamungkas selaku dalang mengusung tema yang berjudul “Parikesit Menjadi Ratu” dan selingan dari Semar dan Bagong, menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Ponorogo.

Dalam acara tersebut, sang dalang mendo’akan PMDG, dalam umurnya yang sudah tidak lagi muda agar tetap berjaya dan bermanfaat bagi ummat, agama, dan bangsa. Reyzin.

Reuni Akbar Putri Pertama Siap Digelar

0

Pada tanggal 17-18 September 2016 mendatang, 24 angkatan tetasan Gontor Putri akan berkumpul di acara reuni akbar sebagai salah satu rentetan peringatan sembilan puluh tahun Gontor dan seperempat abad Gontor Putri. Acara ini kali pertamanya diadakan di pondok putri. Maka kehadirannya sangatlah ditunggu-tunggu oleh alumni dari seluruh pelosok Indonesia, bahkan dari mancanegara pun berkesempatan hadir. Menurut hitungan dari pendaftaran via website resmi Gontor Putri, alumni yang resmi menyatakan kehadirannya mencapai 1500.

Pada Jum’at (16/9) sore medatang, selruh alumni dapat memulai check in dan menempatkan diri di tempat peristirahatan per angkatan yang sudah disiapkan oleh panitia. Sehingga pada esok paginya (17/9) seluruh alumni sudah dapat berkumpul bersama di auditorium Gontor Putri yang baru dibangun pada tahun 2003 lalu. Acara ini akan dihadiri pula oleh seluruh guru senior yang pernah turut berjuang di kampus putri, seperti Ustadz Dr. KH. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, Ustadz Noor Syahid, Ustadz Suja’i, Ustadz Muhammad Ma’ruf Chumaidi, Ustadz Sujiat Zubaidi, Ustadz Sunanto, dan lain-lain. Kemudian pada malam harinya akan diadakan Darussalam All Star Show (DASS) yang bertemakan Realisasi Misi Gontor Putri untuk Kemuliaan Umat dan Bangsa. Karena dirasa bahwa dengan segala trial and error, Gontor Putri pada usia peraknya kini sudah established. Sisanya adalah untuk dijaga dan dikembangkan. Pada acara DASS juga akan diumumkan pemenang lomba cipta lagu peringatan seperempat abad Gontor Putri.

Di sela-sela rentetan aacara yang sudah diberikan oleh panitia tentunya juga diselipkan reuni antar angkatan secara bebas namun tertib dengan tempat-tempat yang ditentukan. (dee)

Dua Alumni 1999 Isi Dialog Interaktif di Gontor Putri

0

Gontor Putri yang baru berusia 26 tahun kini sudah menetaskan 24 generasi yang tersebar di seluruh dunia. Berkesempatan hadir pada acara di hari yang sama dengan dialog bersama Marissa Haque pada Ahad (4/9), dua alumni dari angkatan ketujuh Gontor Putri tahun 1999, Elizabeth Diana dan Dr. Ika Yunia.

Dengan dihadiri oleh seluruh dewan guru, mahasiswi UNIDA dan kelas enam, dialog singkat yang berlangsung pada siang hari ini mengalir lancar dengan pemaparan keduanya mengenai kiprah perempuan pada masa kini.

img_9786Dr. Ika memaparkan bahwasanya hidup harus selalu bergerak sesuai input dan output. Semua hal yang didapatkan di pondok merupakan sebuah proses sebagai bekal di luar nantinya. Karena menurut mantan ANKULAT ini, kunci unut menjadi berbeda adalah dengan integrtas dan kompetensi.

“Perempuan harus memiliki skill berupa smart, kompeten atau pendidikan yang
lebih tinggi dan akhlak yang baik. Alhamdulillah kita dapatkan semua itu di Gontor. Terlebih karena pramuka. Hingga saat ini kalau melihat kegiatan pramuka hati saya masih terherak,” paparnya yang kebetulan pada saat itu sedang diadakan jambore dan raimuna nasional di bumi perkemahan yang tak jauh dari auditorium.

Elizabeth Diana juga menambahkan mengenai pengalamannya berdiplomasi di berbagai negara. Menurut ketua II OPPM tahun 1999 ini, perempuan juga bisa untuk terjun di kancah internasional untuk membantu negara. “Asal suami mengijinkan,” tambahnya.img_9824

Ia pun memberikan pesan kepada seluruh hadirin yang belum keular dan terjun pada masyarakat untuk selalu bersabar menjalani proses. Apapun bentuk proses tersebut. dee

Marissa Haque: Perempuan Harus Pintar!!!

0

Marissa Haque, public figure sekaligus politisi dan akademisi, berkesempatan hadir di Gontor Putri kampus 1 untuk menjadi pembicara dalam dialog interaktif mengenai Wanita dan Tantangan Zaman pada hari Ahad (4/9). Acara yang dihadiri oleh beberapa dewan guru dari kampus Putri satu hingga tujuh serta seluruh santriwati kelas enam kampus satu dan dua ini bertempat di auditorium Putri 1.

img_9061Ustadz Setiawan bin Lahuri, ketua panitia peringatan sembilan puluh Gontor, mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun untuk memperingati dan mengingat perjuangan perintis terdahulu. Maka tidak ada istilah HUT maupun milad. Di samping itu beliau pun sempat menyinggung mengenai suami Marissa Haque, Ikang Fauzi, yang sempat satu bulan sholat di masjid kampus pusat UNIDA dalam rangka syuting film Negeri Lima Menara.

Sementara wakil pengasuh Gontor Putri kampus 1, Ustadz Ahmad Suharto, memberikan penekanan bahwa mendidik perempuan selayaknya mendidik bangsa. Maka perbaikan bangsa sudah pasti melalui perempuan.

Perempuan kelahiran 1964 ini menyatakan bahwa ia lebih memilih terma perempuan daripada wanita. Karena perempuan berarti yang diempukan, digugu dan ditiru,  sedangkan terma wanita lebih memiliki padanan kata dengan betina. Selebihnya ia pun memaparkan tentang tantangan perempuan pada zaman ini.

img_9117“Perempuan harus hebat, tapi bukan berarti merasa lebih hebat daripada suami. Suami tetap menjadi imam dan pemimpin dalam rumah tangga. Kita wakilnya. Ibarat suami adalah kepala, maka istri adalah leher yang membantu. Jadi keduanya harus singkrom,” terang peraih gelar doktor dari IPB ini

Ibu dari dua anak ini juga memberikan motivasi mengenai perempuan masa kini yang harus memiliki skill dan nilai tambah untuk bersaing di dunia nyata. “Do something with your own hand!

Ia juga mengisahkan mengenai sejarah hidupnya dalam bidang akademik. Sebagai sarjana hukum sebuah universitas swasta pada masa itu membuatnya masih haus akan ilmu. Itulah sebab mengapa ia tetap melanjutkan sekolah hingga saat ini dengan studi magister sebanyak lima kali dengan konsentrasi dan universitas yang berbeda, serta doktoral yang baru saja diraihnya pada tahun 2014 lalu. “Hobi saya sekolah. Selama suami dan kondisi mengizinkan, maka saya kejar.”

“Mengapa perempuan harus pintar? Karena bila ibu pintar, keluarga akan pintar, lingkungan pun begitu. Teaching by example.”

img_9266Dialog interaktif ini usai sebelum dzuhur dan Marissa Haque berkesempatan berdialog secara personal dengan pimpinan pondok, Ustadz KH. Hasan Abdullah Sahal, yang sengaja datang ke kampus Putri 1. (dee)

Ketika Hymne “Oh Pondokku” Dilantunkan

0

14249866_10210923136933623_9042920305924966535_oKira-kira pukul 09.00 WIB, Pembawa Acara memulai perhelatan itu; Reuni Akbar Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PM Gontor/Gontor), dalam rangka Peringatan 90 Tahun usianya. Dengan kepiawaiannya, pembawa acara mengajak hadirin untuk memekikkan takbir berkali-kali. Anehnya, ajakan takbir pembawa acara, alumnus Gontor yang baru berusia 30 tahunan itu, disambut dengan gegap gempita dan kepalan tangan ke atas oleh 11.000 orang lebih alumni Gontor dari angkatan termuda hingga tertua 1950-an. Terserah. Apalah niatan takbir itu; namun yang terasa, mereka bersedia meneriakkan takbir untuk Gontor: Yang pasti, Gontor menjadi sedemikian karena Allahu Akbar!

Lalu, para alumni yang sebelumnya masih mengobrol mulai diam ketika ayat-ayat Suci Al-Qur’an dibacakan oleh alumnus Gontor juga. Selesai. Menginjak acara berikutnya, menyanyikan “Lagu Indonesia Raya”. Dengan sikap sempurna, lantang, dan gegap gempita, tampak, para alumni itu ingin menunjukkan nasionalismenya, nasionalisme yang diajarkan Gontor kepada mereka, yang tak perlu diragukan. Saya pun hanya tersenyum kecut mengingat Pangdam Jawa Timur yang meragukan kemampuan santri Gontor menyanyikan Lagu “Indonesia Raya”. Sungguh kebodohan karena kurangnya pengetahuan.

Selanjutnya, menyanyikan hymne “Oh Pondokku”. Ketika ini, masih dengan dengan sikap sempurna, keluarga besar PM Gontor itu menyanyi dengan penuh perasaan, kenangan, dan dengan semangat kegontoran. Ketika musik pengiring baru memainkan intro (pendahuluan), warna emosi para alumni itu berubah: bibirnya mulai bergetar emosional. Para alumni sepuh di barisan kursi terdepan, tampak memejamkan matanya rapat-rapat. Raut wajahnya yang keriput terlihat menyimpan sejuta rasa dan kenangan; kian tampak lagi saat baris demi baris dan bait demi bait dari lirik hymne itu terucapkan; tak terbendung: raut mukanya menjadi sebak; air matanya tidak hanya menitik tapi mengucur deras, namun dibiarkan, tanpa disekanya dengan sapu tangan. Yang tua, yang muda, alumni tahun 1950-an, 1960-an hingga alumni teranyar (2016), semua larut dalam getaran emosi yang sama, terasa pulang ke rumah Ibu Kandung: Pondok Modern Darussalam Gontor.

Beragam alasan air mata mengucur. Alumni senior, mungkin saja, merasa pilu, membayangkan para Trimurti itu tengah berdiri tegak di depannya, di panggung kehormatan, lantas berpidato dengan lantang, laksana singa tengah mengajari anaknya belajar berburu. Mereka merindukan kembali sentuhan, pendidikan, pengajaran, bahkan kemarahan sang kiai itu, seperti puluhan tahun silam saat masih muda. Tempaan itulah yang membuat para alumni tegar berjuang di masyarakat hingga sekarang, hingga usia senjanya. Tak kalah pilunya, saat mengenang guru-guru dan sahabat karib yang telah wafat, mendahului mereka. Air mata pun menjadi pertanda kesyukuran.

Alumni dekade 1970-an, ketika Pak Sahal dan Pak Zar masih hidup, akan mengenang bagaimana beliau berdua sering bertemu, berbincang di depan rumah Pak Zar, atau Pak Sahal yang acap menyeret kursi hingga ratusan meter untuk mengawasi bangunan dan pekerjanya. Bersyukur pula, mereka masih sempat diajar Pak Zar di kelas; mereka masih menyaksikan ledakan warna emosi Pak Sahal saat berpidato, atau pidato Pak Zar yang selalu sederhana namun sistematis, mudah dicerna, berisi prinsip-prinsip kepondokmodernan, terkadang berisi pandangannya terhadap fenomena kontemporer, baik nasional maupun mondial.

Sementara, alumni setelah tahun 1977 (usai Pak Sahal wafat), hanya sempat melihat Pak Zarkasyi, yang tegar berjuang sendiri, tetap mengajar di usia senja, meniti kelas demi kelas dengan langkah gontai, dan getaran bibir melafazhkan zikir. Jelas ada kerinduan diajar beliau seperti dulu. Betapa tidak, kepandaian, keterampilan hidup, dan kehormatan, serta kemampuan yang dimilikinya adalah hasil didikan beliau. Kenangan itu membuat air mata mengalir kian deras. Juga kenangan tentang bagaimana Pak Zar menata sistem Pondok Modern, terucap dalam pidato-pidatonya pada pertemuan guru-guru (Kemisan), sungguh tampak berat namun harus dilakukan, demi kelanjutan perjuangan, kelangsungan hidup pondok.

Adapun para alumni yang tak pernah meyaksikan seorang pun dari tiga pendiri pondok itu tetap memiliki banyak kenangan, pengalaman selama mondok. Bagaimana mereka memulai hidup di pondok dengan rasa tertekan, kemudian mulai belajar berorganisasi; menjadi pengurus asrama, menjadi pengurus OPPM, PBR, dan PBS. Sungguh, penuh dengan tekanan, gesekan, konflik, dan persaingan; namun juga sarat dengan pendidikan ukhuwwah, keikhlasan, tanggung jawab, kerjasama, dan sebagainya. Mereka digembleng oleh generasi penerus yang tak kalah semangatnya dengan Trimurti pendahulunya. Semua itu sanggup membuat mereka menangis. Ya, menyanyi sambil menangis, dengan kucuran air mata yang deras: air mata kenangan, air mata kerinduan.

Saya, yang  bukan alumnus Gontor, “menikmati” suasana mengharukan itu, dan membiarkan air mata saya ikut meluncur di balik kaca mata. Ada kenikmatan nostalgik tersendiri demi ikut serta melantunkan dan mendengarkan lagu itu. Mungkin telah ratusan kali hymne itu terdengar di telinga, dari kecil sehingga dewasa. Dari itu pula kecintaan kami kepada pondok mulai terbina, yang dimulai dari rasa heran, kemudian rasa bangga, lantas cinta.

Tidak seperti pada pertemuan-pertemuan di tempat lain, usai menyanyikan hymne “Oh Pondokku”, para hadirin terdiam, melandaikan perasaannya yang baru saja teraduk-aduk saat melantunkan hymne itu. Sambil mengusap air mata dengan lengan baju atau sapu tangannya, mereka kembali duduk tafakkur, berzikir, dan berdo‘a untuk pondok, para pendiri, para kiai, para guru, dan murid-muridnya. Tidak ada yang bertanya, “Mengapa menangis?” Karena isi hati mereka sama. Sungguh, suasana yang amat sulit dilukiskan. Upaya untuk itu tak mungkin mewakili perasaan ribuan alumni yang hadir. Hymne itu laksana medan magnet yang memancarkan resonansi kepada pelantun dan pendengarnya. Siapapun yang berada di sana, hatinya akan ikut bergetar, hanyut dalam aliran rasa para alumni, pelantunnya. Rasanya, tak ada fanatisme kealumnian sekuat alumni Gontor. Oh, Pondokku… Ibuku. Nasrulloh Zainul Muttaqien

 

 

Malam ini, Kami akan Menjadi Saksi Dongeng Sepuluh Tahunan itu

0

Sepuluh tahun lalu, kami pernah mendengar ada sebuah penampilan yang ditahbiskan sebagai pentas paling akbar di pesantren kami. Karena belum menjadi santri kala itu, kami hanya mendengar dari omongan orang-orang dahulu tentang semaraknya dan fenomenalnya perhelatan seni itu. Pentas akbar yang hanya digelar saat jenjang usia tertentu Pondok Modern Darussalam Gontor itu, bernama Darussalam All Star Show.
Dan hari ini, 8 September 2016, seluruh santri Gontor dari Kelas 1 hingga guru paling senior, mendapat kesempatan langka tersebut. Hari ini kami akan mempertunjukkan, sekaligus menonton sendiri Darussalam All Star Show pada Peringatan 90 Tahun Gontor. Ya, usai rentetan kegiatan Peringatan 90 tahun Divisi Santri, hari ini adalah puncaknya. Kami semua, tentunya masyarakat juga, akan disuguhi sajian seni yang akan diisi seluruh bintang yang ada di Gontor. Karena bertajuk “All Star”, maka pentas ini tak dapat dibandingkan dengan Drama Arena ataupun Panggung Gembira yang digelar tahunan. Bukannya mengecilkan kedua pentas itu, namun memang keduanya tak dapat mengeluarkan “All Star” di Gontor. Mengingat adanya pakem-pakem yang telah ditetapkan bagi kedua pentas tersebut, yakni batasan kelas yang mengikat.

Persiapan Panitia jelang Darussalam All Star Show
Persiapan Panitia jelang Darussalam All Star Show

Namun malam ini, “All Star” tersebut akan kami saksikan kembali. Dari manusia masterpiece Gontor di bidang musik, seni tari, teater, tarik suara, broadcast, drama, multimedia, hingga bidang pelaksanaan, semacam dekorasi, pertamanan, dan perlengkapan, akan kami saksikan bersama masyarakat malam hari ini.
Kesyukuran ini tak terbendung adanya. Kami rindu suasana seperti ini. Saat para guru tanpa gengsi ‘turun gunung’ ikut tampil bersama para santri hanya semata-mata ingin menunjukkan bahwa inilah adanya penampilan terbaik di Gontor. Makna “All Star” adalah optimalisasi dalam pementasan, puncak dari segalanya, dan batas tertinggi dari kemampuan seluruh anak adam yang bernafas dalam Pondok Gontor ini.
Maka tak ayal, jika malam ini, hati ini serasa berdebar menantikan show tersebut. Rasanya sayang jika dilewatkan. Acara ini sengaja digelar di lapangan hijau, mengingat salah satu tujuan dari pementasan adalah menghibur masyarakat. Sebagai bentuk kesyukuran Pondok menginjak usianya yang ke-90 tahun.
Semoga malam ini bintang-bintang menghiasi langit demi kelancaran acara Darussalam All Star Show, memayungi bintang-bintang yang malam ini pula, akan menghiasi panggung pementasan akbar tersebut. Kalau boleh memberi nasihat kepada seluruh santri, “Nak, saksikan dengan kelopak tak tertutup sejak awal, resapi aura malam ini ke dalam sukmamu, arahkan hatimu untuk menerima segala suguhan hebat, dan sembari berdoa dengan rendah hati, agar ini semua mendatangkan keberkahan kepada Pondok kita, sekarang, dan untuk selamanya.”binhadjid

Saksikanlah! DASS Siap Tampil untuk 90 Tahun Gontor

0
whatsapp-image-2016-09-07-at-10-34-26-pm
Persiapan Panggung DASS 90 Tahun Gontor untuk Kamis malam, 8 September 2016

GONTOR–Hari yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. Darussalam All Stars Show (DASS) sudah siap membuat Peringatan 90 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor sensasional dan spektakuler. Panggungnya sudah berdiri tegak dengan gagah dan megah di Lapangan Hijau Gontor mulai Rabu (7/9) ini. Pada Kamis malam nanti, 8 September 2016, pagelaran seni sejenis Panggung Gembira ini benar-benar akan menciptakan malam nan indah bagi para penikmat seni dan keterampilan santri yang dikolaborasikan dengan kreativitas guru-guru.

“Acara yang penuh dengan kreativitas seni ini, bisa dikatakan, berada setingkat di atas Panggung Gembira, walaupun keduanya memiliki konsep yang hampir sama. Memang, konsep acaranya berpatokan pada penyelenggaraan Panggung Gembira. Akan tetapi, keterampilan seni yang akan dipertunjukkan diupayakan lebih menghibur, inovatif, dan memukau,” ujar Ardhika Wahyu Kuncoro, selaku Penanggung Jawab Acara dari Panitia Pelaksana DASS 90 Tahun Gontor pada awal latihan DASS, Selasa (16/8) bulan lalu.

Wajar saja jika DASS berada setingkat di atas PG dengan gebyarnya yang luar biasa, karena acaranya didukung mahasiswa dan guru-guru, baik guru junior maupun senior, tidak hanya mengandalkan kreativitas santri. “Berbeda dengan PG, guru-guru dan mahasiswa yang memiliki bakat terbaik di bidang seni akan berkolaborasi dengan santri-santri pilihan dari kelas 1–6 Kulliyatu-l-Mu‘allimin Al-Islamiyah (KMI) untuk menampilkan penampilan terbaik mereka pada acara DASS 90 Tahun Gontor nanti,” kata Ardhika, menjelaskan perbedaan PG dengan DASS.

Selain itu, lanjut Ardhika, acara DASS sengaja dikonsep lebih spektakuler sesuai namanya, karena latar belakang dan tujuan penyelenggaraannya berbeda dengan PG yang secara rutin dilaksanakan setiap tahun oleh siswa kelas 6 KMI. Panggung Gembira merupakan puncak acara Pekan Perkenalan Khutbatul ‘Arsy. Sedangkan DASS diadakan secara khusus dalam rangka memperingati milad Gontor yang ke-90.

“Idenya muncul pertama kali sepuluh tahun silam, tahun 2006, yaitu pada Peringatan 80 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor. Pada tahun itulah, Gontor menggelar DASS untuk pertama kalinya. Maka, DASS yang akan dilaksanakan pada Kamis malam nanti, tanggal 8 September 2016, merupakan yang kedua sepanjang sejarah Pondok Modern Darussalam Gontor,” ungkap Ardhika.

Lebih dari itu, Ardhika menambahkan, DASS ini digelar di tempat terbuka yang lebih luas, yaitu bertempat di Lapangan Hijau Pondok Modern Darussalam Gontor. Acara ini tidak sama dengan PG yang–sebenarnya–diperuntukkan bagi santri-santri dan guru-guru seperti biasa di depan Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM). Sebagai salah satu acara dalam agenda besar Peringatan 90 Tahun Gontor, DASS bertujuan menghibur sekaligus mendidik masyarakat luas, tidak hanya keluarga pondok.

Bertempat di lapangan terbuka, panggung untuk DASS memang lebih besar dibandingkan panggung yang dipasang untuk PG. Menurut Ardhika, panggung yang disiapkan untuk DASS berukuran 20 x 10 meter persegi. Panggung untuk PG lebih kecil, hanya berukuran 18 x 6 meter persegi. Sedangkan background-nya didesain ulang, tidak menggunakan background PG seperti halnya DASS pada Peringatan 80 Tahun Gontor. Kata Ardhika, background DASS tahun ini lain dari yang lain, bentuknya tidak simetri lipat seperti biasanya.

Kepanitiaan DASS kali ini diketuai oleh tiga orang guru yang sangat berpengalaman dalam penyelenggaran acara pentas seni. Mereka adalah Andika Putra Rianda, Badrut Tamam, dan M. Abdullah. Ketiganya bekerja sama dengan guru-guru yang terlibat di kepanitiaan Peringatan 90 Tahun Gontor Divisi Kegiatan Santri, dibantu sejumlah santri kelas 5 dan 6 KMI untuk mengonsep dan menyelenggarakan acara. Dari data panitia, santri dan guru yang dilibatkan untuk tampil memeriahkan DASS 90 Tahun Gontor ini mencapai 1.000-an lebih.

Penyelenggaraan DASS di usia Gontor yang ke-90 tahun ini mengangkat tema tentang estafet nilai, bermottokan “Gontor Mengestafetkan Nilai-nilai Perjuangan untuk Kemuliaan Umat dan Bangsa”.

“Saksikanlah! Anda akan menikmati rangkaian acara DASS yang disusun berdasarkan lima nilai utama yang dimiliki Pondok Modern Darussalam Gontor, yaitu terangkum dalam Panca Jiwa. Maka, terdapat lima acara inti di dalam rangkaian acara DASS 90 Tahun Gontor di samping acara lainnya. Kelima acara tersebut diformat secara khusus menggambarkan Panca Jiwa Pondok Modern Darussalam Gontor,” terang Ardhika mengakhiri penjelasannya sambil mengajak pemirsa untuk menonton DASS istimewa pada Kamis (8/9) malam nanti. shah wa